Awas, Wabah Antraks Masuk Indonesia | Wapres Instruksi Penanganan Khusus

Petugas Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan menyuntikkan vaksin pada sapi ternak di Desa Ulapato A, Kabupaten Gorontalo, Jumat (15/4). Penyuntikan vaksin pada sapi didaerah tersebut agar sapi memiliki kekebalan tubuh terhadap virus antrax sebagai langkah penanggulangan penyebaran. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/pd/16

Pemerintah menyoroti kasus antraks yang belakangan diketahui telah menyerang warga di wilayah Yogyakarta. Penyakit kulit yang disebabkan oleh kuman itu menjadi sorotan karena warga dibuat resah oleh kabar yang menyebut wabah antrak telah menular ke sejumlah orang.

Wakil Presiden Jusuf Kalla me­negaskan harus ada perlakuan khu­­sus terhadap terduga pasien yang terjangkit antraks. Perawatan spesial dianggap perlu agar penyakit itu tidak menjalar dan bisa segera ditangani dengan baik.

“Harus ada perlakuan khusus ter­­hadap mereka para pasien ini,” kata Jusuf Kalla di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (22/1).

Penyakit menular pada ternak yang disebabkan oleh kuman Ba­­­cillus anthracis itu membuat resah karena bisa menyerang manusia. Efek yang ditimbulkan oleh kuman itu bisa menjangkit kulit hingga menyebabkan bisul bernanah.

Penyakit menular itu sempat me­­nyerang warga di daerah Kulon Progo, Yogyakarta. Dari sejumlah orang yang diperiksa oleh pihak dinas kesehatan, satu di antaranya di­nyatakan positif terjangkit antraks.

“Tapi itu sudah kami tangani. Jadi saya harap publik tidak perlu resah lagi,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Bambang Haryatno.

Bambang menyatakan, Dinas Ke­sehatan bersama tim pemantau dari pelayanan kesehatan telah melo­kalisir tempat-tempat yang men­jadi aduan warga terkait dugaan antraks.

Langkah preventif dan tindakan itu dilakukan karena pihak dinas men­curigai beberapa kasus pe­nya­kit kulit seperti melepuh yang me­nyerupai gejala antraks pada Desember 2016.

Dinkes Kulon Progo telah menjalin koordinasi dengan RSUP Sardjito Yog­yakarta yang diketuai Prof Fajar me­ninjau lokasi langsung, dan me­lakukan pemeriksaan terhadap em­pat orang.

Dokter ahli kulit dan penyakit da­lam itu awalnya mendiagnosa warga terkena gigitan tomcat. Setelah dilakukan uji laboratorium dan observasi, ternyata empat orang tersebut positif antraks.

Kemudian, pada 11 Januari tim kembali terjun ke lapangan. Dari situ diperoleh informasi, ada salah satu warga yang sapinya sempoyongan dan disembelih. Dagingnya dibagi-bagikan kepada warga.

Setelah meminta warga menunjukan lokasi disembelihnya sapi. Ternyata, dari lokasi penyembelihan, petugas menemukan spora antraks.

Wabah antraks itu belakangan semakin membuat resah warga setelah beredar kabar virus itu memakan lebih banyak lagi korban.

Lewat pesan berantai dan media sosial, warga diresahkan oleh beredarnya surat pemberitahuan dari RSUP Sardjito kepada Dinas Kesehatan Sleman yang mengabarkan seorang pasien berinisial HA kelahiran 18 Maret 2008 meninggal akibat virus antraks.

Pesan berantai tersebut meminta agar masyarakat menghindari wilayah Godean dan Sardjito. Dalam pesan berantai tersebut, warga dilarang untuk memakan daging sapi. Baik Dinas Kesehatan Sleman maupun RSUP Sardjito membantah isi surat tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Sleman Nurulhayah menegaskan isi surat tersebut ngawur. Menurutnya, HA meninggal akibat radang selaput otak. Hasil uji laboratorium RSUP Sardjito yang menyatakan HA positif terjangkit bacillus anthracis atau antraks masih didalami.

Jangan Anggap Remeh
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah tidak memandang remeh dugaan virus anthraks atau sapi gila yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Kabar yang kami dengar, Kementerian Kesehatan telah melakukan penelitian. Sampelnya telah diteliti di laboratorium, tetapi belum diumumkan secara resmi,” kata Saleh dihubungi di Jakarta, Minggu siang.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pengumuman resmi yang tidak kunjung dilakukan Kementerian Kesehatan itu menimbulkan tanda tanya. Apalagi masyarakat yang resah terus menunggu hasil penelitian Kementerian Kesehatan itu.

Karena itu, Saleh mendesak pemerintah untuk segera memastikan dugaan penyebaran virus anthraks di Kulon Progo itu dan mengumumkan hasil penelitian secara resmi.

“Pasalnya, berita penyebaran virus tersebut telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Apalagi, virus itu dikabarkan telah menelan korban jiwa,” tuturnya.

Saleh menilai informasi yang simpang siur tentang penularan virus anthraks tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat. Apalagi, sempat beredar berita bahwa virus anthraks dapat menyebar melalui surat.

“Kalau itu betul, tentu ini sangat berbahaya. Apalagi dunia medis kita belum begitu familiar dengan anthraks, termasuk obat dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menyembuhkan korban,” katanya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X