Jakarta | Jurnal Asia
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta pemerintah melakukan pengawasan lebih ketat terhadap penyaluran biodiesel. Hal ini perlu dilakukan lantaran banyak industri yang masih mendapat pasokan solar tanpa campuran biodiesel.
Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang berharap pemerintah segera mengeluarkan kebijakan pengawasan penyaluran biodiesel. Sebab jika tidak, kebijakan untuk mendorong energi baru terbarukan seperti biodiesel akan mangkrak di tengah jalan.
Harus ada sanksi tegas agar biodiesel bisa menggantikan bahan bakar solar,” ujar Togar dalam Forum Dialog Hipmi: Peluang Bisnis Hilir BBM untuk Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) di Menara Bidakara, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (11/5).
Sementara itu, kata dia, penyaluran biodiesel saat ini lebih terkonsentrasi pada bahan bakar minyak solar subsidi. Sedangkan penyerapan biodiesel non subsidi lebih lamban. “Kapasitas terpasang hingga akhir tahun sekitar 10,5 juta kiloliter (KL). Terserap 34 persen itu pun yang PSO. Yang non PSO lamban,” imbuh dia.
Biodiesel nonsubsidi seharusnya diserap kalangan industri. Sayangnya saat ini masih banyak industri yang mendapatkan solar tanpa campuran biodiesel karena harganya jauh lebih murah dibanding solar biodiesel.
Di tempat yang sama, Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Dadan Kusdiana mengaku pemerintah sudah menerapkan syarat ketat bagi penyalur solar dengan wajib mencampurkan biodiesel. Pengimpor solar harus menyertakan bukti pencampuran biodiesel untuk menggenjot penyaluran biodiesel.
“Isunya kan biodiesel mahal dan solar masih relatif (murah) sehingga selisihnya semakin jauh. Perlakuan yang sama seperti itu (penggunaan campuran biodiesel) menurut saya penting dan Kementerian ESDM melakukan hal-hal tersebut untuk memantau pengawasan di lapangan,” tutup Dadan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut bahwa kebijakan biodiesel 20 persen bisa menyerap pasokan sawit dalam negeri dan menjaga stabilitas harga sawit dalam negeri. Kebijakan tersebut dinilai mampu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 6,9 juta kl dalam setahun. (mtv)