Genjer Gulma yang Bernilai Ekonomi

fadlik.foto

genjer terserang penyakit

genjer

genjer1

IMG_1538

img_354065_28584348_1
Genjer adalah komoditas sayuran yang banyak penggemarnya, tetapi belum dibudidayakan secara serius. Selama ini genjer hanya dianggap sebagai gulma di areal sawah yang ditanami padi. Petani memanfaatkan gulma ini sebagai sayuran. Di sekitar Jakarta, budidaya genjer sudah dimulai meskipun masih dalam skala yang sangat terbatas.
Genjer bisa kita jumpai di pasar, bahkan pasar swalayan, meskipun keberadaannya masih sangat sporadis. Sama halnya dengan selada air (Nasturtium microphyllum, Nasturtium officinale), dan kangkung (Ipomoea aquatica), genjer (Yellow velvetleaf, Limnocharis flava), adalah tanaman air. Sayuran ini baru bisa tumbuh optimal di lahan yang tergenang air sepanjang tahun.
Beda dengan kangkung yang mampu tumbuh mengapung di permukaan air, genjer dan juga selada air harus tumbuh di dasar perairan (di atas lumpur). Sebagian pelepah daunnya bisa tergenang dalam air, tetapi daunnya mutlak harus berada di atas permukaan air. Hingga genjer, harus dibudidayakan di lahan yang tergenang air maksimal 20 cm. Tanpa genangan air, tanaman akan merana dan mati.
Asal-usul
Genjer bukan tumbuhan asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tropis (Amerika Tengah dan Selatan). Tanaman ini masuk ke Indonesia, dibawa oleh bangsa Portugis, dan Belanda, sebagai tanaman hias. Daun genjer yang berwarna hijau kekuningan, memang tampak seperti berlapis beludru halus. Itulah sebabnya tanaman ini disebut Yellow velvetleaf.
Selain daunnya yang menawan, bunga genjer yang berwarna kuning, juga dianggap eksotis bagi masyarakat Eropa abad XVI, dan XVII. Maka mereka pun membawanya dari Amerika Tropis ke Asia, dan juga Afrika. Sama dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes), yang mereka datangkan dari Afrika sebagai tanaman hias, dan kemudian menyebar sebagai gulma air.Genjer berkembang biak secara generatif dengan biji, serta vegetatif dengan sulur (anakan). Maka dalam waktu cepat genjer menyebar ke seluruh lahan basah dataran rendah dan menengah di Indonesia, terutama di lahan sawah. Bersama dengan tanaman air lainnya, genjer kemudian menjadi gulma bagi tanaman padi sawah.
Meskipun dalam waktu cepat menyebar ke areal persawahan, genjer bukan menjadi gulma yang potensial mengancam tanaman padi. Beda dengan eceng gondok, yang kemudian menjadi gulma yang mengancam perairan tropis, dan sampai sekarang sulit untuk diatasi, genjer tidak terlalu mengganggu tanaman padi di sawah. Bahkan para petani bisa memanfaatkannya sebagai sayuran yang cukup lezat citarasanya.
Genjer yang tumbuh di sawah sebagai gulma padi, akan hilang setelah tanaman pokoknya tumbuh rapat. Hingga panen genjer biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan padi. Kangkung pun dulu juga hanya dipanen dari gulma di sawah, serta di peraitan umum. Misalnya di rawa-rawa, atau di pinggiran kolam ikan. Sekarang kangkung sudah biasa dibudidayakan secara monokultur, dan secara periodik bisa dipanen hasilnya. Di sekitar Jakarta, upaya ini sudah dilakukan, oleh para petani kangkung. Di pinggiran areal tanaman kangkung, mereka budidayakan genjer sebagai selingan. Hasil panen mereka pasarkan di pasar tradisional, maupun pasar swalayan.
Daun dan Bunga
Di sekitar Jakarta, dan Jawa Barat, masyakarat terbiasa mengonsumsi bunga muda tanaman genjer (yang belum mekar) sebagai sayuran. Beda dengan di jawa Tengah dan Jawa Timur, masyarakat justru terbiasa mengonsumsi daun mudanya. Sementara bunga genjer mereka biarkan mekar, dan menghasilkan biji. Ini hanyalah faktor kebiasaan. Meskipun nilai gizi bunga genjer, pasti lebih tinggi dibanding dengan daunnya. Panen daun muda maupun bunag genjer, bisa dilakukan rutin, selang seminggu sekali. Agar tanaman bisa dipanen setiap hari, diperlukan areal tanaman yang cukup luas, dengan periode panen yang berbeda-beda. Para petani umumnya menanam genjer dengan benih berupa tanaman cabutan dari areal sawah atau perairan umum lainnya.
Tanaman genjer liar ini mereka budidayakan di lahan yang sepanjang tahun akan tergenang air. Baik lahan di pinggiran rawa, maupun bagian dari kolam ikan yang agak dangkal airnya. Sampai sekarang masih jarang petani yang sengaja membudidayakan genjer secara monokultur dalam skala komersial yang agak luas. Ini mirip dengan pertanyaan: mana yang lebih dulu, ayam atau telur? Petani takut membudidayakan genjer, karena konsumennya belum jelas. Sementara konsumen juga belum mendapat jaminan, bahwa pasokan genjer akan lancar sepanjang tahun. (int)

Close Ads X
Close Ads X