Jakarta | Jurnal Asia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tak pernah berjanji menurunkan harga BBM, hanya menginstruksikan penghitungan ulang sampai pekan depan. Selain itu, Jokowi juga menyebut akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi III pada Kamis mendatang. Serta mendesak pelayanan cepat perizinan investasi baru, yang dilayani dalam waktu tiga jam selesai, akan diimplementasikan selambatnya mulai 26 Oktober 2015. “BBM masih dalam proses perhitungan, secepatnya, minggu ini ya,” kata Presiden Jokowi setelah meluncurkan Program Investasi Padat Karya Menciptakan Lapangan Kerja di di PT Adis Dimension Footwear Jl Raya Serang Km 24 Balaraja Barat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Senin (5/10).
Ia mengatakan penurunan penetapan harga BBM bisa diterapkan terhadap premium, solar, atau avtur, sedangkan perhitungan dilakukan dengan seluruh efisiensi yang ada.
“Bisa premium, bisa solar, atau yang lainnya, avtur bisa yang lainnya, masih dalam proses perhitungan,” kata Presiden.
Demikian halnya listrik yang kata Presiden juga masih dihitung. “Saya tidak minta diturunkan tidak, tapi dihitung kembali dengan seluruh efisiensi yang ada. Belum diputuskan, secepatnya,” imbuhnya.
Pekan lalu, Presiden memerintahkan Pertamina segera menghitung besaran penurunan harga bensin dan solar karena masih ada ruang bagi Pertamina untuk menurunkan harga BBM. Untuk kepentingan itu, Pertamina harus melakukan efisiensi kinerjanya.
Presiden Jokowi dalam acara Peluncuran Program Investasi Padat Karya Menciptakan Lapangan Kerja di PT Adis Dimension Footwear Jl Raya Serang Km 24 Balaraja Barat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Senin, mengatakan bahwa pekan lalu sudah disampaikan bahwa izin ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hanya perlu waktu tiga jam. “Untuk izin prinsip, PT, dan izin NPWP hanya tiga jam tapi nunggu tiga minggu lagi, target 26 Oktober tidak boleh mundur. Investor dari perusahaan sudah akan dilayani maksimal tiga jam,” kata Jokowi.
Ia menambahkan, jika ada pelayanan yang dimaksud melebihi batas waktu tiga jam maka pemerintah membuka diri untuk usulan perbaikan. “Kalau ada yang lebih dari tiga jam sampaikan pada saya, berarti harus ada yang ditambah, diperbaiki lagi,” katanya.
Presiden mencontohkan perizinan terkait investasi di negara lain misalnya di Dubai, Uni Emirat Arab, hanya perlu waktu satu jam sehingga Indonesia harus mengacu pada hal itu untuk kemudian menekan waktu perizinan dari yang semula 8 hari menjadi sekitar 3 jam.
Bahkan, ia menambahkan, jika investor akan membangun industri di kawasan industri maka dengan tiga izin tersebut meliputi Izin Prinsip, Izin pendirian Perseroan Terbatas, dan Izin NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maka usaha tersebut bisa langsung konstruksi.
“Memang kalau tidak berani melakukan terobosan seperti ini ditinggal kita karena kompetisi antar negara, kalau tradisi lama dipakai terus tidak akan ada orang investasi di daerah kita, di negara kita,” katanya.
Ia mengakui perlambatan ekonomi terjadi di Indonesia tapi masyarakat dimintanya untuk tetap optimistis. “Karena masih banyak peluang-peluang di negara kita yang bisa kita angkat menjadi sebuah investasi menjadi sebuah lapangan pekerjaan,” katanya.
Senada dengan hal di atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah masih berhitung mengenai harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebelum memutuskan untuk menurunkan harga atau tidak. “Tidak ada target berapanya, yang penting kita melakukan perhitungan, apa yang bisa dilakukan. Jadi tidak ada target harus turun,” katanya di Jakarta
Darmin mengatakan semua pertimbangan masuk dalam kajian pemerintah terkait harga BBM tersebut, termasuk kerugian PT Pertamina yang telah menanggung beban subsidi dari harga bensin jenis premium. “Itu pasti akan menjadi pertimbangan, namun finalnya saya belum mau kasih tahu,” ujarnya.
Selain itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan paket kebijakan selanjutnya akan menyasar target yang lebih jelas dan langsung berdampak dalam jangka pendek, dengan tujuan menjaga kelangsungan usaha serta menjaga daya beli masyarakat.
Salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha, selain membantu perusahaan padat karya agar tidak melakukan PHK, adalah dengan mengkaji harga energi yang lebih rasional ditengah penurunan harga minyak dunia.
“Kita inginkan harga energi untuk industri tidak memberatkan, tidak membuat industri mengurangi produksi atau karyawan. Apalagi harga semua jenis energi dalam tren yang menurun. Berapa persisnya, nanti kita sampaikan,” kata Menkeu.
Namun, ia memastikan harga energi yang dimaksud adalah harga gas untuk sektor industri, bukan merupakan harga BBM jenis premium atau solar seperti yang diinginkan beberapa pihak untuk diturunkan, agar perekonomian nasional tidak lagi dilanda kelesuan. “Kita fokus kepada harga gas bukan solar, itu lebih penting karena banyak industri yang memakai gas sebagai bahan bakar,” tambah Menkeu.
Paket Ekonomi III Diumumkan Kamis
Rapat kabinet terbatas (ratas) yang dimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) Senin malam, terkait paket kebijakan ekonomi jilid III belum dapat diumumkan. Pemerintah masih perlu mengkaji lebih lanjut beberapa kebijakan yang disiapkan. Demikianlah diungkapkan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyampaikan hasil rapat di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/10)
“Paket ekonomi ini sekali lagi berkaitan dengan bagaimana antisipasi pemerintah untuk membuat dunia usaha semakin friendly bagi investor tetapi juga memberikan proteksi bagi para pelaku dunia usaha. Mudah-mudahan Kamis akan kami umumkan,” jelas Pramono.
Salah satunya adalah kemudahan perizinan di sektor pertanahan dan agraria. Selama ini, kata Pramono banyak kalangan dunia usaha yang merasakan kerumitan, untuk itu harus dicarikan solusinya.
“Ini sektor yang selama ini sangat memberikan kesan kerumitan bagi siapapun. Nanti akan dipermudah dan mudah-mudahan sekarang sedang dihitung, angkanya itu benar-benar signifikan untuk proses penyelesaian proses perizinan,” paparnya.
Sedangkan dalam persoalan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), masih perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut. Termasuk juga dalam penghitungan harga listrik dan gas.“Sebagai pemegang saham mayoritas melalui Meneg BUMN, Presiden ingin penghitungan itu dilakukan dengan baik ketika rakyat membutuhkan. Maka dipersilakan kepada BUMN untuk menghitung. Jadi sama sekali tidak ada upaya untuk intervensi. Nah nanti bagaimana hasilnya, dipersilakan pada Pertamina, PLN, untuk mereka yang menyampaikan,” terang Pramono. (dtf)