Mitra Taksi Online Tak Perlu Gabung Koperasi

Usul Bentuk Tim Independen Urus Suspend

Jakarta | Jurnal Asia

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membolehkan mitra taksi online untuk tidak gabung koperasi. Hal ini akan diatur dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan pengganti PM 108 tahun 2017.

“Pertama, mitra kan bisa perorangan, bisa badan hukum. Artinya begitu cukup banyak koperasi ada, perorangan masih diberi kesempatan. Ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, UMKM masih bisa diakomodir,” ucap Dirjen Perhubungan Darat (Hubdat) Budi Setiyadi, kepada wartawan di kantor Jasa Marga Gerbang Tol Cikarang Utama, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (14/11).

Selain itu, ada beberapa hal lain yang akan hadir dalam peraturan tersebut. Salah satunya soal standar pelayanan kepada penumpang taksi online.  “Dalam rancangan yang baru. Kita lampiri standar pelayanan minimal. Itu persyaratan yang harus dipenuhi oleh mitra agar kendaraan layak (baik) aspek keselamatan, keamanan, dan pelayanan yang diberikan,” ucap Budi.

Budi mengaku, peraturan baru tersebut melibatkan beberapa elemen lain seperti pengendara taksi online, sampai Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI). Dia pun masih memberi ruang bagi siapapun untuk memberi masukan.

“Harapan saya, PM (peraturan menteri) baru tidak digugat kembali. Kalau masih ada persoalan mengganggu, bisa sampaikan aspirasi kepada saya,” kata Budi.
Peraturan itu rencananya diselesaikan bulan ini. Sehingga, pada Desember 2018 susah bisa diterapkan.

“Saya diberi waktu oleh Menteri Perhubungan, November peraturan sudah selesai, Desember sudah dijadikan pedoman oleh semua yang terkait taksi online ini,” kata Budi.

PM 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek mendapatkan kritik, salah satunya Aliansi Nasional Driver Online (Aliando).

Aliando menganggap aturan ini berpotensi menimbulkan monopoli dari koperasi. Ia menganggap pihak aplikasi nantinya hanya memilih koperasi yang besar saja.

-Bentuk Tim Independen

Sementara itu, Kemenhub mengusulkan agar ada tim independen untuk membahas tuntutan soal open suspend.

“Saya usulkan atau bentuk tim independen antara aplikator dan mitra yang menuntut lakukan open suspend, atau lembaga untuk lakukan ini di-suspend atau tidak, jadi ada assessment,” kata Budi lagi.
Menurut Budi, suspend memberatkan pihak pengemudi taxi online. Maka, perusahaan taxi online harus memberi ruang diskusi dengan pengendara taxi online.

“Kalau bicara suspend itu bicara hubungan mitra dan aplikator. Sekarang sudah banyak suspend dilakukan, demo beberapa kali. Saya berharap untuk bisa memberi ruang kepada pengemudi. Karena, para pengemudi sudah kredit mobil,” ucap Budi.

Budi menilai, beberapa suspend terjadi karena masalah kecil. Termasuk adanya penumpang taxi online yang jahil.

“Kemudian karena ada sedikit keisengan, dan masyarakat mengeluh sedikit saja kepada pihak aplikator, tiba-tiba di-suspend,” ucap Budi.

Budi berharap, masalah suspend ini segera diselesaikan. “Suara mitra kuat sekali untuk open suspend. Bisa dapat akun lagi,” ucap Budi.

Sebelumnya, Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) menggelar aksi 13/11 pada Selasa kemarin untuk menagih janji tiga aplikator terhadap tuntutan mereka sebelumnya. Ada 9 poin yang ditagih oleh Aliando kepada para aplikator, di antaranya adalah open suspend tanpa syarat, hapus praktik kewajiban berbadan hukum, pemberian pelatihan dan hapus praktek potongan PPH dan lain sebagainya di seluruh kantor OPS Gojek dan Grab.

-Aturan Sulit di Daerah
Di lokasi terpisah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan kendala dalam menerapkan aturan taksi online di daerah. Hal itu berdasarkan hasil rapat kerja Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Tjahjo Kumolo, dalam keterangannya mengatakan ada 3 hal yang jadi kendala dalam pelaksanaan aturan taksi online di daerah.

Pertama, pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota tidak memiliki kewenangan dalam mengatur tranposrtasi online sesuai Lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kedua, pemerintah daerah tidak memiliki cukup anggaran untuk mendukung pengawasan terhadap angkutan sewa khusus. Ketiga, keterbatasan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada bidang perhubungan di daerah.

Namun di satu sisi, Kemendagri sebagai poros atau titik keseimbangan, perlu mendorong kondisi yang kondusif dan stabil bagi jalannya pemerintahan dan politik dalam negeri melalui pembinaan dan pengawasan secara optimal dan efektif.

“Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 374 ayat (2) menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri memiliki peran melakukan pembinaan yang bersifat umum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,” bunyi keterangan resmi Kemendagri yang diterima, Rabu (14/11).

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemda secara nasional.

Namun, jika dikaitkan dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam lampiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberian izin angkutan tidak dalam trayek merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kemenhub.

“Bagi angkutan sewa khusus yang beroperasi dalam 1 daerah provinsi berpedoman pada tarif batas atas dan tarif batas bawah yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan atas usulan dari Gubernur,” lanjut keterangan tersebut.

Meski demikian, Kemendagri ikut mendukung penyelenggaraan taksi online di daerah. Menteri Dalam Negeri telah bersurat kepada gubernur, kepala daerah seluruh Indonesia terkait hal tersebut.

Di sisi lain, Kemendagri menilai Kemenhub perlu menyiapkan peraturan menteri terkait penugasan kepada pemerintah daerah disertai dengan penganggaran, NSPK, pembinaan dan pengawasan pelaksanaannya.

“Hal ini menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkan sinergitas penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perhubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” tambahnya.  (dtf/put)

Close Ads X
Close Ads X