Janji Gubsu dan Menperin | Harga Gas Industri Sumut Turun Bulan Depan


Deliserdang – Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi menegaskan pemerintah pusat melalui Menteri ESDM sudah berjanji menurunkan harga gas untuk industri di Sumut dari USD 12, 2 per MMbtu menjadi USD 9,9 per MMbtu.

“Menteri ESDM sudah me­negas­kan harga gas di Sumut turun yang diberlakukan per 1 Maret nanti,” kata Gubsu Erry saat menghadiri peresmian pabrik sarung tangan PT Medisafe di Tanjung Morawa Deliserdang yang dihadiri Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kamis (23/2).

Dijelaskannya, hal itu di­sam­paikan menteri dalam Rapat Ter­batas bersama Presiden RI Joko Widodo yang dihadirinya pada pekan lalu di Jakarta. “Masalah gas dan listrik di Sumut termasuk yang menjadi poin pembahasan kami dalam Ratas. Masalahnya, harga gas untuk industri di Sumut adalah yang tertinggi dunia, seharga USD 12,2 us per MMbtu bahkan pernah menyentuh 13 US$ per MMbtu,” kata Erry.

Harga gas ini menjadi salah satu kendala investasi di Sumut dan menyebabkan industri di Sumut tidak mampu bersaing. “Desakan kami dijawab langsung oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan dengan memberi kabar gembira, per 1 Maret harga gas akan turun menjasi USD 9,9 per MMbtu,” kata Gubsu.

Walaupun masih tinggi jika di­bandingkan dengan negeri jiran Malaysia yang mematok harga gas hanya USD 5-6 per MMbtu, namun langkah penururnan tersebut menurut Gubsu sudah memberi angin segar bagi dunia industri di Sumut. “Kami berharap melalui Menteri Perindustrian, nantinya harga gas bisa diturunkan lagi, agar industri di Sumut dapat lebih kompetitif,” kata Erry.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam kesempatan itu ikut menegaskan bahwa harga gas industri di Sumut akan diturunkan per 1 Maret. “Harga gas bulan Maret ini akan turun dan akan terus dievaluasi per enam bulan,” kata Airlangga. Harga gas akan dievaluasi dan disesuaikan dengan harga minyak dunia.

Sebelumnya Pemerintah Provinsi Sumatera utara (Pemprovsu) telah melakukan berbagai upaya agar pemerintah pusat agar dapat melakukan kebijakan penurunan harga gas di Sumut yang selama ini menjadi keluhan pelaku industri. Diantaranya menyurati pemerintah pusat maaupun dengan menyampaikan persoalan tersebut melalui Dewan Energi Nasional, DPR RI dan DPD RI.

Kadis Pertambangan dan Energi Sumut, Eddy Syaputra Salim, Jumat (10/2) mengatakan, Gubsu sudah menyurati pemerintah pusat agar dapat mengambil kebijakan menurunkan harga gas di Sumut dengan angka satu digit per million metric british thermal unit (MMbtu).

Dijelaskananya tingginya harga gas di Sumut dikarenakan tingginya biaya pengangkutan, sebab gas dibawa dari Sulawesi/Papua untuk diolah di Pangkalan Brandan atau diolah di Arun Aceh, kemudian diangkut lagi ke Medan untuk industri.

Proses pengolahan dan pengangkutan dari daerah asal ke pulau Sumatera membutuhkan biaya yang besar terkena biaya pengapalan sekitar 1-2 US$ per MMbtu. Setelah itu gas diolah menjadi gas alam cair (LNG) atau regasifikasi, dengan biaya lagi 1,5 US$ per MMBtu. Selanjutnya gas dialirkan melalui pipa transmisi Arun-Belawan (toll fee). Dalam proses ini dikenakan biaya 2,53US$ per MMbtu.

Harga gas pun semakin mahal karena ditambah pajak, seperti PPN regasifikasi sebesar US$ 0,15/MMbtu, PPN Arun-Belawan US$ 0,25/MMbtu, margin PT Pertagas (perusahaan regasifikasi), dan biaya distribusi gas sebesar US$ 1,44/MMbtu yang dikenakan PT PGN (Perusahaan Gas Negara).

“Tingginya harga gas inilah yang menyebabkan industri kita sulit berkembang sehingga akan berdampak terhadap keberadaan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja karena produk yang dihasilkan industri tidak bisa bersaing dengan produk dari negara lain, makanya kita harapkan di bulan Februari ini Peraturan Menteri ESDM bisa keluar, sehingga harga gas yang disepakati 9,95 US$ per MMbtu itu bisa direalisasikan,” katanya.

Kawal Industri Andalan di Sumut
Di lokasi yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta Gubsu HT Erry Nuradi menjaga dan mengawal industri yang menjadi contoh industri padat karya berorientasi ekspor. Karena industri berbasis karet dan kelapa sawit merupakan klaster andalan di Sumut.

Hal ini diungkapkan Menperin saat meresmikan pabrik sarung tangan keenam milik PT Medisafe Tencnology di Jalan Batang Kuis Gang Tambak Rejo Pasar X Desa Buntu Bedimbar Tanjung Morawa Deliserdang, Kamis (23/2).

Hadir Bupati Deli Serdang Ashari Tambunan, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, anggota DPR RI Hasrul Azwar, staf khusus Menteri Happy Bone, Dirjen Industri Argo Panggah Susanto, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Maura Linda, Konjen Hindia Shalia Shah, Group Chairman Indorama Sri Prakash Lohia, Chairman PT Medisafe Technology Vikram Hora, unsur FKPD Provsu dan Kabupaten Deliserdang.

Menteri Airlangga mengatakan industri alat-alat kesehatan farmasi dan obat-obatan merupakan salah satu industri yang berkontribusi tinggi dan bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Tak pelak industri berorientasi ekspor berbasis lapangan pekerjaan menjadi salah satu andalan kementerian perindustrian.

Peresmian pabrik ini, lanjut Menperin, merupakan salah satu tema utama pembangunan tahun 2017 sebagai diharapkan Presiden Jokowi, yakni tahun pemerataan. Andalan pemerataan yakni Sumber Daya Manusia (SDM) dan target penyerapan tenaga kerja. Oleh karenanya Menteri berharap industri orientasi ekspor berbasis lapangan pekerjaan harus terus dibangun dan didorong.

“Inilah Pak Gubernur alasannya mengapa penting saya hadir disini. Karena ini industri yang menjadi contoh industri padat karya berorientasi ekspor. Tolong industri ini dijaga dan tolong didorong karena industri berbasis karet dan kelapa sawit merupakan klaster andalan di Sumut. Apalagi ditambah penciptaan klaster industri Sei Mangkei dan Kuala Tanjung,” kata Menperin.

Lebih lanjut dikatakannya, dalam rapat terakhir, pihaknya bahkan telah mengusulkan agar kedua klaster, Sei Mangke dan Kualatanjung, digabung karena akan memberikan efek yang lebih luas untuk mensuplai industri kelapa sawit dan turunannya plus industri aluminium.

“Kami usulkan klaster ini digabungkan karena kalau digabung luas lahannya lebih 4.000 hektar dan jarak keduanya hanya 7 km. Ini akan menimbulkan suatu efek yang lebih luas untuk mensuplai dari pada indutri kelapa sawit dan turunannya plus indutri aluminium,” ujarnya.

Untuk industri padat karya berorientasi ekspor lanjut Menteri, pihaknya sedang mengusulkan kepada kementerian keuangan untuk memperoleh insentif fiscal yang dapat berupa insentif investment allowance atau tax allowance. “Ini fomulanya sedang dibikin dan agak berbeda untuk allowance Big Industri.

Karena kalau Big industri itu 1 billion sampai 3 billion, bisa sepuluh tahun atau lebih. Mudah-mudahan tidak terlalu lama sudah kita formulasikan. Sudah kita bahas dengan Pak Presdien dan beliau sangat mendukung insentif untuk industri berorietntasi ekspor penyerapan tenaga kerja,” terangnya.

Kaitannya dengan Industri sarung tangan Menteri berharap diperlukannya inovasi. Karena saat ini Indonesia berada nomor dua dibelakang Thailand. Namun jika melihat perkembangan harga energi meningkat peluang di Indonesia masih cukup besar.

Kementerian Perindustrian lanjutnya juga mendorong agar produksi ini bisa dikonsumsi didalam negeri dengan pelaksanaan fasilitas fiscal yang ada harmonisasi dari regulasi.

“Saya ucapkan selamat kepada Medisafe Tecnology. Semoga peresmian pabrik ini menjadi bagian kelanjutan dari pada ekspansi perusahaan. Kalau di Malaysia produksinya 9 miliar (pcs per tahun) dengan perusahaan yang sama, disini bisa sama dengan di Malaysia. Pak Gubernur yang kawal,” pungkasnya. (andri)

Close Ads X
Close Ads X