Pastikan Bangun Smelter Freeport Siapkan Dana Rp30 T

Jakarta | Jurnal Asia
Komisaris Freeport McMoran, James Robert (Jim Bob) Moffet, menegaskan keinginan Freeport yang serius dalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Terbukti dengan dana sebesar US$ 2,5 miliar akan diinvestasikan. Hal itu dikatakannya saat ikut menghadiri konferensi pers yang diselenggarakan oleh pemerintah yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Gedung ESDM Jakarta, Minggu (25/1). “Kita pastikan bangun smelter, dana yang disiapkan US$ 2,5 miliar,” ungkapnya.

Lokasi lahan yang akan dijadikan tempat berdirinya smelter tersebut adalah milik PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur. Diawali dengan uang kesungguhan atau commitment fee sebagai jaminan sebesar Rp2 miliar.

Sementara teknologi yang akan digunakan adalah milik perusahaan Jepang, yakni Mitsubishi. “Kita akan menggunakan teknologi dari Mitsubishi,” sebutnya.Di samping itu, Freeport juga akan menambah investasi untuk eksplorasi tambang bawah tanah atau underground mining. Nilainya mencapai US$ 15 miliar dan akan direalisasikan dalam waktu dekat. “Kami akan investasi US$ 15 miliar untuk underground mining,” tukasnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia memperpanjang nota kesepahaman (MoU) terkait renegosiasi kontrak kerjasama selama 6 bulan ke depan. Kesepakatan telah diambil ada tanggal 23 Januari 2015 kemarin.“Maka 23 Januari kemarin, pemerintah memutuskan untuk perpanjangan MOU, kontraknya belum diputuskan,” ungkap Menteri ESDM Sudirman Said, Minggu (25/1)

Pembahasan Freeport ini dimulai pada Juli 2014, di mana pemerintahan yang lama sudah menandatangani MoU dengan perusahaan ini. “Pemerintah sebelumnya buat suatu MoU untuk masa waktu 6 bulan, yaitu waktu diperlukan untuk negosiasi, terkait perpanjangan KK Freport, yang akan habis pada tahun 2021,” jelasnya.

Saat dia diangkat menjadi Menteri ESDM, persoalan ini menjadi salah satu fokus utama Sudirman dalam program kerjanya. Dalam penanganannya, Ia juga tak lupa berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla (JK). Hingga Desember 2014, proses diskusi antara pihaknya dengan Freeport dimulai.“Kita berulang kali diskusi dengan Freeport Mc Moran dan menyepakati item yang akan dibicarakan,” sebut Sudirman.

Poin-poin penting yang dibicarakan tersebut mencakup batasan luas wilayah, penerimaan negara (royalti), divestasi saham, kewajiban pengolahan dan pemurnian, tingkat penggunaan barang dan jasa dalam negeri dan perpanjangan kontrak. Yang menjadi sorotan pemerintahan sekarang adalah konstribusi nyata Freeport bagi Indonesia dan Papua pada khususnya. “Semua sepakat, kecuali yang berkaitan dengan kontribusi Freeport ke negara,” kata Sudirman.

Hingga akhirnya, pada 23 Januari kemarin, MoU antara pemerintah dengan Freeport diperpanjang selama 6 bulan ke depan, dengan catatan Freeport harus menyelesaikan pembangunan smelter dan memperbesar kontribusinya pada pemerintah. Di samping itu, Freeport masih diizinkan untuk mengekspor mineral mentah.

Di samping itu, kehadiran pemerintah masih terhitung baru. Sehingga dibutuhkan waktu yang cukup panjang dengan perusahaan untuk membahas poin renegosiasi. “Kita cari waktu untuk menyepakati. Karena pemerintahan ini baru. Maka berkaitan dengan Papua kita ingin mendorong pembangunan di Papua,” tukasnya.

Sudirman sendiri mengatakan keputusan ini tak lepas dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya. “Dalam Hal ini Pak Jokowi berikan arahan bahwa dalam proses negosiasi, pemerintah menghendaki bahwa agar keberadaan Freeport semakin memberikan kontribusi yang lebih besar untuk Papua dan ekonomi Indonesia,” ungkapnya lagi.

Maka dari itu diberikan waktu selama enam bulan ke depan. Agar lebih banyak waktu antara kedua belah pihak untuk penyelesaian masalah Freeport. “Pemerintah ingin memberi ruang untuk review secara komprehensif terkait aspek apa yang konstributif terhadap Papua. Jadi tidak saja soal revenue. Ini yang dipesankan,” jelas Sudirman.

Lepas Saham
Freeport sendiri sepakat melepas (divestasi) 30% kepemilikan sahamnya. Saham tersebut akan dilepas bertahap dan ditawarkan kepada pemerintah. “Masalah divestasi kita sudah sepakat 30%,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R Sukhyar, Minggu (25/1).

Saat ini pemerintah Indonesia sudah pegang 9,36% saham PTFI. Sisanya sebanyak 20,64% akan dilepas secara bertahap. “Dimulai pertama pada Oktober tahun ini sebesar 10,64%, ini akan ditawarkan kepada pemerintah. Sisanya tahun berikutnya,” ujarnya.

Saham divestasi PTFI pertama kali akan ditawarkan ke pemerintah pusat. Apabila pemerintah pusat tidak berminat, maka akan ditawarkan ke Pemerintah Daerah (Pemda). Namun apabila Pemda tidak berminat juga, maka akan ditawarkan ke BUMN. Apabila belum ada yang berminat, maka saham Freeport akan ditawarkan ke swasta melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO).

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang kegiatan usaha penambangan minerba, PTFI yang punya tambang bawah tanah (underground) kena kewajiban divestasi 30% saham.
Sesuai PP divestasi itu, kewajiban per­usahaan minerba mendivestasikan saham­nya sebanyak 51% apabila tambangnya tidak terintegrasi dengan pabrik pemurnian (smelter). Bila terintegrasi smelter, kewajiban divestasinya hanya 40%, dan apabila mengembangkan tambang bawah tanah, kewajiban divestasi saham hanya 30%. (dc)

Close Ads X
Close Ads X