Tunggu Perpres, PT PGN Siap Turunkan Harga Gas Industri di Sumut

Medan | Jurnal Asia
Harga gas industri di Sumatera Utara direncanakan akan turun menjadi sebesar USD9,87 per MMBTU plus Rp700 per meter3 dari dewasa ini yang masih 10, 87 dolar AS ditambah Rp700 per meter3. Namun untuk itu, manajemen PT Perusahaan Gas Negara (PGN) area Medan masih harus menunggu Peraturan Presiden (Perpres) terkait penurunan harga gas industri.

General Manager PGN area Medan, Sabar, mengatakan sesuai kesepakatan dengan Pertamina dan Ditjen Migas, harga gas industri di Sumut sudah akan turun terhitung pada Januari 2016. Namun penurunan harga itu belum bisa dilakukan karena belum ada payung hukumnya berupa PerPres.

“Harga gas industri sebesar 10, 87 dolar AS ditambah Rp700 per meter3 sudah berlaku sejak Desember 2015. Dan yang berhak menurunkan harga adalah pemerintah, jika PerPres sudah dikeluarkan maka PGN siap menurunkan harga,” katanya didampingi Humas PGN Yusnani di Medan, Rabu (23/3).

Ia menambahkan, dengan pasokan gas dari LNG Arun dan Pangkalan Susu Benggala mau tidak mau PGN juga melakukan penyesuaian harga karena sumber gasnya tidak sama dengan gas konvesional (gas bumi) selama ini. Dewasa ini, harganya masih USD 8,7 per MMBTU.

“Di Sumut harga gas industri memang lebih mahal dibangdingkan dari daerah atau negara lain. Pasalnya untuk bahan bakunya saja sudah USD10,87 per MMBTU, dengan begitu keuntungan PGN hanya Rp700 per meter3, itu yang membuat harga gas sulit dijual di bawah USD8 per MMBTU,” tukasnya.

Masih mahalnya harga gas dari sumber pasokannya itu pula yang membuat PGN berharap sumber-sumber gas semakin banyak khususnya di Sumut. Jika sumber gas semakin banyak jumlahnya dan khususnya berada di Sumut maka harga gas akan bisa lebih murah.

Begitupun, lanjutnya, dengan adanya gas dari Arun, volume dan tekanan gas ke pelanggan sudah semakin terjaga di bawah 16 BAR. Sedangkan pasokan gas ke industri dewasa ini sudah 8-9 MMSCFD dari di bawah bulan Agustus 2015 yang di bawah 7 MMSCFD.

Sedangkan untuk jumlah pelanggan industri PT, ada 46 perusahaan atau 51 termasuk industri kecil. “Memang sudah ada permintaaan tambahan dari industri tetapi masih belum banyak dan PGN sedang memprosesnya,” katanya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo mengatakan, soal harga jual PGN, tentunya memang mengacu pada komponen biaya. Diantaranya seperti biaya proses LNG, pengangkutan kapal, biaya regasifikasi dan beban atau dana “toll fee” (pengiriman gas dari Arun ke Belawan).

Pengusaha dan Pemerintah Provinsi Sumut harusnya lebih fokus mendesak pemerintah pusat untuk menurunkan harga gas dari PGN. Apalagi, mengingat dalam kapasitasnya PGN hanya sebagai pemilik dan pengoperasi pipa yang menjadi tempat penyaluran gas ke industri.

“Gasnya kan milik Pertagas/Petamina. Kalau terminal gas terapung Belawan tidak dibatalkan, komponen biaya seperti dari “toll fee” akan hilang. Harga gas yang mahal akan menjadi hambatan industri Sumut untuk bisa bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” pungkasnya.

Industri Tak Bisa Bersaing
Sebelumnya, Plt Gubsu Sumut H T Erry Nuradi sudah meminta pemerintah pusat bisa menurunkan harga gas industri di Sumut hingga dibawah US$10 per juta British Thermal Unit (MMBTU). Hal itu diungkapkan Erry saat menerima kunjungan anggota Komisi VII DPR RI di Kantor Gubsu, Senin (21/3). Dikatakan Erry, dirinya telah menyampaikan berbagai keluhan yang ada di daerah, khususnya Sumatera Utara. Salah satunya adalah harga gas di Sumatera Utara termasuk yang termahal di Indonesia.

“Ya, sudah dijelaskan secara teknis, baik dari Dirjen Migas, SKK Migas maupun BPH Migas, memang mereka mengatakan banyak kendala terkait harga gas di Sumatera Utara. Tetapi kami paling tidak berharap harga gas bisa turun karena gas ini termasuk salah satu urat nadi untuk pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Harga gas mahal industri juga tidak miliki daya saing,” ujar Plt Gubsu.

Pertemuan dalam rangka reses masa persidangan III Tahun Sidang 2015-2016, Komisi VII DPR RI Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi dan Dikti, Lingkungan Hidup dan Kehutana di Sumut yang berlangsung pada 20-23 Maret 2016.

Erry dalam kesempatan itu menekankan bahwa percuma saja pemerintah mendorong investasi seperti membangun Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan Kawasan Strategis Nasoional seperti Danau Toba, dan KSN lainnya apabila persoalan energi gas dan listrik masih menjadi kendala. “Kita berharap ada jalan keluarnya, karena persoalan ini sudah begitu lama,” ujar Erry.

Erry menegaskan, pihaknya berharap harga gas di Sumatera Utara berada di satu digit, yakni dibawah US$ 10. “Jadi bagaimana industri kita akan bersaing kalau harga gas kita tidak kompetitif. Ini yang tadi kita tekankan,” tambah Erry.

Lebih lanjut Plt Gubsu mengungkapkan, salah satu penyebab harga gas mahal karena gas yang ada di Sumut diambil dari salah satu kawasan di Indonesia, yakni Tangguh. Dengan harga US$5-US$6, kemudian ditambah dengan biaya pengangkutan dan biaya refigrasi, biaya penyaluran pipa dan sebagainya, sehingga secara teknis harganya berkisar US$11 hingga US$12.

“Kita berharap angka tersebut bisa ditekan lagi. Termasuk dengan cara menekan cost atau mencari sumber lain yang lebih murah lagi. Misalnya dari Qatar yang lebih murah. Namun ada aturan-aturan dan proses yang harus dilalui sehingga hal itu tidak mudah,” terang Erry. (netty/andri)

Close Ads X
Close Ads X