Ada Dugaan Jual Kursi Penumpang Sipil di Hercules

hamdani
Banyaknya korban jiwa yang tewas pasca jatuhnya Hercules C-130 TNI AU, kemarin sempat mengundang keheranan publik. Pasalnya, pesawat militer tersebut ternyata lebih banyak mengangkut sipil daripada anggota TNI. Muncul dugaan bahwa pesawat ini dikomersilkan alias ada penjualan kursi untuk penumpang biasa.

Hal ini juga diungkap pria yang merupakan anggota TNI di Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Ia tidak menyangka kalau dua putrinya ikut dalam rombongan pesawat dan juga menjadi korban. Saat disaksikan Jurnal Asia, tampak Sahat memeluk jasad dua putrinya yang masih berbungkus plastik. Kini Ester dan Rita Boru Sihombing telah pergi meninggalkan keluarga mereka.

“Sudah Bapak larang, jangan pul­ang dulu, tapi boruku ini tetap keras dan ingin pulang ke Natuna. Kenapa kalian meninggalkan kami. Bangun anakku,” ujar Sahat ter­isak-isak saat menjenguk ke­dua putrinya di RSUP Adam Malik,

Kamis (1/7). Dikisahkannya, Ester dan Rita rindu kepada ke­dua orangtuanya yang berada di Natuna, hingga memutuskan be­­rangkat menggunakan pesa­wat Hercules dengan ratusan penumpang lain.
Kepada wartawan, Serda Sa­hat Sihombing, anggota Babinsa Natuna, membeberkan praktik jual-beli kursi pesawat Hercules C-130. Sebagai tentara, bukan hanya membayar, ia bahkan harus merogok kocek lebih dalam ketimbang warga sipil.

Sahat bercerita, dua anaknya Ester Lina Yosefin dan Rita Yunita menggunakan jasa pesawat Hercules milik TNI AU untuk pulang ke Natuna. Untuk jasa itu ia membayar buat kedua anaknya.
“Kalau kami anggota TNI kan harus urus surat segala macam. Sudah diurus malah harganya lebih mahal dari sipil,” kata Sahat di RSUP Adam Malik, Medan

Sahat mengungkapkan, ia harus merogoh kocek sejumlah Rp750 ribu tiap anak. Sementara harga untuk warga sipil Rp725 ribu tiap kepala. “Karena lebih mahal saya bilang, jangan segitulah. Masa harga kami lebih mahal dari harga sipil. Akhirnya dikurangi jadi Rp1,4 juta, satu anak Rp700 ribu,” kata dia.

Tak Tahu Hercules TNI Dikomersialkan
Sementara itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku tidak mengetahui adanya peraturan terkait dengan angkutan penumpang sipil dalam penerbangan menggunakan pesawat militer milik TNI Angkatan Udara.

Penegasan itu disampaikan Jonan di Jakarta, Rabu, 1 Juli 2015, menanggapi banyaknya korban sipil yang ikut dalam penerbangan Hercules C-130 pada Selasa, 30 Juni 2015 di Medan, Sumatera Utara.

“Itu pesawat (Hercules) memang milik militer TNI AU. Kalau soal komersialisasi, saya tidak tahu. Mesti tanya KSAU (Marsekal TNI Agus Supriatna) soal itu. Saya kira TNI AU tidak akan jual tiket,” kata Jonan .

Jonan mengaku belum mengetahui penyebab adanya warga sipil dalam penerbangan nahas dengan pesawat militer tersebut. “Kalau sipil umum saya tidak tahu kenapa bisa ikut penerbangan itu, apakah karena tugas atau alasan lain, silakan ditanyakan ke sana (TNI),” ujar Jonan.

Jonan juga tidak mengetahui ada peraturan terkait dengan boleh atau tidak warga sipil ikut dalam penerbangan menggunakan pesawat militer. “Saya tidak tahu apakah aturannya boleh atau tidak boleh. Saya pernah ikut naik pesawat TNI AU, waktu itu saya boleh,” tuturnya.

-DPR Duga Ada Pungutan Rp 900 Ribu bagi Sipil
Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat mencurigai pungutan tiket pesawat militer bagi penumpang sipil. Anggota Komisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tubagus Hasanudin, mengatakan penumpang nonmiliter ditagih tiket seharga Rp 900 ribu per orang untuk menaiki pesawat Hercules C-130.

“Saya dapat informasi, katanya ada yang bayar sampai hampir Rp 900 ribu. Kalau pakai pesawat sipil saja, itu tidak sampai Rp 600 ribu. Jadi kenapa harus membayar mahal?” kata Hasanudin di Kompleks Parlemen, Senayan.

Pesawat Hercules C-130 jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, pada Selasa, 30 Juni 2015. Pesawat militer tersebut diduga mengalami kerusakan mesin dan jatuh setelah tak lama lepas landas dari Lapangan Udara Soewondo. Pesawat itu membawa 110 penumpang dan 12 kru.

Menurut Hasanudin, pesawat Hercules memang berfungsi sebagai pesawat angkut, bukan pesawat tempur. Biasanya, Hercules dipakai mengangkut bantuan logistik, bantuan pasukan, alat tempur, atau kepentingan militer lain.

Dia tidak menampik pesawat ini kerap dipakai anggota TNI dan keluarga untuk penerbangan antarwilayah. “Dalam prosedurnya dibenarkan saat melakukan pergeseran ada keluarga prajurit yang ikut. Sebatas itu keluarganya atau pejabat pemerintah daerah,” ucap Hasanudin.

Meski begitu, pengangkutan penumpang sipil harus dilakukan seizin komandan lapangan udara. “Jadi, apakah 110 penumpang yang ikut Hercules sudah seizin komandan pangkalan?” ujar Hasanudin. “Kalau tidak, itu sebuah pelanggaran.”

Wakil Ketua Komisi Pertahanan Hanafi Rais belum bisa memastikan kebenaran kasus pungutan tersebut. Menurut dia, pesawat militer tak bisa digunakan sebagai angkutan transportasi pribadi. Meski begitu, ia meminta masyarakat menunggu hasil investigasi TNI terkait dengan kecelakaan ini.“Untuk transportasi pribadi, itu menyalahi aturan. Tapi sebaiknya menunggu investigasi TNI sendiri, supaya tak salah kebijakan,” tuturnya. (mag-04/mtv/tc)

Close Ads X
Close Ads X