Balada Kedelai di Negeri Tempe

foto1

Foto2

FOTO4

Foto6
Masih “terngiang” di telinga kita cerita tentang kurangnya stok kedelai dan harganya yang menjulang tinggi akibat beberapa faktor termasuk kondisi perekonomian global yang tidak menentu pada Tahun 2014 kemarin.

Cerita kurangnya pasokan kedelai selalu hangat seolah tak pernah bertepi sehingga kerap menjadi perbincangan di dunia perekonomian Indonesia, khususnya bagi para pengrajin dan pedagang tempe dan tahu, yang mengalami langsung penderitaan akibat permasalahan kacang kedelai.

Bidin misalnya, salah satu pengrajin dan pedagang tempe mengaku kesulitan menghadapi naik dan turunnya harga sembako terutama kacang kedelai yang menjadi bahan pokok dagangannya.
Dia mengaku sulitnya bahan baku yang didapat juga berimbas setelah bahan baku komoditas itu menjadi tempe.
Untuk menyiasati kenaikan harga akibat kelangkaan kacang kedelai, Bidin terpaksa membuat tempe dagangannya dengan tampilan “minimalis” alias mengurangi ukuran tempe dagangannya, dengan berbagai penjelasan kepada pedagang dan konsumen rumah tangga, “Meski sudah dijelaskan beberapa kali kepada pelanggan tentang kelangkaan dan kenaikan harga kacang kedelai, tetap saja mereka tidak terima kalau harga tempe itu naik dan berkurang timbangannya, tapi apa mau dibuat? Dari pada saaya rugi, terpaksa saya harus tetap mengurangi ukuran tempe yang saya buat,” sebutnya.

Berbicara tentang impor kedelai, Pemerintah setiap tahun mengimpor kacang kedelai dari negara luar untuk menutupi kekurangan stok kedelai di Indonesia. Berdasarkan dari data Kementerian Pertanian konsumsi kedelai Indonesia mencapai 2,5 juta ton, sementara produksi lokal hanya sanggup 700-800 ribu ton pertahunnya. Kondisi itulah sebabnya pemerintah sangat membutuhkan impor kedelai untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sekitar 70-80 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi kedelai tahun 2014 mengalami peningkatan 22,3 persen atau sebesar 173.960 ton menjadi 953.960 ton biji kering dibandingkan tahun 2013 yang hanya mencapai 779.990 ton.

Namun angka ini masih kalah dibandingkan impor kedelai yang dilakukan Indonesia pada tahun 2014. Pada Januari 2014 per satu bulan, Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 694 ton. Sedangkan hingga Agutus 2014, angka impor kedelai Indonesia sudah mencapai 1,58 juta ton.

Bahkan impor kedelai ini datang dari negara miskin seperti Ethiopia. Impor kedelai dari Ethiopia tidak hanya terjadi tahun ini. Tahun lalu, pada periode Januari-Desember 2013, jumlah kedelai yang diimpor Indonesia dari Ethiopia dengan nilai USD 2,6 juta.

Iimpor kedelai selama Januari 2014 mencapai USD 86 juta dengan volume mencapai 149.000 ton. Kedelai yang datang dari Ethiopia pada Januari 2014 mencapai 694 ton dengan nilai USD 347.000.

Impor kedelai tidak hanya datang dari negara tersebut. Indonesia juga masuk daftar langganan kedelai dari Amerika Serikat. Amerika merupakan negara pengekspor kedelai terbesar ke Indonesia. Nilai impor kedelai dari Negeri Paman Sam tersebut mencapai USD 84 juta dengan volume impornya mencapai 146.000 ton.

Selanjutnya Indonesia mengimpor kedelai dari Ukraina. Impor dari negara yang sedang mengalami gejolak politik tersebut volumenya mencapai 1,5 juta ton dengan nilai impor mencapai USD 783.000.

Indonesia juga mendatangkan kedelai dari Malaysia. Volume impor dari Malaysia tersebut mencapai 1,1 juta ton dengan nilai USD 759.000. Namun walaupun pemerintah sudah mencoba menutupinya dengan mengimpor kacang kedelai, tetap saja para pengrajin masih mengeluhkan hal tersebut, karena menurut Bidin, kacang kedelai petani lokal dengan impor sedikit memiliki perbedaan, khsusnya di bagian ukuran. Kacang kedelai impor sedikit lebih besar di banding dengan kacang kedelai lokal Bidin berharap kedepannya Pemerintah harus lebih menyediakan lahan pertanian luas dan menambah bibit kacang kedelai di Indonesia agar balada tentang kurangnya pasokan kacang kedelai di negeri tempe ini segera berakhir.
(hamdani)

Close Ads X
Close Ads X