Cerita Para Pengabdi Pendidikan

Seperti yang kita ketahui saat ini masalah pemerataan pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu masalah serius. Sekolah-sekolah yang ada di pedesaan masih sedikit, dan juga jarak rumah siswa dan sekolah memiliki jarak tempuh yang cukup jauh. Bukan hanya itu tenaga pendidik pun juga mengalami masalah karena sangat sedikit. Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Karena masalah pendidikan di pelosok negeri terbentuknya gerakan pengajar muda. Mereka adalah para pengabdi yang mengabdi di sekolah-sekolah yang ada di pelosok negeri dan sangat minum tenaga pengajar. Gerakan ini sangat membantu dunia pendidikan saat ini.

Pengabdi adalah orang yang berbakti. Pengabdi adalah pelayan. Dengan kata dasar “abdi” yang mengacu pada penghambaan sebagai orang bawah. Pendidik merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Pendidik yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, pendidik harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki pendidik saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut. Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja.

Saat ini banyak sekali gerakan anak muda mengejar ke pelosok desa. Mereka mengabdi selama satu tahun lamanya. Para sarjana berprestasi dari berbagai universitas terbaik yang menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar. Selama mengabdi sebagai Pengajar Muda untuk mengajar di tingkat sekolah dasar, mereka menyaksikan setumpuk persoalan yang dialami warga di daerah terpencil mulai dari kemiskinan, minimnya kesadaran akan pendidikan, minimnya fasilitas pendidikan, parahnya infrastruktur, dan trauma pascakonflik.

Contohnya saja pengajar muda bernama Sigit yang merupakan sarjana ekonomi dari Universitas Bengkulu, ia berasal dari Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Sejak masa kuliah, Papua sudah menjadi tanah impian baginya. Tanah yang suatu hari harus ia datangi. Demi mewujudkan impiannha itu, pada tahun 2016 ia meninggalkan karirku di salah satu perusahaan keuangan multinasional di Jakarta untuk bergabung dengan program Pengajar Muda yang diinisasi oleh Yayasan Gerakan Indonesia mengajar. Menyasar sarjana-sarjana terbaik bangsa dari berbagai jurusan, program ini bertujuan mengisi kekosongan guru dan sebagai wahana mengasah kepemimpinan. (pedomanbengkulu.com)

Apa yang dilakukan Sigit layak menjadi inspirasi bagi sebagian besar pemuda Bengkulu. Pasalnya, di Bengkulu sendiri, kondisi pendidikan tidak jauh lebih baik dari daerah-daerah lain di timur Indonesia. Bahkan, di Desa Langgar Jaya Kecamatan Berami Ilir Kabupaten Kepahiang, anak-anak harus berjalan kaki melewati hutan sepanjang tiga kilometer ke Desa Damar Kencana kalau mau sekolah.
Betapa hebatnya para generasi muda yang mengajar ke tempat tersebunyi, terpencil dan jauh itu.

Mereka mengabdi, mengajari anak bangsa agar mendapatkan ilmu pengetahuan. Banyak pelajaran yang di dapat dari mengajar disitu. Salah satunya suku adat, budaya dan toleransi. Bukan sembarangan orang yang bisa bertahan di tempat seperti itu. Berada jauh dari keluarga dan meninggalkan rutinitas, serta kemewahan. Sudah sepantasnya gerakan seperti itu dibuat. Masih banyak anak-anak di desa tersembunyi belum menyentuh Pendidikan karena minimnya fasilitas dan pengajar.

Penulis Adalah Alumni FKIP UMSU

Close Ads X
Close Ads X