Sumut Darurat Kasus Seks

Luar biasa angka kejahatan seks yang menimpa anak-anak di Sumatera Utara. Ini perlu jadi perhatian serius, karena sedemikian anjlokkah moral di tengah masyarakat kita? Atau siapa yang salah, bukankah hukum sekarang sudah menjadi lebih tegas, lebih serius dalam menyikapi hal ini.

Ada anggapan bahwa korban kejahatan seksual kelak bisa melakukan kejahatan seperti yang dialaminya, maka perlu ada klasfikasi berdasarkan kategori atau jenis kejahatan seksual yang dilakukan. Ini perlu karena tidak semua korban kejahatan seksual akan bisa melakukan hal yang dialaminya kepada orang lain.

Yang perlu diperhatikan adalah jenis persetubuhan karena bisa dikaitkan dengan sanksi dan pemberatan. Misalnya, kejahatan seksual yang dilakukan terhadap bayi dan anak-anak perempuan berumur 0-7 tahun. Tentu saja bayi dan anak-anak itu kelak tidak akan bisa melakukan hal yang sama kepada orang lain).

Sedangkan paedofilia tidak melakukan kekerasan karena anak-anak mereka jadikan anak angkat, ponakan angkat dan ‘istri’. Berbeda dengan sodomi yang memang melakukan kekerasan seksual secara seks anal. Pelaku sodomi tidak ototmatis seorang paedofilia karena bisa saja seorang heteroseksual melakukan sodomi.

Kalau paedofilia dilakukan oleh laki-laki, maka cougar dilakukan oleh perempuan dewasa terhadap remaja putra. Hanya satu kasus yang pernah ditangani polisi di Bengkulu, pelaku divonis delapan tahun penjara. Ada lagi ini incest.

Kasus ini bisa menjadi perkosaan karena unsur pemaksaan. Kasus ini tidak banyak muncul karena ditutup-tutupi agar aib keluarga tidak terbongkar. Yang membuat kejahatan seksual kian abu-abu adalah pernyataan dari berbagai kalangan, termasuk menteri, yang memberikan ‘pembelaan’ terhadap pelaku kejahatan dengan mengatakan karena pengaruh miras dan pornografi.

Alangkah arifnya kalau pelaku kejahatan yang tertangkap dalam kondisi meminum miras, memakai narkoba dan menonton pornografi justru menjadikan hal itu sebagai pemberatan. Soalnya, bisa saja seseorang melakukan kejahatan seksual sengaja minum mirasa, atau pakai narkoba atau nonton pornografi dulu agar bisa menjadi alasan pembenaran.

Percayalah, hukuman kebiri akan jauh menurunkan kasus perkosaan. Silakan disimak, alasan paling umum dari pemerkosaan adalah karena mereka merasa mempunyai hak untuk berhubungan seks dengan perempuan/anak/orang lain tanpa ijin (lagi-lagi, ini ego maskulinitas), alasan berikutnya untuk mencari hiburan/kesenangan dan menghilangkan bosan, sebagai bentuk penghukuman atau membalas dendam, yang yang terakhir yang paling tidak umum adalah karena mabuk/alkohol.

Berkaca dari alasan itu, setidaknya 80% dari pelaku masih akan sempat mikir sebelum melakukan pemerkosaan karena mereka tidak dalam kondisi mabuk. Ini bukan semata tentang balas dendam seperti yang dikemukakan banyak penentang hukuman kebiri.

Ini adalah tindak pencegahan, justru untuk melindungi laki-laki di sekitar kita dari godaan melakukan pemerkosaan ini. Hanya ini yang mereka takutkan. penjara, atau bahkan Tuhan, nomor sekian. Mereka harus melawan pikiran berbahaya tentang seks (melakukan perkosaan) dengan seks juga (konsekuensi akan kehilangan kejantanan). Ini baru namanya fair.(*)

Close Ads X
Close Ads X