Medan – Ketua Pimpinan Pusat (PP Muhammadiyah), Dr HM Busyro Muqoddas MHum mengatakan, dalam sistem negara demokrasi yang berpilar pada ‘checks and balances’, maka setiap lembaga negara tak terkecuali lembaga peradilan berada dalam posisi renta jika tidak mengalami kontrol dan penyeimbangan.
“Sebaliknya, lembaga peradilan akan berjalan secara independen dan akuntabel secara publik jika sistem regulasi, mekanisme dan praktiknya terjangkau kontrolnya oleh publik/masyarakat,” kata Busyro Muqoddas, kemarin di gedung kampus Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Jalan Denai Medan.
Pada seminar nasional bertajuk ‘Independensi dan Akuntabilitas Peradilan di Indonesia’, yang digelar Fakultas Hukum UMSU itu merupakan kerjasama dengan PP Pemuda Muhammadiyah, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah serta Forum Dekan Fakultas Hukum PTM se-Indonesia.
Menurut mantan Ketua KPK ini, ada beberapa poin yang dapat dijadikan rekomendasi. Pertama, perlu penegasan kesepakatan antar elemen DPR/Pemerintah dan masyarakat untuk memulihkan posisi konstitusional lembaga peradilan sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka guna mewujudkan hukum dan keadilan.
Kedua, sambungnya, perlu langkah bijak dari MA untuk merevisi sistem rekrutmen calon hakim yang profesional dan transparan dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai bentuk penghormatan demokrasi.
Selanjutnya, perlu regulasi untuk dilakukan re-asseement lima tahunan terhadap hakim termasuk hakim MA oleh tim yang proper dan independen. Terakhir, perlu revisi kurikulum pendidikan lanjutan hakim yang diolah oleh konsorsium yang unggulan dan selektif.
Dalam seminar itu juga menghadirkan beberapa narasumber berkompeten dan berpengalaman di bidangnya masing-masing, seperti Dahnil Anzar Simanjuntak SE ME (Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah), Dr Trisno Raharjo SH MH (Ketua Forum Dekan FH PTM se-Indonesia), Dr Abdul Hakim Siagian SH MHum (Pakar Hukum), dan Raden Muhammad Syafii (anggota Komisi III DPR RI).
Turut hadir, Rektor Dr Agussani MAP didampingi diwakili Wakil Rektor (WR) I Dr Muhammad Arifin Gultom, Komisioner Komisi Yudisial RI Dr Farid Wajdi, perwakilan FH Universitas Muhammadiyah Malang, FH Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, FH Universitas Muhammadiyah Kendari, dan lainnya.
Wakil Rektor I Dr Muhammad Arifin Gultom mengatakan, seminar ini dianggap sangat penting sekali karena membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan peradilan di Indonesia. Pembahasan dipaparkan oleh para narasumber dengan perspektif masing-masing.
Menurutnya, peradilan di Indonesia memang sudah menjadi sesuatu perbincangan hangat di tengah masyarakat. Namun, kalau berbicara peradilan, sesungguhnya yang lebih mengena itu aparat penegak hukum
Disebutnya, sistem hukum itu terdiri ada tiga unsurnya. Di antaranya, yang berhubungan dengan substansi, struktur, dan budaya hukum.
“Paling vital itu adalah budaya hukum. Namun, apa yang dibahas dalam seminar ini lebih kepada dengan struktur hukum atau peradilan. Dimana yang dibahas itu adalah independensi dan akuntabilitas,” ungkap Arifin.
Dikatakannya, kalau dipahami lebih jauh tentang independensi dan akuntabilitas, maka berkaitan dengan personalianya. Sehingga, sesungguhnya tidak lepas dari integritas hakim dan para aparat penegak hukum lainnya.
Ia menambahkan, mudah-mudahan dengan seminar nasional kali ini bisa memberikan sumbang saran yang sangat berharga. Apalagi, sama-sama diketahui sekarang ini sedang ada susunan RUU berkaitan dengan hakim.
“Dari pertemuan ini semoga bisa memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk bagaimana menciptakan peradilan yang baik, bermartabat, serta yang didambakan. Sebab, bagaimanapun peradilan adalah tembok terakhir bagi para pencari keadilan,” imbuhnya.
Pada seminar ini Forum Dekan Fahum se PTM di Indonesia membacakan deklarasi bersama dengan berbagai elemen termasuk Ketua PP Muhammadiyah Busro Muqoddas dan Ketua Lembaga Kajian Konstitusi UMSU Abdul Hakim Siagian untuk mendesak dan mengkawal pembenahan sistem peradilan yang independen dan akuntabilitas di Indonesia.
(swisma)