Sepanjang 2015 | Aliran Dana Asing Anjlok Rp100 Triliun

Jakarta | Jurnal Asia
Bank Indonesia mencatat jum­lah aliran dana yang masuk atau capital inflow dari awal tahun hingga Agustus 2015 hanya Rp50 triliun. Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menilai mi­nimnya aliran dana yang masuk ke Indonesia disebabkan oleh gejolak ekonomi dunia.

Salah satunya, rencana Bank Sentral Amerika (The Federal Reserve) yang akan menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate. “Pada 2015 ini dengan makin tidak pastinya kondisi dunia me­mang terjadi peralihan dan peralihan itu adalah banyak dana yang mengarah ke negara maju seperti AS yang ekonominya pulih,” ujarnya di Jakarta, Kamis (27/8).

Aliran dana yang masuk ke Indonesia seperti Surat Utang Negara (SUN) dan berbagai instrumen pasar modal hingga Agustus 2015 ini lebih kecil apabila dibanding dana masuk pada Agustus 2014.

Sepanjang 2014, aliran dana yang masuk ke Indonesia mencapai Rp181 triliun. Hingga minggu ke­tiga Agustus tahun ini, aliran dana yang masuk mencapai Rp50 triliun, lebih rendah dari perolehan capital inflow pada Agustus 2014 yang mencapai Rp150 triliun.

“Aliran dana masih, tapi jauh lebih rendah dibandingkan 2014. Pada 2015, dana masuk In­donesia Rp50 triliun sampai Agustus minggu ketiga. Setahun lalu, dana masuk Indonesia Rp150 triliun sampai Agustus,” tuturnya.

Menurut Agus, penurunan aliran dana masuk ini merupakan gejolak yang sama yakni kek­hawatiran risiko dunia dan ke­takukan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melemah serta terkoreksinya pasar modal di dunia. “Kami amati seluruh pasar modal yang terkoreksi ar­tinya semua khawatir pada per­lam­­batan ekonomi dan ke­ti­dakpastian,” ucapnya.

Selain itu, sejumlah mata uang dan obligasi di negara berkembang juga turut melemah ini membuat para investor cen­derung menginvestasikan dana mereka ke negara aman yakni Amerika Serikat.

Namun, lanjutnya, negara Amerika Serikat ini juga memiliki batasan dalam menerima aliran dana yang masuk sehingga aliran dana investor juga bergerak ke negara maju lainnya seperti Jepang dan Eropa. “Mereka hanya menganggap negara maju aman. Kami yakin ini hanya sementara dan tidak berlangsung lama,” kata Agus.
(bc)

Close Ads X
Close Ads X