Kecurangan Ritel yang Merugikan Konsumen

Oleh : Sagita Purnomo

Di tengah kompetitifnya persaingan ritel seperti sekarang ini, masyarakat dituntut untuk menjadi konsumen yang cerdas, yaitu mereka yang peduli dengan hak-haknya yang sering diabaikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Pasalnya usaha ritel kerap kali melakukan perbuatan curang yang bertujuan untuk mendapat keuntungan lebih dengan cara merugikan konsumen. Kembalian dalam bentuk permen, menipu harga di bandrol dengan harga asli, menjual makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsanya merupakan bentuk-bentuk pelanggaran yang paling sering dilakukan.

Banyak masyarakat yang tidak mempermasalahkan hal ini dengan alasan kerugian yang ditimbulkan tidaklah terlalu besar, namun apabila dilakukan penghitungan secara sistematis dan mendalam, bentuk-bentuk kecurangan sedemikan menyumbang keuntungan finansial yang sangat besar apabila dilakukan secara masif dan berkesinambungan. Oleh karenanya masyarakat harus menjadi konsumen cardas dan menggalang kekuatan untuk memerangi pelaku kecurangan itu.

Kecurangan semakin merajarela dikarenakan sejauh ini belum ada tindakan atau sanksi tegas oleh pemerintah maupun pihak terkait. Sudah banyak konsumen yang menyampaikan keluhan mereka melalui lembaga-lembaga atau yayasan perlindungan konsumen, namun sejauh ini belum ada upaya tegas untuk mencegah pelaku usaha berhenti melakukan kecurangan terhadap konsumen.

(Bukan) sekedar imbauan
Menanggapi banyaknya pelaku usaha ritel yang mencurangi konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menghimbau para pelaku usaha terutama swalayan dan sejenisnya agar memberi pelayanan baik dan berlaku jujur terhadap konsumen terutama dalam penghitungan belanjaan konsumen, artinya harus sesuai dengan tarif yang tertera pada barang-barang di swalayan.

Contohnya harga sabun mandi misalnya tertera Rp5.500/potong, tapi ketika konsumen membayar di kasir harga sabun menjadi Rp6.500/potong. Begitu juga beberapa jenis barang lainnya selisihnya bervariasi dari harga yang dilekat pada barang dengan perhitungan kasir di komputer.

Bayangkan saja jika konsumen banyak berbelanja tanpa melihat tarif barang sudah pasti terjebak dengan perhitungan harga yang berbeda. Ini sudah pasti sangat menguntungkan pedagang dan merugikan konsumen.

Oleh karenanya, YLKI mendesak Dinas Perdagangan setempat sebagai instansi berwenang agar melakukan pengawasan sekaligus megingatkan terhadap pelaku usaha perdagangan agar selalu berlaku jujur terhadap konsumen. Sebab, konsumen adalah raja.

“Soalnya selama ini keluhan konsumen semakin meningkat atas ketidaksesuaian penghitungan kasir dengan tarif tertera pada barang sehingga merugikan konsumen. Kita tidak tahu apakah disengaja atau kesilapan petugas swalayan karena lupa menyesuaikan tarif di barang dengan yang di komputer. Sebab perilaku tersebut sudah sering terjadi. Karena itu, YLKI menghimbau konsumen harus selektif dan jeli melihat tarif barang di swalayan, toko, gerai, dan sejenisnya. Jika perhitungan kasir tidak sesuai dengan tarif yang tertera di barang, konsumen bisa menolak kembali barang belanjaannya,” ujar Ketua YLKI Medan, H Abubakar Siddik,SH (Analisadaily.com).

Pelaku usaha ritel memiliki banyak cara untuk terus mengembangkan usahanya, termasuk cara-cara melawan hukum seperti mendirikan gerai tanpa izin dari pihak terkait. Pelaku usaha memiliki visi jangka panjang untuk menghantarkan bisnisnya langsung ke depan pintu konsumen, maka jangan heran jika saat ini banyak kita jumpai gerai ritel dari berbagai merek memenuh sesaki lingkungan, bukan hanya pada wilayah kota namun juga perkampungan atau daerah pinggiran.

Kehadiran ritel-ritel modren ini memang sangat banyak membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, namun sangat diasayangkan jika mereka justru banyak mendapat keuntungan dengan cara-cara melawan hukum seperti penulis jelaskan di atas.

Bukan hanya sering mencurangi konsumen secara sembunyi-sembunyi. Etika usaha ritel juga mencerminkan praktek monopoli bisnis yang secara tidak langsung mematikan usaha masyarakat kecil sejenis (toko kelontong, toko tradisional, kedai sampah dan lain sebagainya).

Ritel dengan segala kelebihannya kini telah memenuhi jalan-jalan perkampungan. Meski banyak diantara mereka yang belum mengurus atau mengantongi izin usaha dari pemda setempat. Akibatnya toko tradisional perlahan kian tergusur akibat kalah bersaing dengan gempuran ritel.

Jika pemerintah serius dalam membantu dan mengembangkan UMKM, hendaknya dapat mencari solusi dalam menangani serbuan bisnis ritel ini. Jangan biarkan masyarakat kecil semakin tergusur akibat monopoli bisnis yang tidak sehat.

Begitupula dengan praktek kecurangan yang dilakukan ritel kepada konsumennya, hendaknya pemerintah maupun pihak terkait lainnya dapat mengambil langkah tegas dalam menindak temuan kecurangan tersebut. Jangan biarkan ritel nakal terus berkembang dan merajarela mencari keuntungan lebih dengan mencurangi konsumen karena pembiaran oleh pemerintah.***

*)Penulis adalah Alumni UMSU

Close Ads X
Close Ads X