Bintang Emon Puncaki Trending Topic di Twitter Setelah Kritik Kasus Novel Baswedan

Komika Bintang Emon. (Foto IG Bintang Emon)

 

Jakarta | Jurnal Asia
Setelah videonya yang berisi kritikan terhadap tuntutan 1 tahun penjara bagi pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan menjadi viral, Komika Bintang Emon memuncaki trending topik di Twitter.

Hingga, Senin (15/6/2020) siang ini, kata kunci Bintang Emon dibahas 134 ribu kali oleh warganet. Netizen memperbincangkan adanya tuduhan Bintang Emon merupakan pemakai narkoba, yang ditengarai ‘serangan’ terhadapnya usai kritik kasus penyiraman air keras.

Sejumlah netizen pun mendukung Bintang untuk tidak takut. Sejumlah selebritis dan rekan sesama komika juga turut membela pemuda ini.

“Bintang Emon baik banget. Gak pernah narkoba dari dulu sampai sekarang. Kalian tanya aja semua yang kenal Bintang deh. Disodorin rokok aja dia ogah. Sering diledekin di tongkrongan, karena gak punya sejarah bandel,” tulis Komika Arie Kriting di Twitter.

Terkait hal ini Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) angkat bicara mengenai serangan terhadap komedian Bintang Emon.

Dikutip dari tempo.co Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar, mengatakan gangguan itu menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap individu atau kelompok yang menggunakan hak konstitusional untuk menyeimbangkan narasi negara.

“Meski belum diketahui dari mana asal (dalang) pengganggu, ini adalah salah satu bentuk intimidasi terhadap kebebasan sipil, untuk berekspresi,” kata Rivanlee.

Ia mengatakan serangan semacam ini banyak terjadi terhadap pegiat HAM dan demokrasi. Seiring dengan perkembangan teknologi, model serangan menjalar menjadi intimidasi siber dengan doxxing, fitnah (defamation), atau berita bohong tentang seseorang yang sedang mengkritik negara.

Sialnya, kata dia, pola penegakan hukum kerap sebelah mata dan tak tegas sehingga peristiwa semacam ini terus berulang. Rivanlee juga menyebut ketidaktegasan hukum menandakan adanya teror terhadap warga yang berekspresi tentang kebijakan negara.

“Peristiwa ini jelas mengancam demokrasi karena pihak yang tidak diketahui ini seolah mengambil alih peran negara untuk melakukan intimidasi verbal/nonverbal. Ketakutan yang menyebar akan menjadi teror yang melumpuhkan fungsi masyarakat,” ujar Rivanlee.(wo/tempo)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X