Indonesia Terimbas Krisis Ekonomi Turki

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti rapat terbatas terkait strategi kebijakan memperkuat cadangan devisa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8). Dalam rapat lanjutan tersebut, Presiden memerintahkan untuk menjaga stabilitas rupiah, inflasi dan defisit transaksi yang aman khususnya untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan dampak gejolak ekonomi Turki. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/18.

Jokowi Serukan Waspada

Jakarta | Jurnal Asia

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para menterinya untuk menjaga kewaspadaan dan kesiagaan dalam menghadapi imbas gejolak ekonomi yang terjadi di Turki saat ini. Kesiagaan ia minta dilakukan dalam cadangan devisa. Jokowi memerintahkan menterinya agar cadangan devisa diperkuat.

Agar cadangan tersebut bisa menguat, pemerintah saat ini sudah merencanakan banyak program. Salah satunya, mewajibkan pencampuran 20 persen bahan bakar nabati (biodiesel) ke dalam solar agar impor minyak bisa ditekan.

Kebijakan lain, mengendalikan impor barang yang tak penting. Jokowi mengatakan kebijakan tersebut perlu segera dilaksanakan.

“Memperkuat cadangan devisa sangat penting agar ketahanan eko­­­nomi kita kian kuat dalam meng­hadapi ketidakpastian global terma­suk Turki,” katanya, Selasa (14/8).

Jokowi mengatakan bahwa upaya menjaga kekuatan ekonomi dalam negeri terhadap goncangan saat ini sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani ia sebut sudah berhasil mengelola defisit APBN sehingga tahun ini diperkirakan akan berada di level 2,12 persen dari PDB.
Upaya yang sama kata Jokowi juga sudah dilakukan oleh bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Lihat rasio kecukupan modal (CAR) perbankan yang masih kuat, berada di posisi 22 persen. Ini harus dijaga,” katanya.

Di saat yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memastikan Indonesia tidak terpengaruh dengan krisis ekonomi yang sedang menimpa Turki, akibat anjloknya mata uang lira terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Indonesia dikatakan JK memiliki nilai perdagangan yang relatif kecil dengan Turki.

“Kita kan perdagangan kita tidak banyak, US$ 1 miliar, US$ 2 miliar (Turki) dengan Indonesia,” kata JK di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa siang. Turki memiliki hubungan perdagangan yang bernilai besar dengan negara-negara di sekitarnya khususnya negara-negara Eropa.

“Dia hubungannya dengan Eropa dengan negara-negara sekitarnya, per­­dagangan kita tidak besar,” ujarnya.

JK juga menyebut Indonesia dan Turki berbeda dari segi ekonomi, salah satunya tingkat inflasi Turki yang lebih tinggi dari RI.

“Saya kira kita beda dengan Turki, saya baru bicara dengan Ibu Ani (Menkeu Sri Mulyani), itu Turki dengan Indonesia beda, dia inflasinya 17% kita cuma 3,5%” tuturnya.

Sri Mulyani yang saat itu bersama JK meluruskan, inflasi Turki yang disebut JK 17% adalah 15,9%. JK juga menyebut Turki memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan tingkat inflasi yang tinggi.
“Pertumbuhannya dia lebih tinggi dari kita, tapi karena pertumbuhan lebih tinggi dari kita, tapi infalsinya tinggi, itu uang itu menjadi lemah jadinya,” ujarnya.

Berimbas ke Laju Investasi

Sementara itu, krisis ekonomi yang menimpa Turki diprediksi memberikan pengaruh pada realisasi investasi di Indonesia. Perlambatan pertumbuhan realisasi penanaman modal di tanah air pun sudah mulai terasa.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi di sepanjang semester I-2018 mencapai Rp 361,6 triliun. Angka itu tumbuh 7,4% dibanding realisasi investasi di semester I-2017 sebesar Rp 336,7 triliun. Namun pertumbuhannya mengalami perlambatan, sebab di semester I-2017 tumbuh 12,9%.

Sementara realisasi penanaman modal di triwulan II-2018 (April-Juni) sebesar Rp 176,3 triliun. Angka itu turun dibanding realisasi investasi triwulan I-2018 (Januari-Maret) sebesar Rp 185,3 triliun.

“Dampak krisis Turki, transmisinya adalah melalui pasar uang dan pasar modal, yang mana terjadi pe­nurunan likuiditas terutama dolar di seluruh dunia akibat penarikan kembali investor modal yang mereka inves­tasikan di negara berkembang,” kata Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (14/8).

Menurut Thomas penarikan modal yang dilakukan investor asing dilakukan negara-negara dengan ekonomi berkembang termasuk Indonesia. Hal itu pun cukup memberikan pengaruh pada realisasi investasi.

Dia juga memperkirakan, krisis ekonomi di Turki akan memberikan pengaruh pada realisasi investasi PMA di triwulan III dan IV 2018. Meskipun dia masih yakin target realisasi investasi tahun ini sebesar Rp 765 triliun masih bisa dicapai meski berat.

“Kemudian tentunya juga sekarang berimbas pada krisis moneter di Turki yang sedang berjalan. Memang kami perhatikan ini bisa membawa dampak bagi investasi di triwulan 3 dan 4 tahun ini,” ujar Thomas Lembong.

Meski begitu Thomas yakin pemerintah akan mencari upaya untuk menepis imbas dari krisis ekonomi di Turki. Dia juga yakin imbas krisis ekonomi di Turki juga akan menjadi pembahasan dalam acara pertemuan IMF-World Bank di Bali pada Oktober 2018 mendatang.

“Pertemuan IMF-World Bank ini jadi peluang emas bagi Indonesia untuk membawa kepentingan semua negara berkembang. Kami juga tunggu dari Menteri Keuangan dan Gubernur BI, ide-ide apa yang bisa dibawa ke acara tersebut,” ucapnya. (dtf/put)

Close Ads X
Close Ads X