Penertiban Rumah Pinggiran Rel KA Tuntas | “Karena Pemerintah Kami Jadi Gelandangan”

foto kereta api1
Penertiban bangunan/rumah warga yang berada di pinggiran rel kereta api dari titik 0 hingga sejauh 3 Kilometer di Medan, akhirnya tuntas, Senin (28/11). Sebanyak 783 unit rumah warga berhasil diratakan. Meski demikian, ratusan kepala keluarga mengeluh tak tau mau pindah kemana. Mereka menuding pemerintah yang menyebabkan keluarganya terpaksa jadi gelandangan.

Informasi dihimpun wartawan di lokasi, kendati diwarnai protes warga yang menilai penertiban tidak manusiawi, namun proses perobohan rumah yang menggunakan tiga unit mesin ekskavator dan dikawal ratusan polisi, satpol PP Medan, Dishub Medan serta Polsus KA, berlangsung kondusif.

“Penertiban bangunan dari titik 0 Kilometer (Stasiun Kereta Api) hingga sejauh 3 Kilometer (arah Belawan), hari ini tuntas, tinggal 200 meter lagi selesai ini,” kata Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre Sumut-Aceh Joni Martinus kepada wartawan, disela sela penggusuran.

Dijelaskannya, penertiban yang dilakukan sejak Rabu (23/11), dimulai dari kawasan Jalan Bambu Kecamatan Medan Timur. Walau sempat terhenti karena ricuh, Senin kemarin penertiban dilanjutkan, dan selesai sejauh 3 Km, persis di Jl Ampera Kecamatan Medan Timur. Dari penertiban itu sebanyak 783 unit rumah diratakan. “Setelah dilakukan sosialisasi ada 783 unit rumah yang dieksekusi, dari titik 0 sampai 3 Kilometer,” ungkapnya.

Setelah selesainya penertiban ini, Joni memastikan tidak ada lagi pemberian bantuan uang pindah “tali asih” sebesar Rp1,5 Juta kepada warga. “Warga yang mendapatkan tali asih 609 rumah, karena mereka membongkar rumah sendiri, sisanya 174 rumah dibongkar sendiri, jadi tali asih sudah tidak ada lagi,” terangnya.

Disinggung mengenai, relokasi warga, Joni menjawab, Dinas Perkim Kota Medan menyediakan rumah susun bagi warga pinggiran rel yang bisa menampung 180 KK. “Kalau itu (warga) koordinasi dengan Dinas Perkim,” ungkapnya.

Untuk proses penertiban selanjutnya, kata Joni, pihaknya masih menunggu Dirjen Perkereta-apian, untuk melakukan ekseskusi rumah warga tahap kedua. “Kita hanya support Dirjen Perkereta-apian saja, penertiban selanjutnya kapan, kita menunggu Dirjen Perkereta-apian, apakah tahun ini atau tahun depan dilanjutkan,” imbuhnya.

Jadi Gelandangan
Sementara di lokasi penertiban sendiri, ratusan warga yang jadi korban penggusuran hanya bisa pasrah. Kendati begitu sumpah serapah keluar dari mulut warga yang kesal, tidak adanya kejelasan relokasi. “Gara gara pemerintah kami jadi gelandangan, mau kemana saya dan anak saya tinggal, kami tidak ada saudara di Medan,” kesal Boru Sitompul.

Ditanya mengenai pengadaan relokasi rusun, yang disediakan oleh Dinas Perkim Kota Medan, bagi warga pinggiran rel, wanita paruh baya ini pesimis. “Buat apa cuma sebulan saja gratis, sisanya bayar, itupun tidak jelas bagaimana untuk menempatinya, makanya jadi gelandangan saja,” katanya.

Senada juga disampaikan W Simanjuntak (40) salah seorang warga Jalan Ampera Medan Timur, yang mengaku tidak tahu mau kemana bila digusur. “Ada lima ribu hektar tanah eks PTPN II, mengapa susah sekali pemerintah memberikan sepetak saja untuk warga yang digusur, kami manusia, warga negara Indonesia, tolong perhatikan nasib kami,” katanya yang mengaku telah 25 tahun tinggal di pinggiran rel.

Pantauan wartawan dilokasi, sejumlah warga lain terlihat hanya bisa temenung meratapi bangunan rumahnya dirobohkan, sebagian warga sibuk menyelamatkan barang yang masih bisa digunakan, seperti kusen dan sebagainya. (bowo)

Close Ads X
Close Ads X