Beras Dipatok Rp9 Ribu/Kg

Pedagang melayani konsumen pembeli beras di salah satu agen penjual beras yang masih menjual beras merk Maknyuss yang diduga palsu karena kandungan karbohidratnya, di kawasan Aren Jaya, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/7). Meski Satgas Pangan melakukan penggerebekan gudang beras Maknyuss karena diduga dipalsukan kandungan karbohidratnya, penjual agen beras itu mengaku belum ada penarikan dari pihak berwenang dan masih tetap menjual dengan harga Rp 65 ribu per lima kilogram. ANTARA FOTO/Risky Andrianto/ama/17

Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Eng­gartiasto Lukita baru saja merilis aturan harga acuan beras Rp 9.000/kilogram (kg). Harga acuan itu berlaku untuk beras kualitas medium maupun premium.

Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Mendag nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Beleid ini merevisi Peraturan Mendag nomor 27/M-DAG/PER/5/2017.

Menurut Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, ia akan ikut dalam sosialisasi aturan baru ini ke masyarakat.

“Peraturan ini akan dibahas dan didiskusikan, karena pemerintah membuat regulasi untuk masyarakat Indonesia, pedagang kecil hingga besar,” ujar Amran di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (25/7).

Dalam sosialisasi itu Amran tak sendiri, tapi bersama-sama Mendag. Cuma saat ini Mendag sedang ke luar negeri.

“Permendag yang Juli ini sedang kita persiapkan, kami juga akan mensosialisasikan. Sekarang kan Pak Mendag sedang di Afrika begitu beliau pulang kita rapatkan,” ujar Amran.

Sementara itu untuk pembelian di tingkat petani ditetapkan harga gabah kering panen (GKP) Rp 3.700/kg, harga gabah giling (GKG) Rp 4.600, dan beras Rp 7.300/kg.

Minta Tegur Kapolri
Polemik kasus beras PT Indo Beras Ung­gul (IBU) jadi perbincangan hangat. Ber­bagai kalangan ikut ambil bagian me­nge­mukakan pandangan mereka, salah satu­nya pengamat ekonomi Dradjad Wibowo.

Dradjad menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait polemik kasus beras PT IBU.

“Sebagai alumnus IPB, saya berharap Presiden Jokowi menegur Kapolri dan Mentan dalam kasus beras. Bapak Presiden, kisruh beras ini membuat pemerintahan Bapak jadi terlihat anti petani dan anti perusahaan pertanian,” kata Drajad dalam keterangan tertulis, Selasa (25/7).

Apa alasan Dradjad menyarankan hal itu?
“Setelah mempelajari apa yang mereka lakukan, saya harus katakan bahwa, bisnis mereka itu merupakan sebuah inovasi tata niaga pertanian yang brilian,” ujar Drajad

Drajdad mengatakan, mereka yang belajar ekonomi pertanian/agribisnis paham tata niaga pertanian sering menjadi salah satu titik paling lemah dalam pembangunan pertanian. Bahkan, sering memberi kontribusi negatif terhadap kesejahteraan petani.

“Seringkali petani harus membayar input tani yang terlalu mahal dan/atau menerima harga jual tani yang terlalu murah. Akibatnya, rumus taninya atau bahasa statistiknya indeks nilai tukar petani cenderung jelek bagi petani,” tutur Dradjad.

“Banyak penyebabnya, antara lain karena rantai tata niaga yang terlalu panjang, pemain tata niaga yang eksploitatif terhadap petani, dan sebagainya,” lanjut alumnus IPB itu.

Kembali ke soal PT IBU, menurut Dradjad, perusahaan itu mencari keuntungan dengan bergerak di bisnis hilir beras. Tapi, mereka melakukannya dengan sebuah inovasi tata niaga.

Hasilnya, mereka sanggup membeli dengan harga yang lebih mahal dari petani, dan menjual dengan harga premium ke konsumen.

“Artinya, mereka mampu menciptakan permintaan, dan sekaligus marjin yang cukup besar sebagai imbalan bagi inovasinya. Petani juga diuntungkan, meskipun saya yakin IBU lebih diuntungkan dibanding petani,” kata Dradjad.

Dradjad menambahkan, perusahaan inovator seperti itu seharusnya diberi penghargaan. Kalaupun berbuat salah, seharusnya diberi pembinaan, bukan dihukum.

“Bukan malah dihukum dengan tuduhan-tuduhan yang membuat alumnus pertanian seperti saya bertanya-tanya,” ucap Dradjad. (dtf/ant)

Close Ads X
Close Ads X