Perikanan Budidaya Kurang Perhatian

Jakarta – Sejumlah rekomendasi di­sampaikan Masyarakat Akua­kultur Indonesia (MAI) menyusul perhatian pemerintah yang kurang terhadap perikanan budidaya dibandingkan dengan perikanan tangkap.

Ketua Umum MAI Rokhmin Dahuri menilai pemerintah belum berpihak kepada pe­ngem­bangan budidaya per­ikanan nasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan dan beberapa kementerian ter­kait belum melaksanakan Instruksi Presiden No 7/2016 dan Peraturan Presiden No 3/2017 yang memerintahkan percepatan industrialisasi per­ikanan nasional, termasuk perikanan budidaya.

“Potensi akuakultur sangat besar, tetapi belum dimanfaat­kan secara optimal,” katanya dalam keterangan resmi tentang hasil rapat kerja nasional MAI, Senin (24/4).

Padahal, lanjut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75% luas wilayahnya berupa laut dan sekitar 30% dari luas wilayah daratnya berupa ekosistem perairan, seperti danau, sungai, waduk, dan perairan rawa, Indonesia memiliki potensi produksi per­ikanan budidaya terbesar di dunia, yakni sekitar 100 juta ton per tahun.

Potensi produksi akuakultur itu berasal dari usaha perikanan budidaya di perairan laut (ma­rikultur) seluas 24 juta hektare, di perairan payau (tambak) seluas 3 juta ha, dan di perairan tawar (sungai, danau, waduk, saluran irigasi, kolam air tawar, dan minapadi) 3 juta ha.

Total potensi ekonomi yang bisa dikembangkan dari usaha akuakultur diperkirakan US$200 miliar per tahun atau hampir sama dengan APBN 2017 dan diestimasi menyerap 30 juta orang tenaga kerja on farm.

Belum lagi potensi lapangan kerja off farm, seperti yang bisa bekerja di industri hulu akuakultur (pembenihan, pabrik pakan, kincir air tambak, dan sarana produksi akuakultur lain), dan di industri hilir, seperti pabrik pengolahan dan pengemasan. (bc)

Close Ads X
Close Ads X