Jakarta | Jurnal Asia
Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Irvan Kamal Hakim menyatakan bahwa industri baja nasional mengalami tantangan berat. Pasalnya, industri baja terancam mengalami penggerusan dari pihak asing.]
Menurutnya, permintaan baja di dalam negeri masih tumbuh, baik impor atau produsen lokal. “Produsen lokal banyak tantangan harga gas alam tinggi, tarif dasar listrik naik 68 persen dalam enam bulan,” ujar Irvan di Jakarta, Jumat (23/1). “Jadi, faktor input costnya harus disesuaikan kalau memang rencananya ingin membangkitkan lagi industri ini,” tambahnya.
Menurut Irvan, pertumbuhan industri baja nasional yang terbilang 11-13 persen rata-rata dalam 15 tahun terakhir. Namun, yang menjadi masalah apakah yang mendapatkan produksi baja di dalam negeri diisi oleh pabrik nasional atau pihak asing.
“Tidak ada gunanya kita menghemat subsidi dalam negeri bisa memberikan penghematan kalau diambil produksinya oleh orang asing sama saja. Seharusnya itu dimakan oleh produsen dalam negeri, supaya kapasitas produksi pabrik-pabrik maksimal dan pada saat yang sama tenaga kerjanya akan tumbuh,” imbuhnya.
Dia menambahkan, saat ini Indonesia merupakan pasar yang paling rendah di kawasan sektor industri baja. Karenanya, membuat pasar di dalam negeri direbut oleh pihak asing.“Jadi kasihan pabrik-pabrik dalam negeri ini punya kemampuan kapasitas, tetapi tidak bisa berjalan. Karena kawasan sektornya diambil oleh negara lain perlindungan pasar tidak cukup,” pungkasnya. (oz)