Fira dan Bramasto Duta RI | Siswa CKS Raih Dua Emas ICYS 2017 di Jerman

Medan – Siswa Chandra Kusuma School (CKS), Fira Fatmasiefa dan Bramasto Rahman Prasojo kembali mengharumkan nama Republik Indonesia (RI) melalui prestasi mereka.

Keduanya yang kebetulan kakak- beradik itu tergabung dalam satu tim mewakili RI di ajang International Conference of Young Scientist (ICYS) 2017, berhasil meraih medali dua emas dalam bidang “Computer Science” (untuk Research Presentation dan Poster Session).

Prestasi gemilang itu diraih keduanya melalui hasil riset berjudul “Braille Learning Algorithm” dengan membuat alat bagi tunanetra untuk belajar Braille secara mandiri.

“Kami terinspirasi melakukan riset tentang Braille berdasarkan kesedihan seorang teman yang menjadi tunanetra ketika berusia 13 tahun yang mengaku sangat ingin bisa membaca dan menulis seperti dulu,” tutur Fira Fatmasiefa di Chandra Kusuma School, Komplek Cemara Asri Deliserdang, Rabu (26/4).

Riset yang membawa keduanya merebut emas di Jerman itu, berawal usai kegiatan baksos mengunjungi SLB Yapentra di Tanjung Morawa.

Fira dan Bramasto mengaku sedih melihat teman mereka mengalami kebutaan karena kecelakaan, sehingga tak bisa membaca seperti dulu lagi. Keinginan untuk membantu kaum tunanetra-lah mendasari riset mereka tersebut.

Fira yang merupakan siswi kelas 2 SMA CKS ini juga menuturkan pengalamannya bersama adiknya, Bramasto, siswa kelas 3 SMP saat mengikuti acara tingkat internasional itu di Jerman, 16 – 23 April 2017.

Dia mengaku tak menyangka timnya mendapat medali emas. Pasalnya, mereka harus bersaing keras dengan peserta lainnya. Seperti diketahui, peserta ICYS 2017 berasal dari Belarusia, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Prancis, Georgia, Jerman, Yunani, Hungaria, India, Iran, Lithuania, Makedonia, Malaysia, Belanda, Polandia, Rumania, Rusia, Serbia, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Tunisia, Turki dan Ukrania.

Ketua Yayasan Pendidikan Cemara Asri Malahayati Holland mengungkapkan, dalam dua tahun berturut-turut CKS berhasil merebut prestasi di ajang internasional.

Sebelumnya di ajang ICYS 2016 di Rumania, siswa CKS atas nama Wilbert Osmond merebut medali emas. Sedangkan di ajang APCYS 2016 di India, Bramasto Rahman Prasojo meraih medali perak.

Malahayati menuturkan, dua medali emas yang diraih Fira dan Bramasto melalui proses panjang. Mereka berhasil melalui tahapan kompetisi tingkat daerah bersaing dengan siswa se-Sumut dalam ajang lomba yang disebut LPBSU 2016, kemudian tingkat nasional, hingga akhirnya ditetapkan sebagai perwakilan dari Indonesia di ajang internasional, ICYS 2017 di Jerman.

Sementara itu, guru pembimbing Fira dan Bramasto, Sunggu Ponten Pranata menyebutkan riset kedua siswa CKS itu berhubungan dengan sosial.

“Ini tantangan. Kami harus menggali apa yang dirasakan orang buta. Orang yang buta dari lahir berbeda dengan buta karena kecelakaan saat usia dewasa. Secara mental, lebih sulit menerjemahkan perasaan mereka ke komputer science. Problemnya, bagaimana menyentuh sosial dengan matematika science,” kata Ponten.

Dia berharap penemuan murni kedua siswa itu bisa dipatenkan. Menurutnya juri menilai alat itu unggul karena memiliki aspek sosial yang bagus dan berdampak pada kehidupan masyarakat luas.

“Belum ada alat yang dapat bantu tunanetra pelajari braille secara mandiri. Kami berharap bisa membuat perubahan dan membantu tunanetra belajar lebih cepat dan gampang. Intinya, dengan alat itu bisa mengembalikan kemampuan menulis dan membaca bagi tunanetra,” bebernya.

Kepala Sekolah Chandra Kusuma School Miss Rita mengakui, hasil riset itu bisa memberikan dampak positif pada orang-orang yang membutuhkan.

Miss Rita mengatakan, terkait pengurusan hak paten sudah diserahkan kepada pengacara yayasan, dan masih dalam proses konsultasi.

“Jika kami tidak memproduksi alat ini secara banyak, maka manfaatnya tidak akan dirasakan masyarakat secara luas. Sebab, tujuan mempatenkan suatu alat adalah supaya bisa memproduksi lebih banyak,” katanya.

Orang tua Fira dan Bramasto yang hadir pada pertemuan di sekolah itu, dr Diah Purworini, menambahkan, untuk mempatenkan suatu hasil penelitian bukan hanya produk, melainkan ide orisinal yang dihasilkan.

dr Diah yang juga guru Biologi di CKS ini menyebutkan, ada unsur sosial dan kepedulian yang sangat sarat dalam riset dilakukan Fira dan Bramasto.

“Selama ini Braille memakai cara konvensional dan mutlak membutuhkan kehadiran guru. Namun dengan riset ini menghadirkan pembelajaran pola-pola Braille dengan self learning atau belajar mandiri,” ujarnya.

Disebutkannya, kelebihan lain dengan “Braille Learning Algorithm” ini penderita bisa belajar Braille secara mandiri dan mempelajari dengan alat temuan itu akan lebih cepat dibandingkan dengan teknik konvensional.

(swisma)

Close Ads X
Close Ads X