Medan | Jurnal Asia
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara Difi A Johansyah memperingatkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) di Sumut berada di level membahayakan. “Ada kenaikan NPL secara year on year sebesar 14,29 persen dan itu memang harus diwaspadai,” katanya di Medan, Minggu (17/4).
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumatera Utara tren menguat atau sudah 8,72 persen pada posisi Februari 2016. Difi mengakui angka nonperforming loan (NPL) BPR di posisi Februari itu bahkan lebih tinggi dari Februari 2015.
Dia mengaku, seperti perbankan umum, BPR juga mengalami gangguan kinerja dari terjadinya krisis global. Krisis global membuat kinerja pengusaha terganggu sehingga antara lain berdampak pada kurang lancarnya pembayaran kredit. Untuk mencegah peningkatan kredit macet, perbankan Sumut diminta melakukan berbagai kebijakan.
Mulai diminta semakin berhati-hati dalam penyaluran kredit dan termasuk bijaksana dalam mengambil keputusan terhadap penunggak kredit. Difi juga mengakui, dibandingkan perbankan lainnya, kredit bermasalah di BPR lebih tinggi yang masih di bawah lima persen.
Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan, kinerja BPR maupun BPR syariah (BPRS) di Indonesia secara menyeluruh masih kurang bagus dibandingkan bank umum. “Meski ada kecenderungan lebih membaik, tetapi kinerja BPR dinilai belum maksimal,”katanya.
Kurang bagusnya kinerja BPR menurut Wahyu yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) itu antara lain diduga akibat pengelolaan manajemen yang kurang baik dan termasuk karena masih berorientasi beroperasi di sekitar kota.
Hasil pengamatan, pengelolaan BPR/BPRS masih cenderung dikelola seperti usaha keluarga sehingga antara lain membuat analisis kredit kurang berjalan baik dan benar. Kemudian, karena cenderung beroperasi di sekitar kota, BPR/BPRS kalah bersaing dengan bank umum lainnya yang bahkan sudah terus mengembangkan kantornya hingga ke pedesaan. “Masih harus ada dukungan kuat dan pengawasan ketat ke BPR/BPRS agar kelompok usaha bank itu semakin sehat dan memberi kontribusi besar dalam perekonomian Sumut,” ujar Wahyu.
Kredit Capai Rp173 Triliun
Penyaluran kredit perbankan di Sumatera Utara hingga Februari 2016 mencapai Rp173,84 triliun atau naik 5,38 persen dari periode sama tahun 2015 sebesar Rp164,96 triliun.
“Kenaikan penyaluran kredit itu di tengah prediksi ada pertumbuhan pinjaman sebesar 12 hingga 14 persen secara nasional tahun ini,” kata Difi A Johansyah.
Kenaikan kredit dipicu naiknya juga pinjaman dari semua jenis kredit mulai modal kerja, investasi dan konsumsi. Kredit modal kerja pada Februari 2016 mencapai Rp82,75 triliun, disusul investasi Rp51,900 triliun dan konsumsi Rp39,17 triliun.
Semua jenis kredit itu naik masing-masing 5,99 persen, 8,42 persen dan 0,38 persen dibandingkan periode sama 2015. “BI berharap penyaluran kredit Sumut naik lagi di tahun 2016 atau di atas tahun 2015 yang masih bertumbuh 7,45 persen dibandingkan 2014 atau Rp179,3 triliun,” kata Difi A Johansyah.
Diharapkan pertumbuhan kredit 2016 bisa mencapai 12-14 persen seperti yang diharapkan pemerintah secara nasional. Dia menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat BI memprediksi penyaluran kredit 2016 semakin membaik.
Mulai dari membaiknya perekonomian hingga inflasi yang bisa ditekan. Menurut Difi, kebijakan pemerintah dalam banyak hal seperti memberi kemudahan perizinan, insentif fiskal dan termasuk menurunkan suku bunga kredit perbankan akan sangat membantu peningkatan penyaluran kredit..
Adanya program Pemprov Sumut yang meningkatkan jumlah wirausahawan muda juga dinilai akan mendorong penyaluran kredit perbankan. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara mengatakan, meski kondisi pasar belum terlalu pulih, tetapi pengusaha sudah mulai berani meminjam atau kredit ke bank. “Pemerintah harus melihat kondisi itu dan diharapkan bisa memberi dukungan antara lain dengan terus menurunkan suku bunga kredit,” katanya.
Penyaluran kredit harus ditingkatkan dari dewasa ini yang masih belum maksimal yang terekam dari rasio kredit terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumut yang masih rendah atau di kisaran 30 persen. Pengusaha, kata dia, memberi andil besar dalam penyaluran kredit perbankan yang tercermin dari selalu tingginya kredit modal kerja dan investasi dibandingkan konsumsi. (ant)