Jakarta | Jurnal Asia
Pasar properti Indonesia secara keseluruhan mengalami perlambatan di tahun 2015. Hal ini diakibatkan oleh depresiasi rupiah, stabilisasi ekonomi, hingga ketatnya persaingan antara pelaku properti.
Menurut Director of Strategic Consulting JLL Suherman Herully, adapun sektor yang paling terkena dampak dari serangan rupiah ini adalah sektor perkantoran. Sektor ini melambat dari dua sisi, baik dari segi penyerapan dan pasokan. “Sebenarnya dari tingkat hunian perkantoran di CBD tetap stabil di kisaran 94 persen. Penurunannya terjadi di tingkat permintaan, akibat banyaknya perusahaan-perusahaan melakukan efisiensi dan relokasi,” kata dia di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta (15/4).
Dirinya menyebut, relokasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut terjadi ke beberapa gedung perkantoran CBD yang lebih murah, maupun ke gedung perkantoran non-CBD. Sementara itu, di sektor perumahan, Head of Residential JLL Luke Rowe mengatakan, meski kondisi ekonomi makro melambat, namun penyerapan pasar kondominium masih positif pada triwulan I-2015 yang mencapai 4.600 unit. Di sektor ritel, awal tahun ini properti ritel Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan triwulan IV-2014. Hanya saja, kata dia, pada triwulan I 2014, tidak ada pasokan baru di sektor ritel. (oz)