BI Terus Jaga Stabilitas Nilai Rupiah

Beri Keterangan. Kepala Grup Sistem Pembayaran BI Sumut, Andiwiana Septonarwanto beri keterangan kepada wartawan. Netty

Medan | Jurnal Asia

Mata uang Rupiah masih berada di tengah keterpurukan terhadap dolar Amerika di mana pada penutupan perdagangan Rabu (15/8) dikisaran Rp.14.562 per US Dolar dan IHSG ditutup menguat di level 5.816.

Pelemahan Rupiah masih dipengaruhi tekanan eksternal di mana pasar masih sangat mengkhawatirkan keberlangsungan Turki yang dinilai masih belum mampu keluar dari tekanan krisis.
Kepala Grup Sistem Pembayaran BI Sumut, Andiwiana Septonarwanto mengatakan, Bank Indonesia terus mencermati pergerakan rupiah untuk menjaga fluktuasi Rupiah baik terhadap inflasi ataupun valuta asing.

“Bagi kami yang terpenting adalah stabilitas nilai tukar, walaupun rendah tetapi kalau fluktuasinya tinggi tetapi juga sangat merepotkan pelaku usaha,” katanya

Disebutkannya BI terus berupaya Rupiah bisa akomodatif terhadap kegiatan perekonomian. Tetapi yang terjadi saat ini karena dinamika global di mana dua negara besar sedang berdinamika perekonomiannya sehingga negara di dunia terkena imbasnya termasuk Indonesia.

Tapi, kata dia, Indonesia mempunyai Pekerjaan Rumah (PR) lebih dibanding negara yang sedang membangun lainnya karena defisit neraca pertumbuhan. Indonesia juga memiliki ekonomi tinggi.

“Jadi tidak perlu dikhawatirkan. Hanya perlu diwaspadai barang impor karena bisa menaikkan harga barang di tingkat konsumer. BI akan berada di tengah pasar untuk menstabilkan rupiah sehingga menciptakan kepastian di dunia usaha,” tegasnya.

Sementara, Analis Pasar Saham, Gunawan Benjamin mengungkapkan, diantara sederetan mata uang yang mengalami pelemahan, Turki, Venezuela, Argentina memang termasuk negara yang paling dirugikan sejak tren penguatan US Dolar terjadi setelah Bank Sentral AS menyuarakan rencana kenaikan bunga acuannya. Dan perang dagang memperburuk keduanya.

Meski demikian, perkembangan ke depan akan melihat bagaimana Erdogan mengambil langkah langkah untuk menahan pelemahan mata uang lira. Jadi tidak selamanya Rupiah akan mengalami tekanan secara terus menerus, ada masa jedanya dan pasar keuangan bisa berbalik arah.

“Walaupun sejauh ini Presiden Turki mengklaim bahwa Turki sedang tidak dilanda krisis. Akan tetapi, pelaku pasar justru menyikapinya dengan berbeda. Pelemahan Lira yang tidak wajar menjadi isu penting bagi pelaku pasar serta berpendapat bahwa Turki tengah masuk ke jurang krisis,” tandasnya. (netty-swm)

Close Ads X
Close Ads X