Media Sosial dan Merosotnya Moral Pelajar

Oleh : Satriana Sitorus SPdI
Saat ini, keberadaan sosial media (sosmed), ibarat menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat di era globalisasi. Bukan hanya orang dewasa saja yang menggunakannya bahkan para pelajar dan anak-anak yang belum cukup umur juga sudah akrab dengan sosial media yang sekarang sedang berkembang. Friendster, Foursquare, Skype, What’s App, Youtube, Facebook, Twitter, Line, Path, Instagram, merupakan aplikasi sosial media yang paling banyak digunakan pengguna gadget di Indonesia.

Ada banyak penelitian yang dilakukan oleh ilmuan diberbagai tempat menunjukan bahwa terlalu aktif di dunia maya, khususnya media sosial dapat memberi dampak bu­ruk bagi kehidupan nyata peng­gunanya. Dampaknya bukan hanya di kehidupan umum saja, melainkan juga berdampak pada dunia pendidikan. Dampak terburuk dalam dunia pendidikan yang mungkin dihasilkan dari situs jejaring sosial adalah mulai menurunnya motivasi dan prestasi belajar siswa.

Perkembangan teknologi kian lama semakin merajalela dikalangan pelajar masa kini. Salah satu contohnya seperti smartphone, tablet dan gadget lainnya. barang-barang tersebut ibaratkan pisau bermata dua yang memberi dampak negatif dan positif bagi penggunanya. Sayangnya, para pelajar lebih banyak menggunakan barang canggih ini untuk hal-hal yang tidak terlalu bersifat positif, seperti bermain game online, mengakses konten dewasa, atau bahkan bermain judi online.

Aktivitas buruk tersebut tentu saja berdampak pada tergerusnya moral pendidikan para pelajar kita. Hampir setiap harinya kita dapat menyaksikan para pelajar di bawah umur yang harus berurusan dengan hukum, seperti mencuri, berkelahi, tawuran, melakukan perbuatan asusila dan lain sebagainya. Hal ini semu tidak terlepas dari dampak negatif sosial media.

Penyalahgunaan
Ada banyak sekali tindak pidana yang melibatkan media sosial, salah satunya seperti seorang anak remaja laki-laki yang membawa kabur seorang remaja perempuan yang dikenal lewat sosial media (facebook). Tak hanya itu, Keadaan sangat ironis terjadi di SMAN1 Balige ditemukan beberapa handphone siswa berisikan video porno.

Kemudian ditindak lanjuti oleh Kepala Sekolah SMAN1 Balige dan menjelaskan bahwa sudah dua kali pihak guru pembimbing (BP) sekolah melakukan razia ke dalam semua ruangan kelas. Razia dilakukan dengan cara mendadak.

Setiap HP siswa diperiksa apakah berisi gambar atau video porno. Ternyata ada, ditemukan hampir 10 ponsel berisi film porno berdurasi singkat. Di antara yang tertangkap itu, ada juga HP milik pelajar perempuan. (liputan6.com)

Berdasarkan hasil riset Yahoo di Indonesia yang bekerja sama dengan Taylor Nelson Sofres pada ta­hun 2009, pengguna terbesar internet adalah usia 15-19 tahun, sebesar 64%. Riset itu dilakukan melalui survei terhadap 2.000 responden. Sebanyak 53% dari kalangan remaja itu mengakses internet melalui warung internet (warnet), sementara sebanyak 19% mengakses via telepon seluler. Sebagai gambaran, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada tahun 2009 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta.

Pertumbuhannya setiap tahun rata-rata 25%. Riset Nielsen juga mengungkapkan, pengguna Facebook pada 2009 di Indonesia meningkat 700% dibanding pada tahun 2008. Sementara pada periode tahun yang sama, pengguna Twitter tahun 2009 meningkat 3.700%. Sebagian besar pengguna berusia 15-39 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa memang benar adanya pengguna situs jejaring sosial adalah dari kalangan remaja usia sekolah.(kompas.com)

Lebih mirisnya lagi para mahasiswa juga tak luput dari situs jejaring sosial media, peneliti dari Ohio State University, menunjukkan bahwa para mahasiswa pengguna aktif jejaring sosial seperti facebook ternyata mempunyai nilai yang lebih rendah daripada para mahasiswa yang tidak meng­gunakan situs jejaring sosial facebook. Dari 219 mahasiswa yang diriset oleh Karpinski, 148 mahasiswa pengguna situs facebook ternyata memiliki nilai yang lebih rendah daripada mahasiswa non pengguna.

Menurut Karpinski, memang tidak ada korelasi secara langsung antara jejaring sosial seperti facebook yang menyebabkan nilai para mahasiswa atau pelajar menjadi jeblok. Namun diduga jejaring sosial telah menyebabkan waktu belajar para siswa atau mahasiswa tersita oleh keasyikan berselancar di situs jejaring sosial tersebut. Para pengguna jejaring sosial mengakui waktu belajar mereka memang telah tersita. Rata-rata para siswa pengguna jejaring sosial kehilangan waktu antara 1 – 5 jam sampai 11 – 15 jam waktu belajarnya per minggu untuk bermain jejaring sosial di internet.

Pemerintah Indonesia me­lalui Kementrian Informasi dan Komunikasi sebenarnya per­nah melakukan upaya untuk membatasi akses (penya­lah­gunaan internet) melalui program internet sehat. Namun tetap saja para pengguna in­ternet, khususnya para pelajar di Indonesia sudah memiliki cara untuk lewat dari filter tersebut dengan menggunakan proxy. Hasilnya, situs-situs (konten pornografi, judi, dll) yang tadinya sudah diblokir dapat tetap diakses.

Untuk mencegah rusaknya moral generasi muda, pe­me­rintah harus memiliki sebuah prog­ram jangka panjang. Sejak jenjang Sekolah Dasar, pihak sekolah pasti sudah mulai mengenalkan program in­ternet pada anak didiknya, disini harusnya sekolah juga menanamkan basis penggunaan internet sehat dan menggunakan koneksi dengan bijak.

Selain itu, penguatan nilai-nilai keagamaan juga harus diberikan sebagai benteng terakhir melindungi para siswa dari dampak buruk arus globalisasi. Orang tua dan keluarga di luar lingkungan sekolah juga harus berperan aktif mengawasi anaknya dalam menggunakan internet.

Usahakan orang tua memiliki akses dengan gadget dan akun jejaring sosial milik anaknya. Dengan ini orang tua dapat mengontrol aktifitas anak di dunia maya dan dapat langsung bertindak jika menemukan hal-hal negatif guna mencegah sesuatu tidak diinginkan terjadi. Semoga para pelajar di Indonesia dapat bijaksana menggunakan sosial media.
*) Penulis adalah alumni FAI UMSU, bekerja sebagai guru

Close Ads X
Close Ads X