Medan | Jurnal Asia
Pengangkatan Prof Subhilhar menjadi Pejabat (Pj) Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), ternyata sia-sia. Pasalnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) tidak mengakui Subhilhar memimpin kampus plat merah tersebut, dengan adanya surat yang ditujukan kepada salah satu guru besar.
Ini dibuktikan melalui surat Menristekdikti No: 2741/E1.3/KP/2015 yang dikirim kepada Prof.Dr. Edi Warman SH M. Hum, sebagai Guru Besar USU pada tanggal 19 Mei 2015 perihal jabatan Rektor USU, yang saat ini sedang terjadi kekosongan jabatan.
Bagaimana tidak, melalui surat Majelis Wali Amanat (MWA) No: 33/UN5.1MWA/KPM/201 tanggal 14 April 2015 telah melaporkan kepada Menristekdikti kalau jabatan mantan Rektor USU, Prof Syahril Pasaribu pada 31 Maret 2015 telah berakhir.
Padahal jabatan Syahril akan berakhir pada tanggal 1 April 2015. Makanya Menristekdikti menolak surat MWA terkait penyelesaian permasalahan jabatan tersebut. Sementara Rektor USU untuk periode berikutnya belum terpilih dan masih lowong.
Terkait hal tersebut, jabatan Subhilhar otomatis cacat hukum dan melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No: 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU, pada pasal 27 ayat (1) huruf a dan huruf f, ditentukan: “MWA memiiki tugas dan wewenang mengangkat dan memberhentikan rektor menangani penyelesaian tertinggi atas masalah yang ada di USU.”
Selanjutnya ayat (2) ditentukan: “Dalam hal penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak dapat diselesaikan, masalah diselesaikan oleh menteri.” Lalu ayat (3) ditentukan: “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan MWA.”
Dengan begitu, Ketua Umum Pusat Study Hukum Dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) Muslim Muis SH angkat bicara. Menurutnya, jika Suhiblhar melanggar Statuta USU, dianggap jabatannya menjadi Pj Rektor USU ilegal alias bodong. Makanya Menristekdikti secepatnya memberhentikan Subhilhar.
“Seharusnya Subhilhar legowo dan mundur dari jabatan tersebut, bukan merusak proses belajar USU hanya karena kekuasaan. Jadi segala sesuatu dilakukan Subhilhar tidak sah dan cacat hukum. Apalagi telah melakukan pembohongan publik dalam mewisuda dan penandatangan ijazah mahasiswa,” tegasnya.
Meski demikian, kata Muslim, Prof Subhilhar bisa dijerat ke ranah hukum. Karena jabatan tersebut telah banyak orang yang dirugikan. Sehingga kekisruhan USU terus berlanjut akibat kepentingan sebagian anggota MWA yang memainkan aturan terbaru memilih Subhilhar.
USU Belum Terima Surat Menristek Dikti
Terkait masalah ini, Pj Rektor USU Prof Subhilar saat dikonfirmasi menyatakan dirinya sedang rapat. Sedangkan Humas Bisru Hafi mengaku pihak rektorat tidak ada menerima surat dari Menristek Dikti No: 2741/E1.3/KP/2015 yang ditujukan kepada Prof Dr Edi Warman SH M Hum sebagai Guru Besar USU pada 19 Mei.
”Tidak ada surat itu masuk ke rektorat. Jika memang surat itu ditujukan kepada Prof Edi Warman, coba silakan saja cek kepada yang bersangkutan, karena kita tidak tau tentang hal itu,” ungkap Bisru. Untuk itu Bisru mengaku tidak bisa memberikan tanggapan perihal surat Menristek Dikti yang menyatakan jabatan rektor USU sedang kosong.
Kontradiktif
Sementara itu, saat kunjungan ke Unimed pada Senin (18/5) lalu, terkait dengan kemelut kepemimpinan Universitas Sumatera Utara (USU) yang saat ini dijabat Prof Subhilhar, menurut Nasir, harus diselesaikan di internal universitas. “Kami akan tunggu hasilnya. Namun jika tidak selesai juga dalam waktu satu tahun setelah, kami akan ambil alih,” tegasnya.
Disebutkan Nasir, pejabat rektor boleh menandatangani ijazah lulusan USU yang akan diwisuda dalam waktu dekat ini sepanjang rektornya ditetapkan majelis wali amanat (MWA).
(mag-04/swisma)