Penetapan Harga Gula Jaga Daya Beli Masyarakat

Kepala Bulog Sub Divisi Regional (Subdivre) Gorontalo, Sjamsudin (kedua kiri) mengawasi karyawan mengisi kantong plastik dengan gula pasir sebanyak 1 kg di kantor Bulog Gorontalo, Selasa (9/8). Untuk melakukan stabilisasi harga gula dipasaran yang saat ini mencapai Rp18ribu/kg, Bulog menyediakan 560 ton gula putih dan dijual dengan harga Rp13.450/kg. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/ama/16

Jakarta – Langkah penetapan harga gula oleh produsen dan dis­tributor di level Rp12.500 per kilogram yang dilakukan pada awal Januari 2017 ini, dinilai sebagai kebijakan tepat sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat yang belakangan tengah menurun.

Ekonom Lembaga Ilmu Pe­ngetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, mengatakan mendorong konsumsi masyarakat termasuk komoditas gulasebagai pemacu pertumbuhan ekonomi meru­pakan langkah logis di tengah-tengah performa eakspor yang belum bisa diharapkan.

“Salah satunya dengan menciptakan stabilitas arga, ujungnya hal ini berkorelasi dengan daya beli dan konsumsi. Ini suatu hal yang baik dan perlu diapresiasi,” kata Latif di Jakarta, Rabu (25/1).

Dia meyakini penetapan harga patokan, dilakukan berdasarkan perhitungan elastisitas daya beli masyarakat terhadap suatu produk atau komoditas.

“Untuk menjaga daya beli masyarakat, boleh jadi harga gula memang di angka sebesar itu, kalau di atas harga tersebut bisa saja menurunkan daya beli,” ujarnya.

Namun, menurut Latif, lang­kah untuk menjaga daya beli masyarakat memang tak cukup hanya dengan menetapkan harga patokan. Ada faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan pemerintah. Diantaranya me­kanisme pasar yang harusnya lebih dari hanya sekedar mem­pertemukan produsen dan dis­tributor.

“Kemudian ada faktor lain seperti spekulan, jaringan dis­tribusi atau biaya logistiknya atau bagaimana menghubunkan daerah produksi dengan daerah konsumsi, itu juga perlu di beresi pemerintah,” tuturnya.

Adapun Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi An­dreas Santosa menuturkan, setelah kenaikan harga gula tahun lalu yang bisa mencapai Rp16.000 – Rp17.0000 per ki­logram, saat ini harga gula memang tengah mencari ke­seimbangan baru, meski be­lum mencapai harga sebesar Rp12.500 perkilogram seperti yang sekarng menjadi patokan.

Jika ada kesepakatan untuk menetapkan harga gula konsumsi di level Rp12.50 perkilogram, harus ada kompensasi yang diberikan kepada petani agar tidak terlalu merugikan atau menghilangkan potensi keun­tungan.

Keterlibatan petani dalam mekanisme impor gula di­jelas­kannya bisa melalui pemberian kuota impor raw sugar ke se­jumlah koperasi atau kelompok tani.

“Untuk kuota yang 400.000 ton itu bisa diberikan ke ke sejumlah kelompok petani, untuk kemudian bisa dijual ke pabrik gula rafinasi yang membutuhkan, jadi petani ada penghasilan lain,” tuturnya, di kesempatan berbeda.

Dalam upaya menekan harga jual gula kelevel Rp12.500 per kg, Kementerian Perdagangan juga melakukan pemangkasan jalur distribusi dari produsen ke konsumen. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan peran BUMN dan BUMD serta sektor swasta dalam pendistribusian gula.

Pemangkasan juga di­la­ku­­­kan dalam alur impor gula. Ji­ka dulunya harus melalui pe­­nu­gasan dari pemerintah ke BUMN, kini Kemendag me­ng­izinkan beberapa pabrik untuk mengimpor lang­sung gula men­tah untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi. (ant)

Close Ads X
Close Ads X