Perpanjangan Izin Ekspor Freeport Langgar UU

Jakarta | Jurnal Asia
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon meminta pemerintah mencabut Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang baru saja diperpanjang. Pasalnya, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu dianggap melanggar Undang-undang Minerba tahun 2014 tentang larangan ekspor mineral mentah. Dalam aturan tersebut, perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia hanya boleh mengekspor mineral jadi yang sudah melewati proses pemurnian.

“Ini pelanggaran terhadap UU karena ada klausul memperpanjang izin ekspor tanpa proses pemurnian,” kata politisi dari Partai Gerindra itu di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta Selatan di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan jajaran Direksi PT Freeport Indonesia, Selasa (27/1).

Ia mengatakan, sampai saat ini Freeport belum menyelesaikan pem­bangun­an smelter (pusat pemurnian mineral) sehingga hasil tambangnya masih mentah. Meski demikian, Freeport me­nyatakan sudah siap membangun smelter dengan total investasi Rp30 triliun.

“Mou tidak masalah karena bukan kontrak yang mengikat, tapi klausul mengizinkan ekspor yang belum dimurnikan jadi pelanggaran UU Minerba. Pemerintah harus cabut MoU tersebut kalau tidak melanggar UU. Sudah dibuat belum smelter? Kan bukan sekadar komitmen saja,” jelasnya.

Pekan lalu pemerintah sudah mem­perpanjang MoU yang mengizinkan Freeport mengekspor mineral mentah dalam enam bulan ke depan. Pemerintah meminta Freeport juga menyegerakan pembangunan smelter.

Dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Menteri ESDM Sudirman Said, kembali ditanya mengenai langkah pemerintah memperpanjang MoU (nota kesepahaman) izin ekspor Freeport untuk enam bulan ke depan. “Kenapa Bapak Menteri memberikan izin Freeport untuk melakukan ekspor?” kata Anggota Komisi VII Ramson Siagian.

Menjawab Ramson, Sudirman me­ngatakan, alasan pemerintah mem­perpanjang izin ekspor Freeport karena perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini menunjukkan niat baik akan membangun pabrik pemurnian mineral (smelter) di Indonesia. Buktinya, lanjut Sudirman, Freeport telah menentukan lokasi smelter di Gresik Jawa Timur.

Dalam rapat itu, keseriusan Freeport membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di Gresik diuji. Hasilnya, saat ini Freeport belum memiliki Amdal dan izin usaha pembangunan smelter di Gresik. Kondisi ini membuat Komisi VII ragu dengan keseriusan Freeport. Namun Sudirman memiliki pemahaman berbeda.

“Jadi ‎kami melihat ada yang berbeda di sini adalah keseriusan. Sekarang Freeport lebih serius soal smelter. Bahwa ada hal-hal teknis yang belum terpenuhi, kami percaya bahwa Freeport akan memenuhi hal tersebut,” tegas Sudirman.

Dalam MoU pemerintah dengan Freeport terakhir, Sudirman mengatakan smelter Freeport sudah harus berdiri sebelum 2017. “Janji itu yang kami pegang dan kami awasi,” kata Sudirman.
Royalti

Dalam rapat denger pendapat ini, DPR juga menanyakan jumlah pembayaran royalti tambang Freeport ke pemerintah Indonesia.Menjawab pertanyaan ini, Presiden Direktur baru PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, menjelaskan berdasarkan Kontrak Karya yang lama antara Freeport dengan pemerintah Indonesia, royalti untuk tembaga adalah 3%, emas 1%, dan perak 1%.

“Sekarang, setelah pembicaraan di negosiasi kontrak yang sudah berlaku sejak Juli tahun lalu. Itu besaran royaltinya menjadi, tembaga 4%, emas 3,75%, dan perak 3,5%,” jelas Maroef.
Soal perhitungan royalti, Maroef men­jelaskan, royalti dihitung dari penjualan bruto dikurangi biaya pengolahan. “Jadi dapat biaya smelter, di situ baru dihitung, dikalikan dengan persentase (royalti) itu,” kata Maroef.
(dc)

Close Ads X
Close Ads X