Tak Capai Titik Temu, Nasabah MPAM Minta Bantuan DPR-RI Agendakan RDP dengan OJK

Para Nasabah PT MPAM diabadikan bersama Anggota Komisi XI DPR-RI.Ist

 

Medan | Jurnal Asia
Nasabah PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) meminta mediasi komisi XI DPR-RI untuk mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beserta direksi MPAM dan Bank Kustodian. Hal ini sehubungan dengan pencairan dana investasi hasil likuidasi enam produk reksa dana yang dinilai tak mencapai titik temu.

Salah seorang nasabah MPAM, Didi S mengatakan, sejumlah perwakilan nasabah telah bertemu dengan perwakilan dari Komisi XI DPR-RI, yakni Wakil Ketua Komisi XI Fathan Subchi, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Nasdem Fauzi H Amro, Anggota Komisi XI dari Fraksi PKB Ela Siti Nurmayah dan anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin. Pertemuan dilakukan di Gedung DPR-RI Jakarta, Selasa (7/7/2020).

“Kami meminta bantuan anggota dewan karena cara perhitungan hak yang kami terima tidak sesuai dengan peraturan OJK. Ada perbedaan penafsiran dan kami telah beberapa kali melakukan komunikasi tapi tidak pernah ada titik temu,” kata Didi dalam siaran pers yang diterima Jumat (10/7/2020) di Medan.

Baca Juga : Akhir Pekan, IHSG dan Rupiah Rawan di Zona Merah

Menurut Didi, contoh perbedaan penafsiran antara nasabah dengan manajemen MPAM seperti pada POJK Nomor 23/POJK.04/2016 tentang reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif pasal 47 b. Pasal itu menyebutkan perihal instruksi kepada Bank Kustodian paling lambat 2 hari bursa sejak diperintahkan OJK, untuk membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang unit penyertaan dengan ketentuan bahwa perhitungannya dilakukan secara proporsional dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada saat pembubaran.

Selain itu, dana tersebut diterima pemegang unit penyertaan paling lambat 7 hari bursa sejak likuidasi selesai dilakukan.

“Jika mengacu pada pasal tersebut, berarti nilai proposionalnya adalah posisi NAB saat pembubaran yakni akhir 2019. Sementara, versi MPAM adalah NAB per 29 Januari 2020 dan nilainya pada Januari itu sudah turun banyak,” jelas Didi.

Didi menegaskan, total dana kelolaan enam produk reksa dana MPAM yang dilikuidasi saat NAB masih 100% mencapai Rp6 triliun dari 6.000 nasabah yang domisilinya menyebar tak hanya di Jawa.

Sebagai informasi, MPAM dalam keterangan resmi baru-baru ini menyatakan bahwa pihaknya masih melanjutkan proses pembubaran dan likuidasi enam produk reksa dana sebagaimana perintah OJK.

Enam produk reksa dana MPAM tersebut adalah Minna Padi Keraton II, Property Plus, Pasopasti Saham, Pringgondani Saham, Amanah Saham Syariah dan Hastinapura Saham. Untuk memenuhi kewajibannya, manajemen MPAM telah melayangkan surat bernomor 075/CM-DIR/MPAM/V/2020 tertanggal 27 Mei 2020 kepada OJK.

Surat tersebut, katanya, berisi tentang kemungkinan MPAM menjalani proses pembagian hasil likuidasi tahap kedua kepada seluruh nasabah pemegang unit penyertaan dengan menyampingkan terlebih dulu kendala atas penyerapan sisa saham yang belum terjual. Sesuai rencana, nasabah in cash akan menerima pembagian tunai dengan membagi seluruh net cash yang ada dalam reksa dana secara proporsional.

Adapun nasabah in kind akan menerima pembagian hasil likuidasi dalam bentuk saham. “Kalau saya pribadi dan mayoritas nasabah, kita inginnya terima seluruhnya dalam bentuk tunai,” tegas Didi.

Disebutkan, pada 11 Juni 2020 manajemen MPAM kembali melayangkan surat bernomor 079/CM-DIR/MPAM/VI/2020 kepada OJK perihal permohonan persetujuan pelaksanaan lelang terbuka sisa saham hasil likuidasi. Aksi ini merupakan upaya mencari solusi atas kendala dalam proses pembubaran dan likuidasi reksa dana.

MPAM meminta persetujuan OJK untuk menjalankan proses lelang terbuka di luar mekanisme bursa efek, yakni penjualan saham melalui balai lelang independen yang ditunjuk. Hal tersbeut dilakukan untuk mencapai harga penjualan terbaik atas sisa saham dalam portofolio reksa dana.

“Manajemen MPAM menilai, upaya penjualan melalui mekanisme bursa efek terkendala oleh minimnya atau tidak adanya penawaran beli (bid) di pasar reguler maupun pasar negosiasi. Di sisi lain, penyerapan sisa saham oleh MPAM, pihak terafiliasi dan pemegang saham dengan menggunakan kemampuan finansial yang dimiliki saat ini, tidak mendapatkan persetujuan OJK,” tutupnya. (nty/ril)

 

 

Close Ads X
Close Ads X