Gaji Tak Dibayar, Guru Honorer Unjuk Rasa di Kantor DPRD Sumut

Sejumlah guru honorer bersama anggota Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) berunjuk rasa di depan halaman gedung DPRD Sumatera Utara, di Medan, Rabu (26/4). Mereka menolak pungutan perpanjangan Surat Keputusan Pegawai Tidak Tetap (SK PTT) karena dinilai merugikan para guru honorer. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/aww/17.

Medan – Puluhan guru honorer dari Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun melakukan aksi unjukrasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut), Jalan Imam Bonjol, Medan.

Puluhan guru honorer yang terdiri dari guru SD, SMP dan SMA didampingi Dewan Pimpinan Daerah Posko Perjuangan Rakyat (DPD Pospera) Provinsi Sumatera Utara. Mereka meminta agar gaji dibayar Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun.

Seorang guru honorer yang ikut unjukrasa, Agus Adi Syahputra mengatakan, pe­me­rintah daerah Kabupaten Simalungun telah melanggar UU No. 14 Tahun 2005 terhadap guru honorer dengan tidak memberi gaji kepada mereka selama enam bulan.

“Kami tidak digaji selama enam bulan. Kami juga meminta kejelasan status sebagai guru honorer di Simalungun,” katanya di sela-sela aksi, Rabu (26/4).

Selain tidak digaji, juga ada yang dipecat secara se­pihak serta mengharuskan pem­berian sejumlah uang untuk mengeluar­kan surat keputusan (SK). Sehingga menimbulkan kerugian terhadap para guru honorer, baik material maupun immaterial.

“Kami meminta Bupati Simalungun membayar gaji enam bulan tersebut, keluarkan SK 2017, tolak intimidasi kepada guru honorer, tolak pungutan biaya dalam perpanjangan SK PTT,” sebutnya.

Pecat 700 Guru, DPRD Sumut Segera Panggil JR Saragih

Dewan Perwakilan Rakyat Da­erah Sumatera Utara (DPRD Sumut) akan segera memanggil Bupati Simalungun, Jopinus Ramli (JR) Saragih dan Kepala Dinas Pendidikan, Simalungun Resman Saragih untuk membereskan masalah guru honor di Simalungun.

“Kita akan segera panggil Bupati Simalungun dan Kepala Dinas Pendidikan terkait pe­ngaduan guru,” kata Muchrid Nasution (Coki) saat menerima perwakilan Forum Guru Honor Simalungun.

Menurut Coki, permasalahan ini sangat miris. Apa yang terjadi ini merupakan masalah di banyak daerah, sehingga harus segera ditindaklanjuti. Anggota DPRD Sumut, Zulfikar menambahkan, Bupati harus menuntaskannya.

“Pemerintah yang tidak mem­perhatikan guru, tidak akan ber­tahan lama. Itu harus dicamkan Bupati Simalungun,” katanya.

Sebelum diterima anggota Dewan, massa guru honorer berunjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut dan menuntut DPRD Sumut memanggil serta memeriksa JR Saragih karena telah memecat 700-an guru honor secara sepihak.

Dalam hal ini, Ketua Lembaga Kajian Pendidikan dan Politik, Jon Roi Purba mengatakan, pemecatan sepihak dengan alasan guru berlebih adalah maladministrasi. Padahal Pe­merintah Simalungun baru merekrut guru awal 2017 tanpa transparansi. Perekrutan ini membuktikan ada kekurangan guru di Simalungun.

“Jadi ada 700 guru honor yang dipecat dan ditelantarkan Pemkab Simalungun. Enam bulan gajinya tidak digaji. Ini tidak manusiawi. Ini tidak masuk akal, apalagi hanya karena anggaran tidak cukup membayar gaji,” katanya.

Padahal di APBD Simalungun telah dianggarkan Rp8,3 miliar untuk gaji guru honor dengan nominal Rp1 juta per bulan. Semestinya anggaran itu cukup untuk satu tahun. Ini juga menjadi dasar bagi LKP2 untuk memperjuangkan guru.

“Tidak mungkin juga ang­garan dihitung kurang dari satu tahun. Selain itu ada dugaan maladministrasi sebab para guru diberhentikan hanya melalui surat edaran, padahal para guru diangkat dengan SK,” ujar Jon.

Ketua Forum Guru Honor Simalungun (FHGS), Ganda Armando Silalahi menyampaikan, pemecatan 700 guru honor ini menyalahi aturan karena hanya melalui surat edaran. Mestinya harus surat keputusan.

“Pihaknya sudah berjuang sejak 2013, namun belum men­dapatkan respon postif dari Pemkab Simalungun. Guru-guru sudah melaporkan dugaan maladministrasi ke Ombudsman RI Perwakilan SUMUT, DPRD Simalungun, DPRDSU, dan Gubernur,” katanya.

“Kami menuntut karena kami diperlakukan secara tidak adil oleh JR Saragih. Kami diiming-imingi akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil, namun sampai sekarang tidak diangkat. Bahkan kami dipecat hanya melalui surat edaran. Kami juga dimintai uang sekitar Rp15 juga oleh oknum di dinas pendidikan Simalungun untuk mendapatkan SPT (Surat Perintah Tugas–ini ditandatangani kepala dinas pendidikan).”

Ganda berharap agar gaji 6 bulan itu segera dibayarkan kepada guru guru honor Simalungun. Dia juga meminta kepada Bupati Simalungun agar guru-guru honor ini kembali diterima tanpa ada embel-embel apapun termasuk mengutip uang secara ilegal. Setelah berunjuk rasa di kantor DPRD Sumut, massa aksi melakukan long march ke kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro.

(anol)

Close Ads X
Close Ads X