Wajib Impor Indukan, Feedloter Terancam Bangkrut

Petugas melakukan aktivitas bongkar muat sapi impor yang baru saja tiba dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (2/9). Pemerintah mengimpor sebanyak 50.000 sapi potong dari Australia secara bertahap pada periode Agustus hingga Desember 2015 guna menjaga kestabilitas pangan khusunya kebutuhan daging sapi bagi masyarakat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/15.
Petugas melakukan aktivitas bongkar muat sapi impor yang baru saja tiba dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (2/9). Pemerintah mengimpor sebanyak 50.000 sapi potong dari Australia secara bertahap pada periode Agustus hingga Desember 2015 guna menjaga kestabilitas pangan khusunya kebutuhan daging sapi bagi masyarakat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/15.

Jakarta – Kementerian Pertanian (Kem­tan) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.49 Tahun 2016 tentang pemasukan ruminansia besar. Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah kewajiban bagi para feedloter mencantumkan jumlah sapi indukan dan bakalan dalam surat rekomendasi impor sapi. Kebijakan baru ini bertujuan untuk mendorong feedloter terlibat dalam mengembangbiakkan sapi di dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Didiek Poerwanto mengatakan, aturan ini dirasakan terlalu berat bagi pengusaha sapi bakalan. Dalam prakteknya, kebijakan impor sapi bakalan dengan wajib mengimpor satu ekor sapi indukan setiap lima ekor sapi bakalan akan langsung memukul bisnis feedloter. Sebab pada tahun kedua pasca kebijakan ini diberlakukan, seluruh kapasitas kandang feedloter sudah di­penuhi sapi indukan.

Pasalnya, setiap kali me­ngimpor sapi bakalan maka 20% dari volume impor itu merupakan sapi indukan. Artinya bila dalam setahun, setiap feedloter tiga kali impor sapi bakalan, maka jumlah sapi indukan yang masuk ke kandang mereka sudah mencapi 60% dan pada tahun kedua jumlah sapi indukan yang ada di kandang sudah 100% dari total kapasitas kandang. “Maka kalau tidak ada penambahan kapasitas kandang, maka pada tahun kedua, semua kandang feedloter sudah dipenuhi sapi indukan,” ujar Didiek, Selasa (25/10).

Selain masalah kandang, masalah permodalan juga menjadi kekhawatiran feedloter. Selama ini, feedloter dapat modal dari perbankan, maka setiap kali impor sapi bakalan, maka sebanyak 20% dari total modal mereka akan berhenti berputar, karena untuk menghasilkan anak dari sapi indukan butuh waktu di atas tiga tahun. Nah di tahun kedua, maka 100% modal feedloter terhenti di sapi indukan. “Dampaknya, semua dana operasional perusahaan akan tergerus dan ini berpotensi mematikan perputran bisnis feedloter,” ujarnya.

Kalau pun feedloter bekerja sama dengan petani, maka tetap saja modal untuk pembelian sapi indukan ditanggung feedloter. Sebab sapi ini baru akan menghasilkan dalam tiga tahun setelah pembelian. Namun karena ini telah menjadi kebijakan, maka feedloter tidak ada pilihan lain selain mengikuti aturan tersebut.
(kc)

Close Ads X
Close Ads X