Banyak Lahan Pertanian Dikonversi | Pembangunan Hunian Tapak harus Dialihkan ke Vertikal

Sejumlah bangunan hunian vertikal berdiri di antara kawasan padat penduduk di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (11/3). Semakin sedikitnya lahan kosong untuk perumahan menyebabkan semakin banyaknya pembangunan hunian vertikal di kota yang berpenduduk lebih dari dua juta jiwa tersebut. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pd/17.

Jakarta – Tak dapat dipungkiri, pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa menjadi yang terbesar di Indonesia. Kepadatan penduduk tersebut ditopang oleh pembangunan infrastruktur di kota-kota besar.

Papan atau tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan utama manusia. Tiap tahun kebutuhan rumah terus bertambah jumlahnya. Akibatnya banyak lahan dialihfungsikan untuk menjadi hunian.

Alih fungsi lahan untuk dibangun perumahan ini pun memberikan dampak yang terbilang cukup besar. Kondisi itu menyebabkan banyak lahan pertanian yang hilang akibat dialih fungsikan menjadi perumahan.

President Director Synthesis Budi Yanto Lusli memperkirkan pada tahun 2050 kepadatan penduduk di Pulau Jawa akan semakin tinggi. Bahkan pada saat ini populasi penduduk di kota-kota besar di Pulau Jawa sudah mencapai 50%.

“Dilihat lahan pertanian di Pulau Jawa dikonversi sangat besar. Tiap tahun turun 700 ribu hektare. Ke mana lahan pertanian ini hilang, lahan pertanian hilang karena perkembangan kawasan kota,” katanya, Rabu (26/4)

Disebutkannya populasi perkotaan Pulau Jawa sekarang sekitar 50%. Pada 2050 bisa mencapai 80% populasi di perkotaan. Itu karena tingginya angka urbanisasi, orang berbondong-bondong ke kota.

Semisal di Jakarta dan kawasan penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek), dia mengatakan, kepadatan penduduk di daerah tersebut sudah sangat padat. Dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, kawasan tersebut merupakan kawasan terpadat.

Dengan tingginya populasi penduduk di perkotaan membuat kebutuhan tempat tinggal di kawasan tersebut semakin tinggi. Namun, ketersediaan lahan jumlahnya tidak pernah bertambah. Sehingga konsep pembangunan tempat tinggal mesti beralih dari rumah tapak ke hunian vertikal.

“Dari situ timbul kegelisahan kami kenapa lahan pertanian berkurang karena diambil untuk rumah, terus lahan pertanian kurang lalu ngambil hutan, hutan kurang jadi longsor banjir dan lain-lain,” jelasnya.

Oleh karenanya, melihat kondisi seperti tersebut di atas, ia menyarankan agar ke depannya pembangunan tempat tinggal dihentikan dan difokuskan ke arah vertikal. Ketimbang membangun rumah tapak atau landed house, pembangunan tempat tinggal menurutnya mesti difokuskan ke apartemen maupun rumah susun (rusun).

Sebab, ia mengatakan, pembangunan hunian vertikal tak memerlukan banyak lahan jika dibandingkan dengan rumah tapak. Misalnya, dengan luas lahan yang sama, jika dikonversikan menjadi rumah tapak hanya mampu menghasilkan unit rumah yang terbatas jika dikonversi menjadi hunian vertikal.

Dengan kata lain, pembangunan hunian vertikal jauh lebih efisien ditengah jumlah lahan yang semakin terbatas karena tingginya pertumbuhan penduduk. Sementara itu Direktur Pemasaran Perumnas Muhammad Nawir menyebutkan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di bidang perumahan dinilai perlu untuk mulai konsen membangun tempat tinggal vertikal. Hal itu dikarenakan kebutuhan hunian meningkat drastis.

“Benar bahwa Jawa dan juga kota besar khususnya di Indonesia ini memang sudah waktunya untuk tinggal di hunian vertikal karena memang praktis sekarang ini tak ada kota besar yang tidak macet,” kata Nawir.

Ia mencontohkan, semisal Medan, Palembang, Bandung, Surabaya bahkan Semarang sudah semakin padat. Kebutuhan akan tempat tinggal menjadi persoalan penting. Namun, mengingat keterbatasan ketersediaan lahan membuat pembangunan tempat tinggal dituntut dalam model vertikal.

Dengan tingginya kebutuhan tempat tinggal khususnya di kawasan perkotaan, berdampak terhadap meningkatkan harga tanah. Imbasnya membuat harga jual maupun sewa rumah menjadi semakin mahal.

“Pada gilirannya hukum alam berjalan otomatis harga tanah kota besar makin tinggi. Ini menyebabkan keterjangkauan penduduk Indonesia dalam membeli rumah makin ketinggalan,” tambahnya.

Dengan demikian, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi kondisi tersebut pembangunan hunian vertikal semisal rumah susun dan apartemen menjadi hal yang mesti dilakukan. Sebab pembangunan hunian vertikal tak membutuhkan lahan yang terlalu luas.

(oz)

Close Ads X
Close Ads X