Biaya Politik Di Pemilu Kita

Politik uang terjadi karena kuatnya persepsi bahwa pemilu sebagai perayaan, kultur pragmatisme jangka pendek. Lemahnya dialektika untuk mencari nilai-nilai ideal dan membangun visi bersama, lemahnya aturan main. Pemilih lebih menyukai bentuk kampanye terbuka dan sebagian besar dari mereka menyarankan bagi yang ikut kampanye layak dikasih

uang saku sekitar Rp 50.000-Rp 100.000 perkali kampanye. Soal politik uang dalam pemilu ini menarik untuk diangkat sebagai tulisan seiring dengan kegelisahan banyak pihak atas mahalnya biaya pemilu, terutama bagi kandidat dengan segala implikasinya pada pascapemilu. Yang dimaksud dengan uang politik adalah, uang yang diperlukan secara wajar untuk mendukung operasionalisasi aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan oleh peserta pemilu.

Besarannya ditetapkan dengan UU dan PP. Contohnya biaya administrasi pendaftaran pasangan kandidat, biaya operasional kampanye pasangan kandidat, pembelian spanduk dan stiker.

Ada beragam cara untuk melakukan politik uang dalam pemilu langsung, yakni: (1) Politik uang secara langsung bisa berbentuk pembayaran tunai dari “tim sukses” calon tertentu kepada konstituen yang potensial, (2) sumbangan dari para bakal calon kepada parpol yang telah mendukungnya, atau (3) “sumbangan wajib” yang disyaratkan oleh suatu parpol kepada para kader partai atau bakal calon yang ingin mencalonkan diri sebagai Caleg .

Adapun politik uang secara tidak langsung bisa berbentuk pembagian hadiah atau doorprize, pembagian sembako kepada konstituen, pembagian semen di daerah pemilihan tertentu, dan sebagainya.

Para calon bahkan tidak bisa menghitung secara persis berapa yang mereka telah habiskan untuk sumbangan, hadiah, spanduk, dan sebagainya. Disamping biaya resmi untuk pendaftaran keanggotaan, membayar saksi, dan kebutuhan administratif lainnya. Peluang munculnya politik uang dalam pemilu dapat diidentifikasi sejak awal, yakni Pertama, untuk dapat menjadi calon diperlukan “sewa perahu”, baik yang dibayar sebelum atau setelah penetapan calon, sebagian atau seluruhnya.

Jumlah sewa yang harus dibayar diperkirakan cukup besar jauh melampaui batas sumbangan dana kampanye yang ditetapkan dalam undang-undang, tetapi tidak diketahui dengan pasti karena berlangsung di balik layar. Kedua, calon yang diperkirakan mendapat dukungan kuat, biasanya incumbent, akan menerima dana yang sangat besar dari kalangan pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut.

Jumlah uang ini juga jauh melebihi batas sumbangan yang ditetapkan undang-undang. Karena berlangsung di balik layar, maka sukar mengetahui siapa yang memberi kepada siapa dan berapa besarnya dana yang diterima.

Ketiga, untuk kabupaten/kota yang jumlah pemilihnya sekitar 10.000 sampai dengan 100.000 pemilih, tetapi wilayahnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi, pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut bahkan dapat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi kepala daerah.

Dengan jumlah dana yang tidak terlalu besar, sang pengusaha dapat memengaruhi para pemilih memilih pasangan calon yang dikehendakinya melalui “perantara politik” yang ditunjuknya di setiap desa. Keempat, untuk daerah dengan tiga atau lebih pasangan calon bersaing, perolehan suara sebanyak lebih dari 25 persen dapat mengantarkan satu pasangan calon menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.

Dalam situasi seperti ini, penggunaan uang memengaruhi pemilih melalui “perantara politik” di setiap desa/kelurahan mungkin menjadi pilihan “rasional” bagi pasangan calon”. berdasarkan aktor dan wilayah operasinya, politik uang dalam pemilu bisa dibedakan menjadi empat lingkaran sebagai berikut: (1) Lingkaran satu, adalah transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon kepala daerah yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pascapemilu; (2) Lingkaran dua, adalah transaksi antara pasangan calon dengan partai politik yang mempunyai hak untuk mencalonkan; (3) Lingkaran tiga, adalah transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan petugas-petugas pemilu yang mempunyai wewenang untuk menghitung perolehan suara; dan (4) Lingkaran empat, adalah transaksi antara calon dan tim kampanye dengan massa pemilih (pembelian suara).

Penulis adalah Alumni UMSU

Close Ads X
Close Ads X