Memahami Upaya Berantas Prevalensi Narkoba

narkoba

Sebagaimana dirilis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam laporan akhir tahun 2012, angka prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yg terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) penyalahgunaan Narkoba di Indonesia sudah mencapai 2,2% atau setara dengan 3,8 – 4,2 juta orang, dengan perbandingan 5,4 persen menjangkiti laki-laki dan 3,6 persen perempuan. Dari jumlah tersebut, baru 0,47 persen saja para penyalah guna narkoba ini yang berkesempatan mendapatkan layanan rehabilitasi yang baik.

Jika ditarik dalam lingkungan global, 4,2 juta penyalah guna narkoba di Indonesia ini setara dengan 1.6 persen dari total penyalah guna narkoba di dunia. Karena merujuk laporan World Drug Report 2012 yang dikeluarkan oleh United Nation Office on Drug and Crime (UNODC), pada tahun 2010, diperkirakan ada sebanyak 153 – 300 juta penduduk dunia yang terjangkiti penyakit ini.

Yang menyedihkan, UNODC juga memprediksi bahwa dari 153 – 300 juta penduduk dunia yang mengkonsumsi Narkoba, hampir 200.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya. Itu artinya, sebanyak 548 orang mati sia-sia per hari karena penyalahgunaan obat ini.

Dalam konteks Indonesia, BNN mempredisksi setidaknya 50 orang meninggal dunia setiap hari karena penyelewengan narkoba. Itu artinya, Indonesia telah berkontribusi sebesar 9.1 persen kematian sia-sia dunia terkait penyalahgunaan narkoba yang berjumlah 548 orang per hari.

Sindikat Internasional

Sejatinya, kejahatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tidaklah berdiri sendiri. Ia sangat terkait erat dengan sindikat internasional. Hal itu bisa dilihat dari jumlah tersangka yang sudah divonis mati di negeri ini. Mayoritas merupakan warga Negara asing (WNA).

BNN menyebut, selama tahun 2012 saja, sudah ada sekitar 187 orang yang ditetapkan sebagai tersangka terkait penyalahgunaan narkoba. 71 orang diantaranya telah diberi vonis mati. Dari jumlah ini, 71.8 persen merupakan WNA, sementara 28.2 persen adalah warga Negara Indonesia (WNI).

WNA yang paling banyak tertangkan terkait kejahatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia sendiri adalah Nigeria 28 persen, Cina 14 persen, Australia 10 persen, dan Belanda 6 persen. Selain empat negara besar yang memiliki jaringan kuat di Inonesia ini, masih ada Negara-negara seperti Afrika Selatan, Brazil, Malawi, Malaysia, Pakistan, Thailand, Zimbabwe, Filipina, Ghana, India, Nepal, Perancis, Senegal, dan Vietnam yang suka mengedarkan barang haram ini di Nusantara.

Naasnya, tak hanya didalam negeri saja WNI melakukan kejahatan pengedaran narkoba. Di luar negeri, WNI juga banyak yang terancam hukuman mati. Masih merujuk data BNN, Dalam kurun waktu Juli 2011 – Desember 2012, ada sekitar 328 WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Dari jumlah tersebut, 203 orang atau 61,89% terancaman hukuman mati dengan dakwaan terkait tindak
pidana Narkoba.

Dalam rentang waktu tersebut, sebanyak 63 WNI bisa bebas dari ancaman hukuman mati terkait tindak pidana Narkoba, yakni 8 WNI di Arab Saudi, 31 WNI di Malaysia, 22 WNI di RRC, dan 2 WNI di Iran. Dengan demikian, masih terdapat 140 WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati terakit tindak pidana Narkoba.

Pondasi Keluarga

Melihat kondisi ini, menjadi cukup wajar apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi sangat resah. Kendati Indonesia telah banyak melakukan upaya pemberantasan, ancaman kejahatan ini ternyata tetaplah tinggi.

Itu sebabnya, saat memperingati International Day Against Drug Abuse and Illicit Trafficking di istana Negara pada senin 24 Juni 2013 lalu, presiden SBY mengajak semua negara untuk memanfaatkan momentum ini sebagai tonggak untuk membangun solidaritas dan bersama-sama memberantas dan mecegah penyebaran dan penyalahgunaan narkoba.

Sekilas, apa yang disampaikan Presiden ini sepertinya biasa-biasa aja, bahkan terkesan cenderung normatif. Akan tetapi kalau kita telusuk secara lebih dalam, apa yang disampaikan Presiden ini adalah inti dari upaya penanganan prevalensi narkoba.

Sebagaimana data yang sudah diulas di atas, prevalensi narkoba terus membengkak disebabkan oleh adanya kerja sama sindikat antar negara yang sangat kuat. Tidak cukup sebuah negara bekerja sendirian mati-matian tanpa adanya dukungan masyarakat dunia terkait usaha pemberantasan penyakit ini.

Namun di luar itu, ada yang lebih penting menurut hemat saya terkait upaya pencegahan prevalensi narkoba. Kampanye gerakan kesadaran masyarakat dunia ini hendaknya menitikberatkan terhadap pentingnya keluarga inti dalam mengawasi anggotanya. Kesadaran pemberantasan narkoba, harus dimulai dari pemahaman individu bahwa penggunaan zat ini tanpa resep dokter hanya akan membawa dampak yang buruk di masa depan.

Oleh karena itu, sudah saatnya para orang tua mulai mawas diri. Tak elok jika membebankan tanggung jawab pendidikan perilaku anak hanya terhadap institusi sekolah, pesantren, atau sejenisnya. Karena Keluarga adalah awal dari dimensi pencegahan dan penyelamatan. Karena sebagaimana kita tahu, narkoba hanya akan membuat anak kehilangan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI)

Close Ads X
Close Ads X