Jumlah Napi Narkotika Bertambah, Eksekusi Mati Dinilai Tak Timbulkan Efek Jera

Jakarta | Jurnal Asia
Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Hukuman Mati menyatakan bahwa hukuman mati bukanlah solusi atas tindak kejahatan di Indonesia, khususnya kejahatan narkotika. Hal itu disampaikan koalisi yang terdiri dari 16 lembaga swadaya masyarakat saat jumpa pers “Menolak Hukuman Mati dan Kebijakan yang Tidak Transparan” di Kantor Imparsial, Jakarta, Rabu (11/5).

Sikap tersebut disampaikan menyikapi rencana pemerintah melakukan eksekusi mati ge­lombang ketiga terhadap ter­pidana mati kasus narkotika. Kepala Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Totok Yulianto menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah narapidana narkotika mes­kipun eksekusi hukuman mati dilakukan. Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah men­jalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.

Enam terpidana mati di­eksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4), delapan terpidana mati juga dieksekusi. Totok memaparkan, pada Januari 2015, jumlah narapidana narkotika sebanyak 65.566 orang. Pada Mei 2015, jumlah napi kasus narkotika meningkat menjadi 67.808 orang.

“Padahal pemerintah sudah me­laksana­kan eksekusi hukuman mati di bulan Januari dan April. Ini me­nunjukan kalau hukuman mati bel­um menimbulkan efek jera. Data ini kami dapat dari Direktorat Jen­deral Pemasyarakatan,” kata Totok.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Imparsial Al Araf. Dia mengatakan, pemidanaan di era modern tak lagi berprinsip pada pembalasan, tetapi me­ngoreksi perilaku seseorang yang melanggar hukum supaya menjadi lebih baik.

“Kami sama sekali tidak men­dukung tindak kejahatan. Penolakan kami terhadap hukuman mati kami arahkan ke hu­kuman seumur hidup. Sebab hukuman mati jelas melanggar prinsip HAM,” ucap dia.
“Apalagi di dalam sistem peradilan yang masih bobrok ini banyak sekali terjadi pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan hukuman mati,” tambah Araf.

Dia mencontohkan kasus Zainal Abidin yang pengajuan peninjauan kembalinya ditolak dalam waktu empat hari. Hal itu terjadi karena Zainal sudah terlanjur masuk ke dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi di gelombang kedua pada April 2015. “Bayangkan, proses hukum belum selesai, dan waktu pe­ngajuan PK langsung ditolak dalam tempo empat hari. Ini kan jelas di luar prinsip keadilan,” kata Araf.

Kepolisian sebelumnya me­nyebut eksekusi mati tahap ketiga akan dilakukan pertengahan bulan Mei 2016. Sejumlah regu tembak sudah disiapkan untuk menembak mati 15 terpidana kasus narkotika.

Polda Jateng tinggal menunggu instruksi Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk eksekusi. Hingga saat ini, Kejaksaan Agung masih merahasiakan waktu eksekusi mati dan identitas para terpidana.
(kcm)

Close Ads X
Close Ads X