Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga rata-rata daging sapi lokal di Indonesia adalah Rp 114.000/kilogram (kg). Harga tertingginya adalah Rp 150.000/kg. Selain itu, kebutuhan nasional untuk konsumsi daging pada hari raya lebaran 2017 nanti diperkirakan sebanyak 60.000 ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan harga tertinggi daging sapi lokal terdapat di daerah Tanjung Solok, Jambi. Sedangkan, harga terendah ada di daerah Denpasar, Bali.
“Harga rata-rata nasional saat ini adalah Rp114 ribu/kg atau setara US$8,69 untuk paha belakang. Dan tertingginya Rp150 ribu di Tanjung Solok. Terendah Rp85 ribu di Denpasar,” ungkap Oke di Kantor Pusat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Selasa (24/1).
Ia pun mengatakan, harga tersebut memang sudah berhenti di posisi tersebut. Ia pun mengakui sulit menurunkan harga daging di bawah rata-rata nasional tersebut, walaupun telah banyak daging impor beku, baik sapi maupun kerbau.
“Ya kurang lebih ini memang harganya di situ. Mau kita paksakan turun juga kalau memang namanya daging segar harganya sekitar di situ. Sehingga upaya kita untuk menurunkan harga dengan daging beku, kayanya agak kerepotan juga,” kata dia.
Sementara itu, untuk harga daging di beberapa negara di Asia Tenggara, Singapura merupakan negara yang menjual harga daging paling tinggi. Sedangkan, Filipina menjual harga daging yang terendah dengan nilai US$4,9/kg.
“Harga daging sapi di Asia Tenggara itu di Singapura US$13,75/kg, Kurang lebih Rp180.000. Sedangkan yang terendah di Filipina US$4,9/kg, mungkin daging sapi di Filipina itu kurang juga diminati,” tuturnya.
Stok Lebaran Diperkirakan 60.000 Ton
Selain itu, Kementerian Perdagangan telah memperkirakan kebutuhan nasional untuk konsumsi daging pada hari raya lebaran 2017 nanti sebanyak 60.000 ton.
“Kebutuhan untuk Juni (lebaran) 60.000 ton,” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan.
Sementara, untuk rata-rata Januari hingga Mei 2017, Oke mengatakan, perkiraan kebutuhan daging masyarakat berkisar 56.000 ton.
“Jadi kebutuhan rutin kita bulanan, itu dipasok dari 2 hal, dengan memotong sapi bakalan yang sudah digemukkan, dan dari daging, termasuk dari daging beku. Kombinasi itu setara per bulannya, perhitungan kami kebutuhannya adalah 56.000 ton,” kata Oke.
Ia pun mengatakan, pemerintah optimistis dapat memenuhi stok kebutuhan hingga Juni atau Hari Raya Lebaran nanti.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan lebaran tersebut, pemerintah bakal melakukan berbagai upaya. Seperti kerja sama antara Badan Usaha Logistik (Bulog) dan Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI).
“Langkah-langkah sudah diambil, dari saat ini, salah satunya ada kerja sama antara Bulog dengan ADDI untuk pendistribusian. Daging kerbau, ada memberikan izin terhadap daging beku, juga memberikan izin terhadap pemasukan sapi bakalan yang dikaitkan dengan sapi indukan,” terang Oke.
Nantinya, kata Oke, kebutuhan daging tersebut akan dipasok baik dari sapi bakalan yang telah digemukan, maupun dari daging impor.
“Jadi konsumsi daging ini akan dipasok baik melalui rumah potong hewan, dengan memotong hewan yang sapi bakalan yang digemukan, dan dikombinasikan dengan impor daging, baik itu sapi maupun kerbau dengan harga yang diberikan alternatif diberikan ke masyarakat untuk harga yang terjangkau,” tutur Oke.
Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Sanitari dan Keamanan Produk Hewan Kementan, Agung Suganda mengatakan, pihaknya bakal mengandalkan kebijakan 1:5 untuk dapat terus memenuhi pasokan sapi.
“Jadi setiap mengimpor satu indukan, harus ada 5 bakalan. Ini merupakan upaya kita dalam rangka meningkatkan populasi sapi di dalam negeri,” kata dia.
“Berdasarkan neraca di 2017, perkiraan pasokan daging ini masih cukup untuk kebutuhan menjelang puasa dan lebaran 2017. Jadi ya kita kejar supaya bisa terealisasi,” tuturnya.
(dtf)