Saham Unggulan Bikin IHSG Perkasa Selama Sepekan

Jakarta – Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak menguat selama sepekan. Hal itu didorong penguatan saham unggulan.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (9/12), IHSG naik 1,32 persen dari posisi 5.952 pada 30 November 2017 menjadi 6.030 pada 8 Desember 2017.

Penguatan IHSG didorong saham-saham unggulan naik 2,59 persen selama sepekan. Saham-saham unggulan masuk LQ45 itu menguat usai alami aksi jual pada pekan lalu. Sementara itu, investor asing juga masih melakukan aksi jual. Investor asing melakukan aksi jual sekitar US$ 349 juta.

Di pasar surat utang atau obligasi, indeks saham obligasi turun 0,3 persen. Imbal hasil surat utang atau obligasi bertenor 10 tahun menguat menjadi 6,56 persen. Investor asing melakukan aksi jual US$ 164 juta di pasar obligasi.

Dalam laporan Ashmore juga menyebutkan, IHSG sempat sentuh berada di level terendah dan tertinggi pada November 2017. IHSG sempat ditutup di level 5.952 pada November atau turun 0,89 persen lantaran aksi jual investor asing terutama di pasar negosiasi.

Di luar itu, IHSG sempat sentuh level tertinggi ke posisi 6.070 sebelum akhir November. Ashmore menilai, aksi jual investor asing terjadi karena perubahan posisi portofolio Indonesia di MSCI Global yang menyebabkan adanya re-balancing negatif untuk Indonesia.

“Investor domestik yang selama ini telah mendukung pembelian bersih saham, kami lihat masih mendominasi pergerakan indeks pada November. Usai Oktober ada aksi beli lebih besar di saham berkapitalisasi kecil, pada November terjadi aksi ambil untung,” tulis Ashmore.

Adanya aksi jual itu di sektor saham material, kelapa sawit dan properti. Hal ini menyebabkan MSCI kapitalisasi kecil turun 2,21 persen. Sedangkan indeks saham LQ45 melemah 0,01 persen.

Sedangkan pasar obligasi menunjukkan penguatan 2,63 persen pada November 2017 sebelumnya konsolidasi. Imbal hasil mengaut ke level 6,5 persen untuk obligasi pemerintah 10 tahun usai ditutup 6,8 persen pada Oktober 2017.

Hal itu karena sentimen dari risiko negatif Amerika Serikat (AS) mencakup di antaranya perubahan pimpinan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve dan reformasi pajak AS telah menurun.

Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menguat 0,27 persen yang sebabkan investor asing lakukan aksi beli Rp34,5 triliun pada November 2017. (l6)

Close Ads X
Close Ads X