Jakarta – Pertumbuhan ekonomi global yang tengah melambat juga berimbas bagi Indonesia. Meski begitu, sektor perkebunan sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar negara tetap memberikan kontribusi positif melalui peningkatan ekspor.
Dalam keterangan tertulis dari Kementerian Pertanian, Rabu (22/3), tercatat ekspor komoditas sawit dan turunannya selama 2016 mencapai 28,4 juta ton dengan nilai US$ 17,8 miliar atau setara Rp 240 triliun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan periode 2015 yang mencapai Rp 220 triliun atau mengalami peningkatan keseluruhan sebesar 8 %.
Memasuki tahun 2017, harga minyak dunia yang perlahan bergerak naik memberikan optimisme ke arah membaiknya perekonomian global, dan ini berdampak pada kinerja ekspor komoditas pertanian yang ditandai dengan harga ekspor yang ikut tergerak naik. Tercatat Januari 2017 volume ekspor produk sawit mencapat 2,9 juta ton atau senilai US.$ 2,07 miliar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Januari 2016 dimana ekspor sawit sebesar 2,4 juta ton atau senilai US$1,19 miliar.
Indikasi positif peningkatan nilai ekspor ekspor sawit dan turunannya diprediksi akan mencapai 26,5 juta ton pada tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor pada periode 2016 yaitu sebesar 25,7 juta ton. Dari total produk sawit yang diekspor, sebanyak 74,6 % adalah produk turunan yang mencapai 54 jenis, dan diekspor ke negara konsumen utama yaitu Pakistan, India, Belanda dan RRT. Dan ini berarti ekspor produk sawit tidak lagi semata berfokus pada produk Crude Palm Oil (CPO).
Trend peningkatan ekspor juga terlihat pada beberapa produk unggulan komoditas perkebunan yaitu karet, tercatat ekspor pada januari 2017 mencapai 245.524 ton atau senilai US$ 423,5 juta, sedangkan pada Januari 2016 pencapaian ekspor karet hanya sebesar 184.371 ton dengan nilai US$ 215,8 juta. Ekspor kopi di awal tahun 2017 mencapai 35.743 ton dengan nilai US$ 95,8 Juta, sedangkan pada Januari 2016 ekspor kopi sebesar 27.516 ton dengan nilai US$ 73,8 juta.
Secara umum ekspor produk perkebunan Tahun 2017 sangat prospektif. Trump Effect yang disinyalir sebagai upaya pemerintah Amerika memperkuat ekonomi dalam negerinya akan berimbas pada penguatan mata uang dollar Amerika terhadap rupiah. Penguatan ini juga akan semakin menggairahkan ekspor produk perkebunan dan pertanian secara umum.
Di sisi lain regulasi pemerintah melalui Perpres no 44 tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal bagai angin segar bagi para investor. Dalam hal ini dijelaskan pada Lampiran ke II dibidang Pertanian khususnya Sektor Perkebunan, investasi asing diberikan kepemilikan saham hingga mencapai 95 %.
Dengan adanya payung hukum untuk investasi di sektor pertanian, diharapkan akan semakin meningkatkan minat investor yang akan berimbas pada peningkatan ekspor produk perkebunan. (dtf)