Jakarta – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan, Indonesia dalam beberapa tahun mendatang belum bisa terlepas dari ketergantungan atas impor gula konsumsi.
Pasalnya, kata dia, lahan tebu yang terus menyusut lantaran berubah jadi perumahan. Selain itu banyak petani yang mengalihkan lahan tebunya ke tanaman lain.
“Sampai kapan kita impor? (Swasembada gula) Itu belum bisa dicapai karena gula tebu masih kekurangan lahan untuk penanaman. Mau investasi (bangun pabrik gula) berapa pun tak masalah, mau Rp 1 triliun atau Rp 3 triliun,” ujar Enggar di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (16/1).
“Tapi sources (bahan baku) yang jadi soal. Sebagai contoh di kampung saya (Cirebon), dulu ada 5 pabrik gula di Ciledug, Karangsuwung, Majalenka, dan Kadipaten. Berkurang jadi 3 pabrik, kemudian sekarang turun lagi jadi tinggal 1 pabrik gula. Sama teman-teman saya, salah satunya lahan tebu sudah jadi real estate,” katanya lagi.
Alih fungsi lahan tebu ini, menurut Enggar, tak lepas dari pendapatan petani tebu yang jauh dari layak akibat rendahnya rendemen pabrik gula.
“Karena petani enggak dapatkan imbal yang cukup. Rendemen kadang dibohongin, rendemennya dapat sedikit. Kita lagi sama Menko Ekonomi sedang susun roadmap-nya,” ungkap mantan Ketua Real Estate Indonesia (REI) ini.
Dijelaskan Enggar, dengan kebutuhan gula konsumsi setiap tahun mencapai 3,2 juta ton, pabrik gula dalam negeri hanya mampu memproduksi 2,2 juta ton. Sementara sisanya sebesar 1 juta ton dipenuhi dari impor.
(dtf)