Menjual Lidi Lebih Menguntungkan dari Buah Sawit

Aekkanopan | Jurnal Asia
Harga Tandan Buah Sawit (TBS) masih rendah. Para petani pun lesu dan gigit jari. Di daerah Aekkanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) harga agen di tingkat petani Rp800/kg. Tidak demikian halnya dengan pengrajin lidi kelapa sawit. Meski harga sawit anjlok, tidak mempengaruhi dengan produktivitas sapu lida yang kebanjiran permintaan.

Saat ini harga lidi dari pelepah pohon sawit lebih menarik, yakni Rp2.000/kg. Bandingkan dengan harga buah sawit yang hanya Rp. 800/kg. Sudah pasti masyarakat banyak menjadi ‘pengarit’ lidi sawit untuk menopang perekonomian keluarga. Eko Rino (43) salah seorang warga Kelurahan Aekkanopan Timur, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labura mengatakan, saat ini banyak masyarakat perkebunan menjadi pengarit lidi. “Profesi saya sebagai security pada salah satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS), tapi saat waktu luang di rumah bersama istri, kami pergi mencari lidi pelepah sawit untuk diarit. Hasilnya juga lumayan untuk menopang perekonomian keluarga, apalagi banyak keperluan untuk biaya anak sekolah. Jadi harus lebih ekstra keras dalam mengais rejeki,” ujarnya.

Eko menambahkan, untuk mencari lidi tersebut dia harus pergi ke kebun sawit pada saat para pemanen sawit melakukan pengegrekan pelepah pohon sawit. Eko selalu minta izin terlebih dahulu pada pekerja kebun sebelum mengambil pelepahnya. “Terkadang mereka juga senang sebab kebun sawit mereka tampak lebih bersih,” imbuhnya.

Menurut Eko, warga juga berlomba mencari lidi di kebun sawit. Terkadang di kebun sawit milik swasta dan kebun milik BUMN. Dalam sehari keluarga Eko bisa mengarit lidi sebanyak 8 kg. Bila harga lidi sawit tersebut Rp2.000/kg, hasil keluarga Eko dari mengarit lidi cukup lumayan.

Meski harganya bagus, memang menjual lidi sawit masih sulit. Biasanya penampungnya (agen) datang langsung ke pengrajin lidi sekali seminggu. “Jadi dalam seminggu kami bisa menjual lidi sawit kurang lebih 50-75 kg/minggu,” tandasnya.

Hal senada juga dikatakan oleh Rusni, yang masih tetangga rumah Eko. “Sekarang lebih enak, mencari lidi sawit bang. Harganya saja lebih mahal dari buah sawitnya”ucapnya.
Dijelaskannya, gejolak ekonomi saat ini mengalami krisis dan tak kunjung pulih, ditambah lagi TBS anjlok. “Jadi warga disini harus lebih gigih mencari nafkah, asal halal. Demi keluarga dan biaya anak sekolah, kamipun tak mengenal lelah,” ujarnya.

Rusni menjelaskan, untung saja ada kegiatan mengarit lidi sehingga bisa menopang ekonomi keluarga di saat harga sawit anjlok. “Memang proses pengerjaan lumayan capek lah. Mulai dari mencari lidi pelepah sawit ke kebun terkadang memakai keranjang biar muatan lebih banyak. Setelah dari kebun sawit membawa lidi yang masih kasar alias masih ada menempel daun sawitnya pada lidi, dibawa ke rumah,” imbuhnya.

Ditambahkan Rusni, di rumah biasanya mereka mengarit kembali lidi tersebut sampai halus, terkadang bisa sampai pukul 22:00 WIB, menunggu ngantuk sambil nonton televisi bersama keluarga. “Tak sampai disitu, lidi yang sudah diarit halus juga dijemur terlebih dahulu sampai kering baru bisa dijual,” terangnya.

Rusni sendiri mengaku tidak tau jelas fungsi lidi tersebut untuk apa. Ada yang bilang l. “Lidi tersebut untuk bahan baku membuat kanvas rem, bisa juga buat anti nyamuk. Lidi tersebut sepertinya dibawa ke daerah Kisaran dan Medan. “Mungkin di sana ada pabriknya,”tandasnya. (wandi)

Close Ads X
Close Ads X