Dua Bandar Besar Ditembak Mati | 7 Tahun Kendalikan Narkotik Malaysia-Medan-Jakarta

Direktur IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto (kedua kanan) Wakapolda Sumut Brigjen Pol Agus Andrianto (kedua kiri) bersama jajaran dan pihak Bea dan Cukai menunjukkan senjata api AK-47 milik tersangka bandar narkoba, pada gelar kasus, di Medan, Sumatera Utara, Kamis (23/3). Polisi berhasil menggagalkan peredaran narkoba asal Malaysia hasil pengembangan beberapa kasus, dengan barang bukti 160 butir pil happy five, dua senjata api, 250 butir peluru, empat mobil, satu motor Harley Davidson dari dua tersangka yang tewas ditembak. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/foc/17.

Medan – Direktorat Narkoba Bareskrim Mabes Polri kembali menembak mati bandar besar narkoba jaringan Internasional di Medan. Selain narkotik, dari tersangka disita barang bukti dua pucuk senjata api (senpi), berjenis AK 47 model lipat dan Revolver organik berikut ratusan butir peluru.

Direktur IV Bareskrim Narkoba Mabes Polri, Brigjen Pol Eko Danianto mengatakan, timnya berhasil menembak mati dua bandar narkoba sekaligus dari dua tempat berbeda. Selain menembak mati, Polri juga akan menyita seluruh harta benda milik keluarga tersangka sebagaimana diatur dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Kedua bandar yang ditembak mati bernama Azhari alias Ai warga Aceh Tamiang dan Husni, Warga Perumahan Pondok Surya II, Kecamatan Medan Helvetia. Dari kedua tersangka disita dua pucuk Senpi organik, pisau Komando (sangkur) dan uang tunai ratusan juta rupiah,” ujar Eko, saat pemaparan kasus di Markas Brimob Polda Sumut Jalan KH Wahid Hasyim Medan, Kamis (23/3).

Jenderal bintang satu tersebut mengatakan, andai saja kedua tersangka menyerah dan menunjukkan senjata dan barang bukti lainnya tanpa perlawanan, Polri tidak akan menembaknya hingga tewas.

“Setidaknya mereka masih bisa menghirup udara selama beberapa tahun ini, sebelum dihadapkan dengan regu tembak. Tetapi, mereka (Azhari dan Husni) justru meminta untuk segera mengakhirinya secepat mungkin makanya anggota saya mengabulkan permintaan itu. Isyaratnya adalah mela­kukan perlawanan, itu saya anggap permo­honan untuk segera mengakhiri hidupnya dan kita mengabulkan walau karena terpaksa,” ucap Eko, sambil bercanda.

Eko membeberkan, tersangka Azhari alias Ai delapan tahun silam sudah pernah meringkuk di balik jeruji besi dalam kasus yang sama. Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis kepada tersangka hanya enam tahun enam bulan. Tetapi, masa hukuman dijalaninya hanya tiga tahun enam bulan saja. “Setelah bebas, tersangka kembali bergelut dalam peredaran narkoba, bahkan lebih ganas lagi,” ungkap Eko.

Eko menyebutkan, dalam jaringannya, tersangka Azhari alias Ai berperan sebagai koordinator penyuplai narkoba dari Malaysia ke Indonesia melalui Aceh Tamiang lalu ke Jakarta. Terungkapnya jaringan ini berdasarkan hasil pengembangan dari seorang tersangka bernama Munizar, yang mengendalikan narkoba di Jakarta. Ia terlebih dahulu ditangkap di Ruko mewah Sedayu Square Blok K/ 51 Kamal Kapuk, beberapa waktu lalu.

Dari sana, polisi menemukan barang bukti sabu-sabu sebanyak 6,5 kilogram sabu-sabu, 190.000 butir pil ekstasi dan 50.000 butir pil Happy Five (H5). Berdasarkan keterangan tersangka Munizar, yang mengendalikan peredaran narkoba ini adalah Husni, orang Medan.

“Lalu kita melakukan pengembangan ke Medan dan menangkap Husni di rumahnya. Dari rumah tersangka ini lah disita Senjata itu berikut amunisinya serta dua bungkus pil H5. Kemudian, empat unit mobil jenis Toyota

Harrier, Pajero Sport, Mistsubishi Outlander dan Honda Jazz, serta satu unit sepeda motor jenis Harley Davidson termasuk beberapa buku tabungan, kartu ATM atas nama tersangka, adik ipar dan istrinya,” urai Eko.

Sebelum ditembak, Husni menyebut otak yang mengendalikan peredaran narkoba itu adalah tersangka Azhari alias Ai dari Aceh Tamiang. Polisi kemudian menangkap tersangka Azhari dari rumahnya di Aceh. Setelah ditangkap, Polisi meminta agar tersangka menunjukkan tempat penyimpanan senjata lainnya dan barang bukti narkoba.

“Tetapi saat diminta untuk menunjukkan barang bukti dan senpi simpanan, tersangka justru melawan dan sempat melarikan diri. Makanya anggota langsung melakukan penembakan. Itu makanya saya sebut isyarat untuk cepat menghadap sang pencipta (ditembak mati). Sedangkan tersangka Husni juga ditembak, saat ia mengelak menunjukkan tempat penyimpanan senjata lain. Sebab, kami berkeyakinan masih ada senjata dan barang bukti lain yang disimpan tersangka ini di suatu tempat,” ucap Eko.

Meski telah menembak mati dua sindikat narkoba itu, namun Polri menduga senjata milik tersangka diduga berasal dari sisa perang peninggalan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Kami berkeyakinan dan berdasarkan hasil analisa sementara, senjata AK 47 ini hasil kami duga peninggalan anggota GAM. Sebab, saya tau betul jenis senjata yang digunakan GAM kala itu. Karena saya pernah menjabat sebagai Kapolres Aceh Tamiang kala itu. Sedangkan Senpi jenis Revolver itu masih dalam tahap uji balistik di Mabes Polri,” sebut Eko.

Sementara itu, Wakapolda Sumut, Brigjen Pol Agus Andrianto mengatakan, kedua tersangka yang tewas ditembak itu sudah mengendalikan narkoba di Indonesia selama tujuh tahun. Dari hasil penjualan narkoba, kata Agus, tersangka berhasil memiliki sejumlah harta diantaranya tambak, ruko, kebun sawit seluas 3 Hektar (Ha) dan sejumlah harta benda lainnya.

“Semua itu akan disita. Seluruh harta yang dimiliki keluarga tersangka ini akan disita dan mereka dimiskinkan. Itu masih interogasi sementara ya, nanti akan ditelusuri lagi seluruh hartanya dimana saja dan uangnya disimpan dimana saja. Kita minta pihak bank terkait untuk segera membekukan asetnya yang disimpan di bank agar tidak ada transaksi,” tegas Agus.

Orang nomor dua di Polda Sumut tersebut menuturkan, tim Narkoba Bareskrim Mabes Polri sudah sejak lama membangun kerjasama dalam pemberantasan narkoba dengan Kepolisian Malaysia.

Bahkan, seluruh informasi adanya transaksi narkoba yang ada di Malaysia sudah diberitahu. Namun tidak ada tindakan. “Saya hanya bisa menyebut, rambut sama hitam tetapi soal hati hanya Tuhan dan orang yang bersangkutanlah yang mengetahuinya. Sebab, walaupun sudah ada kerjasama dan informasi sudah kita berikan tetap saja narkoba ini datangnya dari Malaysia,” kata Agus.

Penjajahan Baru
Sementara itu, Ketua Gerakan Anti Narkotika (Granat) Sumut, Hamdani Harahap menilai, rentetan penangkapan para gembong narkoba yang belakangan ini mulai terungkap dalam jumlah besar menandakan adanya upaya penjajahan dengan cara baru.

Karena itu, tindakan tegas berupa tembak mati bandar dan jaringannya sudah sepantasnya dilakukan. “Kalau saya bilang ini Polri sudah terlambat melakukannya. Sebab, sekarang ini bandar-bandar narkoba itu sudah punya senjata api laras panjang dan laras pendek. Ini sangat dan sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat,” ujar Hamdani.

Dikatakan Hamdani, Indonesia sudah sepatutnya mengikuti langkah pemerintah Filipina dalam memerangi narkoba. Jika tidak, para bandar ini akan semakin merajalela. “Orang-orang seperti ini tak perlu diadili di pengadilan lagi tetapi langsung dieksekusi di lapangan,” ujarnya.

Hamdani menuturkan, Pasal 48 dan 49 KUHPidana menyebut, Polri bisa saja menembak pelaku atau bandar narkoba ini tanpa harus berpikir panjang. “Dengan terpaksa kita bisa saja menembak atau mengeksekusi mati para bandar narkoba ini. Sebab, kondisi saat ini sudah memaksa kita untuk bertindak dengan terpaksa,” terangnya.

Menurutnya, beberapa tahun sebelumnya, Negara asing yang ingin menjajah bangsa Indonesia ini mengirimkan narkoba dalam jumlah besar ke dalam negeri untuk merusak.

“Setelah berhasil merusak, maka orang asing itu memberikan rasa ketergantungan. Dan inilah yang sudah terjadi di masa sekarang,” pungkasnya. (ial/bowo)

Close Ads X
Close Ads X