Indonesia Pasar Seksi untuk e-Commerce Asing

Jakarta | Jurnal Asia
Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, e-commerce Indonesia merasa persaingan antar-regional di bisnis toko online itu kian sengit. CEO bhineka.com Hendrik Tio bah­kan mengatakan Indonesia me­­rupakan pasar seksi bagi e-commerce asing karena ba­nya­k­nya jumlah penduduk di Indonesia yang berselancar online.

“Secara tidak langsung, kalau bicara persaingan di regional, Indonesia adalah market yang luar biasa seksi untuk orang regional. Perbandingannya, kita punya masyarakat online kira-kira 80 juta, Singapura cuma 10 juta. Nah kalau Filipina agak ketinggLan sedikit dengan kita. Saat ini, semua mata sedang tertuju pada kita. Dengan ada­nya MEA, e-commerce asing akan gampang sekali berjualan di sini tapi kantor pusat di Singapura, misalnya. Jadi mere­ka tak perlu bayar pajak sini,” kata Hendrik di Jakarta, Rabu.

Meski lebih banyak per­saingan yang dihadapi, Hen­drik tak memugkiri e-com­merce dalam negeri juga akan menikmati keuntungan, uta­manya yang menyediakan jasa market place. “Eksportir akan senang de­ngan adanya MEA karena bisa berjualan ke luar negeri bebas nantinya,” katanya.

Selain itu, persaingan akan bertambah ketat karena ba­nyak tenaga kerja berpotensi asal Indonesia yang justru bekerja di luar negeri saat MEA diberlakukan kelak. Diharapkan, pemerintah akan memberi dukungan pe­nuh pada w-commerce asal In­donesia, dan bukannya justru membebankan peraturan yang menghambat.

“Ini MEA baru mau mulai, saya harap pemerintah kita benar-benar mendukung. Ja­ngan sampai seperti merebus katak, airnya mendidih tapi kataknya sudah entah lari kema­na, di luar sana itu mereka well educated, well knowledge dan well infrastructure,” katanya.

Salah satu peraturan yang dirasa menghambat adalah wacana pembebanan pajak pada bisnis online yang belum jelas penerapannya. “Kalau e-commerce yang sudah eatablished seperti Bhi­ne­ka, kami memang sudah membayar pajak baik PPn mau­pun PPh, tapi bagaimana dengan yang ada di marketplace? Itu aturannya harus jelas dulu, pembebanan pajak untuk e-commerce seperti apa,” kata Hendrik yang juga merupakan ketua dewan pembina Asosiasi eCommerce Indonesia (IdEA) di Jakarta, Rabu.

Ke depan, diharapkan pe­merintah bisa memeri insentif pada e-commerce Indonesia seperti pembangunan infra­struktur baik koneksi jaringan internet maupun koneksi jar­ingan transportasi fisik.

“Harapannya, pemerintah bisa memeratakan internet dan jalan-jalan dibangun hingga ke pelosok-pelosok agar harga barang menjadi seimbang, saat ini kita ada jual barang ke Papua bisa beda hingga Rp500.000 dibanding barang yang dijual di Jakarta,” katanya.

Saat ini ada sekitar 150 e-commerce asli Indonesia yang terdaftar dalam IdEA. “Jika MEA diberlakukan dan pemerintah tetap tidak memberikan duku­ngan, dikhawatirkan akan ba­nyak e-commerce yang akan mendirikan kantor pusat di luar negeri dan jualan di sini. Kucing-kucingan aja,” katanya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X