Bulog Sumut Dipasok 14.000 Ton Beras Impor | KPPU Sidak Medan Soal Mafia

Medan | Jurnal Asia
Bulog Sumatera Utara menerima pasokan beras impor asal Vietnam sebanyak 14.000 ton untuk memperkuat stok bahan pangan awal tahun 2016. Dengan masuknya beras impor tersebut, kini stok beras Bulog Sumut sebanyak 65.000 ton, kata Humas Bulog Sumut Rudy Adlyn di Medan, Jumat (27/11). “Stok ini cukup aman untuk enam bulan,” katanya.

Stok yang cukup bukan saja akan memperlancar penyaluran beras untuk masyarakat sejahtera (Rastra), tetapi juga diharapkan bisa membantu menekan inflasi dari lonjakan harga beras di pasar.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumut Difi A Johansyah menyebutkan, inflasi di Sumut tren melemah karena harga di pasar bisa ditekan. Pada bulan Oktober misalnya, Sumut mengalami deflasi sebesar 0,23 persen meski satu daerah yang dijadikan Indeks Harga Konsumen atau IHK yakni Pematangsiantar mengalami inflasi. Deflasi terjadi sejak September, setelah sejak April, Sumut mengalami inflasi.

Deflasi di Sumut antara lain dipicu penurunan harga cabai merah, daging ayam ras, bawang merah, udang, minyak goreng, kelapa, dan angkutan udara. “Diharapkan deflasi masih akan berlanjut. Deflasi di Oktober itu sendiri membantu menekan inflasi Sumut secara kumulatif posisi Oktober mencapai 1,27 persen dan secara year on year 5.08 persen.” katanya.

KPPU Sidak Medan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk meninjau ketersediaan beras IR-64 kualitas medium di beberapa sentra produksi. Hal ini dilakukan karena adanya indikasi kartel oleh oknum tertentu yang menimbun beras tersebut.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan, sidak dilakukan secara serentak di empat daerah sekaligus. Daerah tersebut adalah Jakarta dan sekitarnya, Jawa Timur, Makassar, dan Medan.

“Kita serentak melakukan kunjungan sidak ke sentra-sentra produksi di Makassar karena pedagang-pedagang di sini biasa membeli dari Makassar. Kemudian juga kita lakukan pada saat bersamaan di Jawa Timur, teman-teman KPPU di Jatim turun ke gudang-gudang, pasar-pasar untuk melihat langsung,” ujar Syarkawi, saat sidak di Pasar Johar, Karawang, Jawa Barat, Jumat (27/11).

Selain itu, tambahnya, pihaknya juga melakukan sidak di Medan. “Jadi empat daerah yakni Jakarta termasuk Karawang, Medan, Jawa Timur, Makassar itu kita lakukan secara bersamaan. Nanti report (laporannya) akan kita kumpulkan,” papar dia.

Ia menjelaskan, sidak tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendalami indikasi kartel yang dilakukan oknum secara bersama-sama. Menurut dia, pendalaman tersebut untuk mengetahui rantai distribusi antara produsen ke konsumen akhir.

“Itu yang akan kita lihat. Karena faktanya beras cukup dan mereka masih dalam periode panen raya. Bahkan kata pedagang tadi, pasokan beras hingga Desember itu masih aman. Apalagi di sini panen raya, di tempat lain baru mau panen, di tempat lain lagi mau tanam. Itu berkelanjutan,” pungkas Syarkawi.

Curigai Kecurangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) langsung menindaklanjuti laporan pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) terkait berkurangnya pasokan beras jenis IR-64 kualitas medium dari Karawang. Saat melakukan inspeksi mendadak ke Pasar Johar, Karawang, KPPU justru dikejutkan dengan melimpahnya pasokan beras IR-64 kualitas medium.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, beras IR-64 kualitas medium yang memiliki rentang harga sekitar Rp8.900-Rp9.000 per kilogram (kg) tersebut pasokannya melimpah di Karawang. Hal ini karena daerah sentra produksi beras saat ini mengalami masa panen.

“Artinya, dari sisi pasokan dan harga relatif stabil dalam beberapa bulan terakhir. Apalagi menurut informasi yang kita dapat dari beberapa pedagang bahwa mereka di daerah Karawang, Cianjur dan sekitar Jawa Barat itu dalam periode atau masa panen raya, sehingga pasokan itu relatif mencukupi,” ujar Syarkawi, saat sidak di Pasar Johar, Karawang, Jawa Barat, Jumat (27/11).

Dugaan mereka, langkanya pasokan beras IR-64 kualitas medium di PIBC karena ada pemain curang dalam distribusi beras tersebut. Ini yang tengah didalami KPPU, karena faktanya Pasar Johar Karawang mengirim beras ke PIBC, namun di PIBC sendiri tak ada pasokan beras dari Karawang.

“Di PIBC barangnya kurang, berarti ada persoalan di proses distribusinya. Distribusinya inilah yang akan kita dalami karena terputus antara sentra produksi dengan sentra konsumsi yang ada di Jakarta. Ini yang akan kita dalami, siapa yang ada di antara sentra produksi dengan konsumen akhir,” tegas dia.

Menurut Syarkawi, diindikasikan para pengusaha beras tersebut melakukan penimbunan beras di satu gudang yang telah disepakati bersama agar pasokan beras ke Jakarta menipis.
“Itu akan kita dalami, apakah ada penimbunan atau tidak. Karena faktanya di sini ada truk banyak, barang masuk terus barang keluar lagi. Pertanyaannya keluarnya barang itu ke mana, kok tidak masuk sampai ke PIBC. Persoalannya di situ,” pungkas Syarkawi.

Tujuan Kartel Agar Beras Impor Masuk
Pemerintah telah melakukan impor beras sebesar 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand. Impor beras ini dilakukan oleh Perum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sebagai cadangan beras nasional mengingat musim kemarau (el nino) yang melanda Indonesia diperkirakan berlanjut dan menyebabkan produksi beras nasional berkurang.

Kondisi inilah yang memicu oknum tertentu melakukan strategi kartel beras. Menurut Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf, para oknum tersebut melakukan penimbunan dan menahan stok beras agar pemerintah segera mengeluarkan beras impor ke pasaran.

“Kita mendalami ini dan kita lihat sendiri tadi bahwa pasokan beras IR-64 kualitas medium di sini pasokannya banyak. Dugaan saya, ada oknum yang buat kartel beras dan menimbun di satu gudang besar agar pemerintah mengeluarkan beras impor,” ujar Syarkawi

Dugaan dia, para pengusaha besar yang ada di balik kartel beras medium ini. Pasalnya, pengusaha besar menguasai 80 persen perdagangan beras yang ada di Indonesia, termasuk wilayah Jabodetabek yang notabene kebutuhan berasnya paling tinggi.

Syarkawi menjelaskan, beras impor yang dijual di Indonesia harganya jauh lebih murah dibanding harga beras lokal. Memiliki kualitas yang setara dengan beras medium, harga beras impor dijual hanya sebesar Rp4.500-Rp5.500 per kilogram.

“Beras impor dijual ke produsen utama jadi Rp5.500 per kg. Terus mereka jual lagi ke distributor selanjutnya jadi Rp6.500-Rp7.500 per kg. Sampai di pasar jualnya Rp9.000. Ke konsumen akhir, dijual Rp10.000 per kg. Ini kan menggiurkan bagi pedagang nakal,” tutur dia.

Keuntungan yang berlebih inilah yang mendorong niat jahat para oknum melakukan kartel beras agar beras impor masuk ke pasar. “Dugaan kita karena marjinnya tinggi, si oknum cari untung berlebih lewat gelontoran beras impor di pasar. Dugaan lainnya ya terputusnya rantai distribusi,” pungkas Syarkawi. (mtv/bc)

Close Ads X
Close Ads X