Pengusaha Tak Setuju Minuman Beralkohol Dilarang Total

Jakarta | Jurnal Asia
Pengusaha industri minuman beralkohol Golongan A menolak Rancangan Undang-undang (RUU) inisiatif parlemen tentang Larangan Minuman Beralkohol atau minol. Banyak dampak serius yang bakal ditimbulkan jika hal itu diterapkan.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Munuman Malt Indonesia (GIMMI), Charles Poluan menuturkan, yang paling jelas jika konsumsi dan produksi minuman beralkohol dilarang adalah potensi peneriman negara yang hilang dari cukai. Minuman beralkohol Golongan A seperti bir menyumbang cukai sebesar Rp4 triliun tahun lalu. “Kalau pelarangan, apa yang mau dicukai? Memang betul itu berkontribusi terhadap pendapatan negara‎,” kata Charles, Jumat (24/4).

Dikatakan Charles, aturan ini kontra produktif dengan rencana pemerintah menggenjot sektor pariwisata. Menurut Charles, wisatawan yang datang ke Indonesia mayoritas menjadikan bir sebagai minuman sehari-hari. Jika diberlakukan, maka potensi pariwisata tersebut hilang.

Charles mengatakan, di satu sisi pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menggaet lebih banyak lagi wisatawan mancanegara (wisman). Tapi di sisi lain menghilangkan salah satu aspek daya tarik.

“Mereka nanti dengar mulut ke mulut dan larinya ke negara lain. Ini yang mau dikejar tulis asing, Eropa, Australia, Amerika. Minuman Golongan A, dalam hal ini bir, biasa bagi mereka‎,” katanya.

Selain itu, potensi pengangguran pun menurutnya tak bisa dihindari. Saat ini, ada 4 perusahaan produsen bir di Indonesia yang mempekerjakan sekitar 2.000 orang. Jumlah tersebut belum termasuk orang-orang yang bekerja di mata rantai penjualan, mulai dari produksi, distribusi, hingga penjualan.
“Lebih dari 200.000 orang jumlahnya. Mau bagaimana? Gulung tikar?” katanya. (dtc)

Close Ads X
Close Ads X