Resensi Film Jenderal Soedirman | Kolaborasi Apik Sineas dan Militer

Setelah suksesnya beberapa film biopik di Indonesia seperti Habibie & Ainun yang berbalut asmara, kini hadir satu lagi film biopik dari tokoh Indonesia, Jenderal Soedirman. Film ini kini tengah tayang di bioskop-bioskop tanah air.

Tanpa balutan asmara, film berbujet lebih dari 10 miliar rupiah ini menceritakan jenderal TNI pertama di Indonesia. Berlatar perang geriliya dan kolosal, syutingnya digelar sekitar enam pekan di Wonosari, Magelang, Setu Lembang dan Bandung.

Film yang disutradarai oleh Viva Westi tersebut mengambil latar Agresi Militer II pada 1946-1949. Dibintangi oleh Adipati Dolkien sebagai sang panglima, Mathias Muchus sebagai Tan Malaka, Lukman Sardi sebagai Yusuf Ronodipuro, Ibnu Jamil sebagai Kapten Tjokropranolo, Nugie sebagai Bung Hatta, dan Baim Wong sebagai Bung Karno.

Berdasarkan sejarah, Jenderal Soedirman memimpin perlawanan terhadap serangan Belanda yang belum mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Soedirman memimpin grup kecil sejumlah 15 orang masuk-keluar hutan bergerilya di Jawa Tengah.

Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Di tengah kekosongan kepemimpinan, Jenderal Soedirman secara otomatis memimpin pemerintahan darurat militer bersama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi.

Layar perak kolosal yang akan dibuat pada 25 Januari di beberapa tempat lokasi Jenderal Soedirman yang sesungguhnya ini didukung penuh, termasuk dana, oleh Markas Besar TNI-AD, termasuk Kopassus.

“Seluruh personel, peralatan, senjata, bahan peledak yang dimiliki oleh TNI dan Kopassus, kami mendapat izin untuk menggunakannya,” ujar Viva. Bahkan lokasi latihan Kopassus yang sulit dimasuki oleh masyarakat akan dibuka lebar-lebar untuk lokasi pembuatan film.

Viva berujar bahwa penggunaan Setu Lembang sebagai lokasi pengambilan gambar terkait dengan kebutuhan film yang akan menggunakan adegan tembak-menembak, ledakan, dan membutuhkan hutan yang masih rimba sesuai dengan latar kejadian sebenarnya.

Cerita yang dimainkan di film ini dijanjikan oleh Wakasad TNI AD Letnan Jendral Muhammad Munir akan berlangsung secara objektif. Viva menjelaskan dirinya dan tim sudah melakukan riset terhitung April 2014 dengan mewawancarai banyak narasumber dan berdasarkan buku-buku mengenai Soedirman.

Sang sutradara memastikan ketiadaan kisah romansa sepasang manusia dalam film kolosal ini. Dirinya berdalih akan menggambarkan cinta Soedirman dalam bentuk yang lain, cinta kepada negeri dan Tanah Air. “Drama dalam film ini tetap akan ada, tetapi tidak didramatisir. Kondisi Jendral Soedirman sendiri saja sudah dramatis,” ujar Viva.

Semangat cinta Tanah Air dan penuh perjuangan itulah yang diakui oleh pihak TNI AD membuat mereka untuk ikut bergabung dalam produksi film ini dan menjanjikan nilai-nilai yang disebut filosofi Soedirman akan menjadi sajian utama.

“Kami akan meminta seluruh keluarga besar TNI-AD untuk menonton film ini, dengan gratis. Berapa pun yang dibutuhkan untuk film ini, kami beri,” ujar Muhammad Munir.
Dalih berbisnis yang ditujukan kepada pihak TNI atas film ini dibantah oleh Munir, dirinya beralasan untuk film ini diurus oleh Yayasan Kartika Eka Paksi yang dipimpin oleh purnawirawan TNI.

Terpilihnya Adipati Dolkien memerankan sosok pahlawan Indonesia tersebut dinilai Viva karena Jendral Soedirman adalah sosok yang muda dan tampan ketika memimpin perang gerilia. “Selain itu juga Adipati Dolkien yang paling cocok, dan rela memberikan waktunya selama setengah tahun untuk film ini,” ujar Viva.

Apapun pro-kontra yang menghampiri gagasan film ini, semua baru akan dapat dinilai secara utuh apabila karya biopik berlatar perang gerilya ini sudah jadi secara utuh dan siap ditayangkan saat liburan sekolah tiba.
(cnn)

Close Ads X
Close Ads X