Menggoda Pebisnis Asia-Afrika

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Ibu Negara Ny Iriana Joko Widodo (kanan) beserta Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Najib Tun Abdul Razak (ketiga kiri) dan Ny Datin Paduka Seri Hajjah Rosmah binti Mansor (keempat kiri) mengunjungi Museum Konfere

Presiden Joko Widodo (2 kiri) bersama delegasi bersiap mengikuti shalat Jumat di Masjid Agung Bandung seusai melaksanakan 'Historical Walk' pada rangkaian Peringatan Konferensi Asia Afrika ke-60, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/4).
Peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika menjadi momen penting bagi Indonesia. Keha­diran ratusan pebisnis besar di kawasan Asia Afrika seolah tak ingin dilewatkan begitu saja.
Targetnya, menggaet masuk investor asing itu, sehingga akan menumbuhkan iklim investasi di Tanah Air. Hasil konkret yang diharapkan, pertumbuhan eko­no­mi dan kesejahteraan mas­ya­ra­kat meningkat.

Bahkan, untuk meyakinkan calon investor, Presiden Joko Widodo secara terang-terangan mengaku tidak keberatan me­nerima telepon dari investor, jika menemui kesulitan ketika berinvestasi di Indonesia. Jo­kowi berharap, cara itu akan men­do­rong banyak investor asing me­nanamkan modalnya di dalam negeri.

“Jika Anda menemui masalah, telepon saya,” kata Presiden dalam acara World Economic Forum on East Asia (WEF-EA) 2015 di Jakarta, Senin 20 April 2015. Mantan wali kota Solo itu meminta para investor melihat peluang yang besar di Indonesia.

Apa yang disampaikan Joko­wi, bisa jadi merupakan ben­tuk janjinya kepada para investor asing bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan membaik di masa mendatang. Menurut Jokowi, seperti hal­nya dunia yang saat ini sedang be­­rada dalam masa transisi, In­donesia dan negara ber­kembang lainnya juga mengalami keadaan yang sulit. Akan tetapi, Jokowi tetap meyakini, selama ada kendala pasti tetap selalu ada kesempatan.

“Faktanya, kendala yang kami hadapi adalah peluang bagi Anda,” kata Jokowi yang juga mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.Di sisi lain, dia menjelaskan bahwa jika Tiongkok berubah, Jepang berubah, maka Indonesia juga akan berubah. Dia pun berpendapat, karena rakyat Indonesia berkata bahwa negara ini harus melakukan perubahan.

Suatu perubahan, katanya, bisa jadi menyakitkan. Namun, tidak ada proses tanpa melalui suatu perubahan dan tidak ada pencapaian tanpa suatu usaha. Jokowi pun memberikan con­toh, setelah tahun 1997, Asia Tenggara mengalami kri­sis ke­ua­ngan. Banyak orang yang ber­ta­nya-tanya, apakah In­donesia akan bertahan?

“Sudah hampir 20 tahun berlalu, Indonesia saat ini men­ja­di negara demokrasi yang stabil. Bhinne­ka Tunggal Ika lebih kuat dari sebelumnya. Indonesia telah menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbesar di Asia serta merupakan pemain kunci di G-20,” tegasnya.

Selain itu, dia melanjutkan, rakyat Indonesia sangat bijak­sana dan memiliki potensi yang besar. Oleh sebab itu, Jokowi mengundang para in­ves­tor asing dengan keyakinan 100 persen, Indonesia akan bangkit. “Saya berharap setelah be­ra­da di Jakarta, Anda bisa melihat pe­luang yang luar biasa di sini. Silakan Anda berinvestasi di Indonesia,” kata Jokowi.

Potensi besar
Tidak hanya itu, Jokowi, da­lam sambutannya pada acara Asian African Business Forum (AABS) di Jakarta Convention Cen­ter, Selasa, mengatakan bah­wa kawasan Asia dan Afrika memiliki potensi yang sangat besar. Namun, selama ini, poten­si itu belum digali dengan baik.

“Saya mengajak nega­ra-ne­gara di kawasan Asia dan Afrika untuk meningkatkan kerja sama, khususnya dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Pasalnya, kerja sama antarbenua itu masih belum optimal,” ung­kapnya.

Kedua kawasan tersebut, terangnya, memiliki sumber daya alam dan ekonomi yang besar, dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia.
Untuk diketahui, pada 2013 dan 2014, pertumbuhan eko­no­mi Asia rata-rata 4,9 persen, sedangkan Afrika 4,3 persen. Produk domestik bruto (PDB) kedua kawasan pada 2014 men­ca­pai 51 persen dari PDB dunia.“Kontribusi investasi (Asia-Afrika ke dunia) juga meningkat cukup tajam, dari 13,2 persen pada 2000 menjadi 41,5 persen di tahun 2013,” kata Jokowi.

Namun, ungkapnya, negara-negara Asia-Afrika juga memiliki sejumlah tantangan. Pertama, jumlah penduduk Asia-Afrika mencapai 5,4 miliar jiwa, me­wa­kili 75 persen dari total penduduk du­nia. Selain itu, sebagian besar pen­­duduk Asia-Afrika masih mis­kin dan menjadi korban konflik.

Kedua, inflasi negara-negara di kawasan Asia-Afrika masih di atas rata-rata dunia. Misalnya, pada 2013 inflasi di Timur Te­ngah, Afrika Utara, Afganistan, dan Pakistan mencapai 9 persen.
“Rata-rata inflasi di negara-negara Afrika mencapai 6,6 persen, di Asia 4,7 persen, dan ASEAN 4,6 persen,” tuturnya.

Atas dasar itu lah, dia me­nyam­paikan, peningkatan kerja sama perdagangan Asia-Afrika belum mencerminkan yang se­sung­guhnya. Hal itu, terlihat dari ekspor Asia ke Afrika hanya mencapai 26 persen, sedangkan ekspor Afrika ke Asia hanya tiga persen.

“Saya percaya, forum ini bisa merealisasikan semangat Bandung untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi yang saling meng­un­tungkan, sehingga mem­berikan sum­bangan dan kemajuan eko­nomi untuk kesejahteraan rak­yat di kedua kawasan,” ung­kapnya.

Kebijakan
Hal lainnya yang tidak kalah penting, orang nomor satu di Indonesia tersebut menegaskan bahwa pemerintahannya telah menyederhanakan kebijakan dan proses investasi serta perizinan usaha. Dan juga me­nyem­pur­na­kan tata kelola pe­me­rin­tahan yang baik dan bersih.

Oleh karena itu, Jokowi me­nga­jak negara-negara di Asia dan Afrika menciptakan peraturan dan regulasi yang ramah dan kondusif bagi dunia usaha.Hal tersebut, ujar Jokowi, agar peningkatan kerja sama di Asia dan Afrika bisa berjalan dengan maksimal. Peluang in­ves­tasi di kedua kawasan masih sangat besar, khususnya di sektor manufaktur, pertanian, infrastruktur, dan energi.

“Saya mengajak negara-ne­gara sahabat Asia dan Afrika untuk mengembangkan sistem peraturan dan regulasi yang ramah kepada dunia usaha. Misalnya, mempermudah lisen­si dunia usaha, melindungi inves­tasi, dan mendorong sektor swas­ta untuk menanamkan in­vestasi, termasuk melalui kemit­raan pemerintah dan swas_ta,” ka­ta Jokowi.

Indonesia saat ini, menurut Jokowi, telah melaksanakan berbagai kebijakan yang kon­du­sif bagi para pelaku usaha. Antara lain, menyederhana­kan kebijakan dan proses inves­tasi dan perizinan usaha serta me­nyempurnakan tata kelola pemerintahan yang baik dan ber­sih. Selain itu, mendorong rea­lo­kasi subsidi bahan bakar m­i­nyak (BBM) ke sektor yang le­bih produktif dan meningkatkan kua­litas sumber daya manusia. (vn)

Close Ads X
Close Ads X