Kampanye LGBT di Medsos Ancam Masa Depan Anak Orangtua Harus Proaktif Mengawasi

Medan | Jurnal Asia

Eksistensi Komunitas Lesbian Gay Bisexual Transgender Indonesia (LGBT) terus menuai kecaman dari berbagai pihak di Indonesia. Rabu (27/1) kemarin Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan LGBT dapat mengancam masa depan anak dengan kampanye perilaku yang dianggap menyimpang. Hal ini disampaikan, Ko­mi­sioner KPAI Pusat, Erlina M.Pd yang khawatir terkait maraknya viral pornografi gay dan sejenisnya di media jejaring sosial, yang mencatumkan akun anak dibawah umur.

“Di twitter, facebook bisa kita lihat maraknya akun gay, lesbian, yang ironisnya dilakukan oleh anak dibawah umur se­perti siswa SMP, tentunya ini berkaitan dengan LGBT, pro­paganda mereka,” kata Erlina kepada wartawan di Kantor KPAID Sumut Jalan Perintis Kemerdekaan Medan.

Dirinya menegaskan, pihak­nya sendiri telah me­laporkan akun nyeleneh itu ke Mabes Polri, dan meminta polisi dapat mengungkap siapa pemilik akun serta memberikan tindakan tegas bagi pelakunya.

“Bagi mereka yang me­ngatasnamakan akun anak tapi mereka adalah orang dewasa kami dengan tegas akan melakukan ini ke tindak hukum sesuai dengan UU ITE kita dan UU Pornografi,” kata Erlina.

“Kami menyatakan secara tegas kami sudah melaporkan itu dan kami akan kawal terus laporan kami ini, hingga nanti siapa pengelola akun tersebt, apabila orang dewasa mendapat efek jera bila seorang anak kami meminta direhabilitasi,” sambungnya.

“LGBT silahkan melakukan kampanye untuk legitimasi komunitasnya, namun jangan menyasar kepada anak dibawah umur. LGBT silahkan kalian kalian melakukan apapun, yang terpenting tidak untuk dipertontonkan kepada anak, dan tidak untuk dipropagandakan kepada anak,” katanya.

Erlina beralasan mengapa paham LGBT tidak baik untuk anak, lantaran bertentangan dengan norma sosial dan norma agama. Bahkan, hubungan se­sama jenis yang dibolehkan di LGBT dapat membahayakan kesehatan secara serius.
Untuk itu dirinya mengimbau kepada orangtua agar proaktif dalam melakukan pengawasan terhadap anak anaknya, khusus­nya terhadap pemahaman soal gadget.

“Orangtua diminta agar me­­ning­katkan pengawasan ter­­hadap anaknya, kita tidak bisa menyalahkan kemajuan teknologi, namun disinilah kita harus memperhatikan anak dan memberikan pemahaman terhadap pemakaian gadget, karena ini sangat membahayakan bila tidak dikontrol secara bijak,” tandasnya.

Kejahatan Anak Dianggap Sepele
Sementara, Komisioner KPAID Sumut Muslim Harahap menyampaikan kasus kejahatan terhadap anak masih dianggap sepele oleh sejumlah pihak. Hal ini terbukti dari, 3 kasus kejahatan terhadap anak di Tapanuli Utara (Taput) yang kasusnya dihentikan (SP3) dengan alasan yang tidak jelas.

“Sepanjang tahun 2015 ini ada tiga kasus kejahatan dan pelecahan seksual di Taput yang di SP3 kan oleh pihak Polres Taput, tentunya ini menjadi sorotan kita dan akan melaporkannya ke Mabes Polri,” kata Muslim.
Menurut Ketua Komisi KPAID Taput, Edi, mengatakan kasus prostitusi anak ini bermula pada September 2015 silam. Saat itu, mantan anggota DPRD Taput berinisial BL dituding telah menyetubuhi korbannya ES.

Ketika kasus ini mencuat, BL kemudian dilaporkan ke Polres Taput bersama pelaku lainnya masing-masing DP (pemilik cafe/mucikari) dan RS (pelaku lain yang pernah menyetubuhi ES.

Setelah kasus ini dilaporkan, pihak Polres Taput malah berencana menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP-3). Karena, disebut-sebut, mantan anggota DPRD berinisial BL adalah orang berpengaruh di Polres Taput.
“Kami sudah ke Polda Sumut untuk melaporkan kasus ini. Seharusnya, kasus ini tidak boleh di SP-3 kan dengan alasan apapun,” kata Edi.

Begitupun, sambungnya, Polres Taput tidak boleh main-main dalam menangani kasus ini. Edi menjelaskan, jika kasus ini dibiarkan, maka KPAID akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. (bowo)

Close Ads X
Close Ads X