Guru Jangan Cuma Menuntut!

Sejumlah guru dari seluruh Indonesia menghadiri acara puncak peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2014 dan HUT Ke-69 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (27/11).
Medan| Jurnal Asia
Semboyan guru pahlawan tanpa tanda jasa dianggap suatu hal yang mulia. Tapi istilah itu kini dianggap usang dan tak realistis lagi. Sebaliknya, guru dituntut harus lebih profesional sehingga akan menghasilkan lulusan berkualitas dari hasil pembelajaran yang diberikannya. Apalagi pemerintah telah mengeluar­kan kebijakan baru tentang perubahan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013 yang penerapannya sebagian telah dilak­sanakan, meskipun kini sedang da­lam pembahasan evaluasi oleh Menteri Pen­didikan dan Kebudayaan Anies Ba­wesdan.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Drs Masri menyebutkan saat ini perhatian yang diberikan pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan guru dinilai terus membaik.
Sebab peran pen­didik sangat strategis dalam mencapai tu­juan pendidikan. Seiring dengan itu wa­jar jika guru dituntut lebih profesional.
“Perhatian yang diberikan pemerintah da­lam peningkatan kesejahteraan guru wajar sebab guru merupakan sumber daya pendidikan yang mempunyai posisi sentral. Hal ini mengingat peran pendidik sangat strategis dalam mencapai tujuan pendidikan,” kata Masri menyikapi Hari Guru ke 69, Kamis (28/11).
Dalam memperingati Hari Guru ke 69, profesionalisme guru masa kini mendapat sorotan, terutama bagi guru PNS yang sudah bersertifikasi.
Menurut Masri, guru jangan hanya banyak menuntut, sebab perhatian yang diberikan pemerintah kepada guru sudah maksimal.
Berbagai bantuan diberikan ke­pa­da guru baik tunjangan profesi, in­sentif bahkan pemberian pendidikan peningkatan kompetensi guru baik untuk akta IV, S1 dan S2,” katanya.
Dia mengaku, guru masa kini terkesan lebih “manja” dibanding guru dahulu dengan tingkat kesejahteraan sangat jauh berbeda.
Padahal kemampuan mereka ma­sih banyak yang tidak menguasai bi­dang studinya karena tidak memiliki kompetensi, sehingga mengajar siswa yang bukan berlatar belakang lulusan ilmu keguruan dan pendidikan. Akibatnya banyak guru yang tak professional dan mengajar dengan cara-cara konvensional.
“Guru jangan sekadar mengajar anak didik di kelas dengan cara memindahkan isi buku kepada siswa, tapi terpenting diharapkan penguasaan materi dan kom­petensi mengajar yang relevan dengan kebutuhan dunia pendidikan,” k­atanya.
Sementara itu Sekretaris Ga­bu­ngan Pendidik dan Tenaga Ke­pen­didik Sumut Drs Latif menyebutkan, pemerintah saat ini sudah memperhatikan har­kat dan martabat guru termasuk ke­se­jahteraannya.
“Guru kini selain menerima insentif dan tunjangan profesi juga diberi peningkatan kualifikasi dari S1 ke S2,” katanya.
Bentuk perhatian yang diberi perintah itu aantara lain lahirnya Keppres No 78/94 pada 25 Nopember tentang penetapan Hari Guru Nasional pada setiap 25 No­pember, kemudian awal Desember 2004 penetapan tentang guru adalah pekerja profesi serta UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang harus memiliki empat kompetensi.
Latif juga menyoroti tentang nasib guru di atas 50 tahun yang belum lu­lus sertifikasi dan berharap perhatian pe­me­rintah untuk memberikan dispensasi dalam meraih tunjangan profesi.
Kesejahteraan guru terutama guru swasta diakui masih belum meng­gembirakan, namun demikian hal ini hendaknya tidak digunakan sebagai ala­san untuk mengendorkan semangat dalam mendidik siswanya. Karena profesi guru sangat mulia dan harus dilandasi keikhlasan mengabdi untuk bangsa dan negara.
Menurunya kesejahteraan guru swasta menjadi tanggung jawab bersama antara pe­merintah pusat, provinsi dan kabupa­ten/ko­ta. Selama ini peran pemerintah ka­bupaten/kota masih sangat minim.
“Masih sangat sedikit kabupaten/kota mengalokasikan anggaran untuk guru-guru swasta. Padahal guru swasta ini salah satu pokok penyumbang kesuksesan peningkatan kualitas pen­didikan di daerah,” katanya.
Dia juga berharap agar para guru yang telah memperoleh tunjangan profesi maupun insentif agar menggunakan dana tersebut untuk meningkatan kompetensi misalnya membeli kebutuhan primer seperti loptop atau buku dan alat pem­belajaran lainnya, bukan mem­­beli ke­butuhan sekunder bahkan guru PNS me­ngagunkan gajinya un­tuk mem­­beli kebutuhan me­­­wah. (swisma)

Close Ads X
Close Ads X