Tarif Pengawasan dan Bongkar Muat “Mencekik Leher” | Usaha Angkutan BBM Mogok di Pelabuhan

Jakarta | Jurnal Asia
Asosiasi Pengusaha Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI), mengancam mogok massal untuk mengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM). Mereka keberatan dengan langkah pemerintah mengenakan tarif Rp 25 ribu/kilogram, untuk biaya pengawasan bongkar/muat BBM. Alasannya, besaran tarif jauh lebih tinggi dari harga BBM (non-subsidi).

“Mengingat BBM produk bahan pokok utama kehidupan masyarakat luas, seha­rusnya pemerintah meninjau ulang penetapan BBM sebagai barang berbahaya yang wajib dikenakan tarif pengawasan bongkar muat pengangkutan-nya,” ujar Ketua Umum APBBMI, Achmad Faisal, Jumat (27/3).

Hingga pemerintah merivisi kebijakan tersebut, untuk sementara kata Achmad, pihaknya tidak akan melaksanakan pengangkutan BBM dengan menggunakan jasa pelabuhan laut di pelabuhan manapun. Karena besaran tarif pengawasan bongkar muat pengangkutan barang berbahaya tersebut, khususnya terhadap BBM, sangat tidak mungkin dapat dipenuhi.

“Agar tidak terjadinya masalah paso­kan ketersediaan BBM non-subsidi, maka kami berharap pemerintah segera meng­ambil kebijakan yang tepat dan cepat. Agar ang­kutan dan pasokan BBM tidak menim­bul­kan masalah bagi masyarakat luas,” katanya.

Pemerintah diketahui telah menerbitkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan, 24 Februari 2015 lalu.

Dalam pengaturan, BBM disebut jenis barang yang masuk kategori berbahaya. Karena itu wajib dikenakan tarif pengawasan bongkar muat sebesar Rp 25 ribu/kilogram. Harga ini dinilai sangat memberatkan, sebab besaran tarif jauh melampaui harga jual BBM. Misalnya harga BBM jenis solar non subsidi dikonversi dari liter ke kilogram, harga per kilogramnya hanya sekitar Rp 9.600. Jika tetap dipertahankan, pengenaan tarif bongkar muat tersebut dapat mem­bawa harga BBM di Indonesia menjadi termahal di dunia.

Klarifikasi
Pihak Kemenhub mengklarifikasi bahwa biaya pengawasan untuk distribusi BBM bukan Rp 25.000/kg melainkan hanya Rp10/ton/muatan.“Pertamina nampaknya salah meng­artikan lembaran lampiran aturan tersebut. Pertamina menyatakan harga BBM bisa mahal karena biaya pengawasannya Rp 25.000/liter atau kilogram, ini salah,” tegas Kepala Pusat Komunikasi Kemenhub J.A Barata, Jumat (27/3).

Barata menjelaskan, bahwa khusus untuk jenis BBM bukan masuk dalam lembaran butir 7 huruf G, melainkan butir 7 huruf A. Ia menjelaskan untuk muatan dalam bentuk curah atau bulk, BBM, bahan kimia atau sejenisnya yang berbentuk curah, maka biaya pengawasannya hanya Rp 10/ton/muatan. “Jadi tidak benar itu biaya penga­wasannya Rp 25.000/kg untuk BBM, tapi hanya Rp 10/ton/muatan,” ungkapnya.

Barata mengakui, aturan ini baru diberlakukan, sehingga pihaknya baru akan melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait, mengenai aturan PP Nomor 11 Tahun 2015.
“Kita baru Senin besok mau sosialisasi di kantor, kita undang pihak-pihak terkait. Saya juga belum membaca aturan ini semuanya, tapi karena ada masalah kesimpangsiuran jadi saya ingin langsung menjelaskan khusus terkait yang BBM dulu, agar jangan sampai ada kepanikan di masyarakat,” kata Barata. (jpnn/dtf/ant)

Close Ads X
Close Ads X